Jumat, 01 Mei 2015

Filsafat Pendidikan

Filsafat Pendidikan
A.                Definisi Filsafat Pendidikan
Menurut Al-Syaibany dalam Jalaludin & Idi (2007: 19), filsafat pendidik­an adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan. Artinya, filsafat pendidikan dapat menjelas­kan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untukmencapainya. Dalam hal ini, filsafat, filsafat pendidikan, dan pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang integral. Filsafat pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah filosofis dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek­-aspek pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoal­an pendidikan secara praktis.
Sementara Dewey dalam Jalaludin & Idi (2007: 20) menyampaikan bahwa filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasa­an (emosional), menuju tabiat manusia. Sementara menurut Thompson (Arifin, 1993: 2), filsafat artinya melihat suatu masalah secara total dengan tanpa ada batas atau implikasinya; ia tidak hanya melihat tujuan, metode atau alat-alatnya, tapi juga meneliti dengan saksama hal-hal yang dimaksud. Keseluruhan masalah yang dipikirkan oleh filosof tersebut merupakan suatu upaya untuk menemukan hakikat masalah, sedangkan suatu hakikat itu dapat dibakukan melalui proses kompromi.
Lebih jauh Barnadib (Jalaludin & Idi, 2007: 20), menyatakan bahwa filsafat pendidik­an merupakan ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Baginya filsafat pendidikan merupakan aplikasi sesuatu analisis filosofis terhadap bidang pendidikan. Sedangkan menurut seorang ahli filsafat Amerika, Brubachen (Arifin, 1993: 3), filsafat pendi­dikan adalah seperti menaruh sebuah kereta di depan seekor kuda, dan filsafat dipandang sebagai bunga, bukan sebagai akar tunggal pendidikan. Filsafat pendidikan itu berdiri secara bebas dengan memperoleh keuntungan karena punya kaitan dengan filsafat umum. Kendati kaitan ini tidak penting, tapi yang terja­di ialah suatu keterpaduan antara pandangan filosofis dengan filsafat pendidikan, karena filsafat sering diartikan sebagai teori pendidikan dalam segala tahap. Lebih jauh, Alwasilah (2008: 15) menyatakan bahwa filsafat pendidikan dapat didefinisikan sebagai teori yang mendasari alam pikiran ihwal pendidikan atau suatu kegiatan pendidikan.
Berdasarkan uraian diatas dapat kita tarik pengertian bahwa filsafat pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan merumuskan kaidah-kaidah norma dan atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya.
Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam lapangan pendidikan. Seperti halnya filsafat, filsafat pendidikan dapat dikatakan spekulatif, preskriptif, dan analitik. Filsafat pendidikan dapat dikatakan spekulatif karena berusaha membangun teori-teori hakikat manusia, hakikat masyarakat, hakikat dunia, yang sangat bermanfaat dalam menafsirkan data-data sebagai hasil penelitian sains yang berbeda.
Filsafat pendidikan dikatakan prespektif apabila filsafat pendidikan menentukan tujuan-tujuan yang harus diikuti dan dicapainya, serta menentukan cara-cara yang tepat dan benar untuk digunakan dalam mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini, tujuan pendidikan nasional yang tertian dalam UUSPN No.20 Tahun 2003 merupakan pendidikan preskriptif, sebab menentukan tujuan atau target pendidikan yang hendak dicapai. Filsafat pendidikan preskriptif ini sejalan dengan pendapat Ali Khalil Abu ‘Ainaini yang mendefinisakan filsafat pendidikan sebagai kegiatan-kegiatan pemikiran yang sistematis, diambil dari sistem filsafat sebagai cara untuk mengatur dan menrangkan nilai-nilai tujuan pendidikan yang akan dicapai (direalisasikan).
Filsafat pendidikan dikatakan analitik apabila filsafat pendidikan menelaskan pertanyaan-pertanyaan spekulatif dan preskriptif. Dengan kata lain, filsafat pendidikan analitik mencoba menguji secara rasional tentang keabsahan dan kekonsistenan suatu ide atau gagasan ihwal  pendidikan. Contonya menguji dari sudut pandang filsafat tentang konsep pendidikan seumur hidup, pendidikan luar sekolah, dan sebagainya. Dengan demikian, filsafat pendidikan mengarahkan manusia menjalankan tugas-tugasnya dalam merealisasikan pendidikan.

B.                 Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
Menurut Jalaludin & Idi (2007: 24) secara mikro yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi:
1.      Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (the nature of education);
2.      Merumuskan sifat hakikat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan (the nature of man);
3.      Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan;
4.      Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, dan teori pendidikan;
5.      Merumuskan hubungan antara filsafat Negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidik­an);
6.      Merumuskan sistem nilai-norma atau isi moral pendidik­an yang merupakan tujuan pendidikan.
Dengan demikian, dari uraian di atas diperoleh suatu kesim­pulan bahwa yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan itu ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhubungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan yang baik dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.

C.                 Implikasi Landasan Filsafat Pendidikan
1.      Implikasi Bagi Guru
Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan guru maka filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak. Artinya, sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila seorang guru hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kedua penguasaan ini baru tercermin kompetensi seorang tukang.
Disamping penguasaan terhadap apa dan bagaimana tentang tugasnya, seorang guru juga harus menguasai mengapa ia melakukan setiap bagian serta tahap tugasnya itu dengan cara tertentu dan bukan dengan cara yang lain.  Seorang guru didalam menunaikan tugasnya,  dalam proses kegiatan belajar mengajarnya harus dapat dipulangkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang mau dicapai, baik tujuan-tujuan yang lebih operasional maupun tujuan-tujuan yang lebih abstrak. Oleh karena itu maka semua keputusan serta perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam rangka penunaian tugas-tugas seorang guru dan tenaga kependidikan  harus selalu dapat dipertanggungjawabkan secara pendidikan.
Dimuka juga telah dikemukakan bahwa pendidik dan subjek peserta didik melakukan pemanusiaan diri ketika mereka terlihat di dalam masyarakat profesional yang dinamakan pendidikan atau pelatihan. Pendidikan atau pelatihan hanyalah tahap proses pemanusiaan yang berbeda  diantara keduanya, yaitu pendidik dan subjek  peserta didik.
Kelebihan yang dimiliki seorang pendidik seperti pengalaman, keterampilan dan wawasan yang dimiliki guru semata-mata bersifat kebetulan dan sementara, bukan hakiki. Oleh karena itu maka kedua belah pihak diberikan kesempatan belajar baik untuk tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan.  Khusus untuk guru dan tenaga kependidikan, mendapat kepercayaan dan juga tanggungjawab tambahan menyediakan serta mengatur kondisi untuk membelajarkan subjek peserta didik, mengoptimalkan kesempatan bagi subjek peserta didik untuk menemukan dirinya sendiri, untuk menjadi dirinya sendiri. Hanya individu-individu yang demikianlah yang mampu membentuk masyarakat belajar, yaitu masyarakat yang siap menghadapi perubahan-perubahan yang semakin lama semakin maju tanpa kehilangan dirinya.
Apabila demikianlah keadaannya maka sekolah sebagai lembaga pendidikan formal hanya akan mampu menunaikan fungsinya serta tidak kehilangan hak hidupnya didalam masyarakat, kalau ia dapat menjadikan dirinya sebagai pusat pembudayaan, yaitu sebagai tempat bagi manusia untuk meningkatkan martabatnya. Dengan perkataan lain, sekolah harus menjadi pusat pendidikan. Menghasilkan tenaga kerja, melaksanakan sosialisasi, membentuk penguasaan ilmu dan teknologi, mengasah otak dan mengerjakan tugas-tugas persekolahan, tetapi yang paling hakiki adalah pembentukan kemampuan dan kemauan untuk meningkatkan martabat kemanusiaan seperti telah diutarakan di muka dengan menggunakan cipta, rasa, karsa dan karya yang dikembangkan dan dibina.
Segala ketentuan prasarana dan sarana di sekolah pada hakekatnya adalah bentuk yang diharapkan mewadahi hakekat proses pembudayaan subjek peserta didik.  Sarana dan prasarana yang dibangun di sekolah merupakan pendukung untuk membentuk budaya pendidikan yang sehat dan dinamis. Walaupun sarana dan prasarana telah memadai namun tidak diimbangi dengan proses penanaman budaya pendidikan yang seimbang maka perkembangan dan pembudayaan dalam peserta didik tidak akan tercapai dengan baik.
Seperti telah diisyaratkan dimuka, pemberian bobot yang berlebihan kepada kedaulatan subjek didik akan melahirkan anarki sedangkan pemberian bobot yang berlebihan kepada otoritas pendidik akan melahirkan penjajahan dan penjinakan. Kedua orientasi yang ekstrim itu tidak akan menghasilkan pembudayaan manusia.

2.      Implikasi bagi Pendidikan Guru dan Tenaga Kependidikan 
Tidaklah berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa di Indonesia kita belum punya teori tentang pendidikan guru dan tenaga kependidikan. Hal ini tidak mengherankan karena kita masih belum saja menyempatkan diri untuk menyusunnya. Bahkan salahsatu prasaratnya yaitu teori tentang pendidikan sebagimaana diisyaratkan pada bagian-bagian sebelumnya, kita masih belum berhasil memantapkannya. Kalau kita terlibat dalam berbagai kegiatan pembaharuan pendidikan selama ini maka yang diperbaharui adalah peralatan luarnya bukan bangunan dasarnya. 
Hal diatas itu dikemukakan tanpa samasekali didasari oleh anggapan bahwa belum ada diantara kita yang memikirkan masalah  pendidikan guru itu. Pikiran-pikiran yang dimaksud memang ada diketengahkan orang tetapi praktis tanpa kecuali dapat dinyatakan sebagi bersifat fragmentaris, tidak menyeluruh. Misalnya, ada yang menyarankan masa belajar yang panjang (atau, lebih cepat, menolak program-program pendidikan guru yang lebih pendek terutama yang diperkenalkan didalam beberapa tahun terakhir ini) ; ada yang menyarankan perlunya ditingkatkan mekanisme seleksi calon guru dan tenaga kependidikan; ada yang menyoroti pentingnya prasarana dan sarana pendidikan guru; dan ada pula yang memusatkan perhatian kepada perbaikan sistem imbalan bagi guru sehingga bisa bersaing dengan jabtan-jabatan lain dimasyarakat. Tentu saja semua saran-saran tersebut diatas memiliki kesahihan, sekurang-kurangnya secara partial, akan tetapi apabila di implementasikan, sebagian atau seluruhnya, belum tentu dapat dihasilkan sistem pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang efektif.
Sebaiknya teori pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang produktif adalah yang memberi rambu-rambu yang memadai didalam merancang serta mengimplementasikan program pendidikan guru dan tenaga kependidikan  yang lulusannya mampu melaksanakan tugas-tugas keguruan didalam konteks pendidikan (tugas professional, kemanusiaan dan civitas akademik). Rambu-rambu yang dimaksud disusun dengan mempergunakan bahan-bahan yang diperoleh dari tiga sumber yaitu: pendapat ahli, termasuk yang disangga oleh hasil penelitian ilmiah, analisis tugas kelulusan serta pilihan nilai yang dianut masyarakat. Rambu-rambu yang dimaksud yang mencerminkan hasil kajian interpretif, normative dan kritis itu, seperti telah diutarakan didalam bagian uraian dimuka, dirumuskan kedalam perangkat asumsi filosofis yaitu asumsi-asumsi yang memberi rambu-rambu bagi perancang serta implementasi program yang dimaksud. Dengan demikian, perangkat rambu-rambu yang dimaksud merupakan batu ujian didalam menilai perancang dan implementasi program, maupun didalam mempertahankan dan meningkatkan program. 


Sumber            :

Rabu, 14 Januari 2015

Generasi Abad Ke-21

Generasi Abad Ke-21


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Berbagai perubahan ‘dunia’ yang sangat luar biasa dan terus muncul mengiringi setiap langkah perubahan pada abad 21 ini. ‘Horison’ dunia semakin meluas seiring dengan ‘menyusutnya’ dunia, tak ada lagi pembatas sekat negara satu dengan negara yang lain, tidak ada sekat antara komunitas satu dengan yang lain. Dunia telah berubah menjadi sebuah desa kecil yang mengglobal (global vilage). Keadaan ini disebabakan berkembangnya tekhnologi informasi, jaringan dan internet. Bahkan saat ini bukanlah sesuatu yang sangat luar biasa jika beberapa pekerjaan tidak memerlukan kehadiran fisik seseorang dalam suatu pekerjaan melalui tekhnologi ‘teleconference’.
            Berbicara soal perubahan ‘dunia’, tidak akan pernah lepas dari konsep pendidikan, terkait dengan hal tersebut “apa yang telah dilakukan oleh institusi pendidikan dalam merubah dirinya untuk mempersiapkan trend perubahan zaman seperti di atas?”, “ apa yang dapat dilakukan oleh lembaga pendidikan dalam mempersiapkan dan mencetak pekerja pada era teknologi informasi ini?’. Permasalahan menarik lainnya terkait dengan hal ini adalah ancaman akses dari perkembangan informasi adalah tergerusnya ‘identitas/karakter bangsa’. Bagaimanapun harus kita sadari bahwa salah satu tujuan idealis pendidikan bukan hanya sekedar menyiapkan generasi pekerja di masa yang akan datang namun juga melestarikan identitas/karakter bangsa.
            Kemahiran abad ke-21 ialah Belajar untuk bekerjasama dengan orang lain dan menyambung menerusi teknologi adalah kemahiran penting dalam pendidikan berasaskan pengetahuan. Manusia pada abad 21 dituntut untuk mampu berpikir kritis dan memiliki kemauan untuk bekerja keras. Berikut ini adalah ciri dari generasi pada abad 21, yaitu multitasking; multimedia learnng; online social network; online information network; games, simulation, and creative expressions.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud tentang abad 21?
2.      Apa yang dimaksud dengan kemahiran abad 21 ?
3.      Apa saja ciri dari generasi abad 21 ?
4.      Sebutkan tantangan sistem pendidikan pada abad 21 ?

C.    Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Perkembangan. Selain bertujuan pula untuk:
1.      Mengetahui tentang abad ke-21
2.      Mengetahui tentang kemahiran pada abad ke-21
3.      Mengetahui ciri-ciri dari generasi abad ke-21
4.      Mengetahui tantangan system pendidikan pada abad ke-21




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Abad Ke-21
Berbagai perubahan ‘dunia’ yang sangat luar biasa dan terus muncul mengiringi setiap langkah perubahan pada abad 21 ini. ‘Horison’ dunia semakin meluas seiring dengan ‘menyusutnya’ dunia, tak ada lagi pembatas sekat negara satu dengan negara yang lain, tidak ada sekat antara komunitas satu dengan yang lain. Dunia telah berubah menjadi sebuah desa kecil yang mengglobal (global vilage). Keadaan ini disebabakan berkembangnya tekhnologi informasi, jaringan dan internet. Bahkan saat ini bukanlah sesuatu yang sangat luar biasa jika beberapa pekerjaan tidak memerlukan kehadiran fisik seseorang dalam suatu pekerjaan melalui tekhnologi ‘teleconference’.
      Berbicara soal perubahan ‘dunia’, tidak akan pernah lepas dari konsep pendidikan, terkait dengan hal tersebut “apa yang telah dilakukan oleh institusi pendidikan dalam merubah dirinya untuk mempersiapkan trend perubahan zaman seperti di atas?”, “ apa yang dapat dilakukan oleh lembaga pendidikan dalam mempersiapkan dan mencetak pekerja pada era teknologi informasi ini?’. Permasalahan menarik lainnya terkait dengan hal ini adalah ancaman akses dari perkembangan informasi adalah tergerusnya ‘identitas/karakter bangsa’. Bagaimanapun harus kita sadari bahwa salah satu tujuan idealis pendidikan bukan hanya sekedar menyiapkan generasi pekerja di masa yang akan datang namun juga melestarikan identitas/karakter bangsa.
      Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan bagi manusia karena dengan pendidikan mereka mampu mengaktualisasikan kemampuannya baik pendidikan ang diperoleh dengan cara formal (sekolah) ataupun nonformal (luar sekolah). Seiring perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan informasi kurkulum harus disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan  tersebut, di Abad 21 pendidikan harus memiliki 4 pilar sebagaimana yang dikemukakan Komisi Pendidikan Abad 21 kepada UNESCO, yaitu:
              ·          Learning to know, yaitu belajar untuk memperoleh pengetahuan.
              ·          Learning to do, yaitu belajar untuk memperoleh penguasaan kompetensi yang memungkinkan seseorang  untuk dapat hidup dalam berbagai keadaan.
              ·          Learning to be, yaitu belajar untuk mengaktualisasikan diri sebagai individu mandiri dengan memiliki timbangan dan tanggung jawab.
              ·          Learning to live together, yaitu belajar untuk pengembangan pemahaman dan apresiasi tentang nilai-nilai, spiritual, tradisi, dan mendasarkan pada semangat baru.
      Generasi abad ke-21 adalah generasi yang berbeda dengan generasi yang sebelumnya. Manusia abad 21 harus mampu berpikir kritis dan kemauan kerja keras, mereka dituntut mampu mendefinisikan permasalahan kompleks yang tumpang tindih, tidak jelas domainnya; menggunakan keahlian dan perangkat yang tersedia baik manusia maupun elektronik untuk analisis dan riset; mendesain jenis tindakan dan solusi: mengatur implementasi solusi tersebut; menilai hasil; kemudian secara terus-menerus meningkatkan variasi solusi ketika kondisi berubah. Manusia pada abad 21 harus kreatif, mampu menciptakan solusi baru untuk permasalahan lama, menemukan prinsip baru dan penemuan baru, menciptakan cara baru untuk mengkomunikasikan gagasan baru, menemukan cara kreatif untuk mengatur proses kompleks. Manusia abad 21 harus mampu kerjasama kelompok untuk memecahkan masalah yang rumit atau untuk menciptakan perangkat kompleks, menghasilkan jasa, dan produk-produk.
      Manusia abad 21 hidup di era informasi, dimana tidak ada sekat antar negera maka diperlukan kemampuan memahami budaya antar negara tanpa kehilangan akar budayanya sendiri (karakter kebangsaan). Sebagai suatu perluasan kerjasama kelompok, manusia abad 21 harus menjembatani perbedaan etnik, sosial, organisasi, politik, dan isi kultur pengetahuan dalam rangka melakukan pekerjaan mereka. Peningkatan multikultural masyarakat yang terus-menerus, pertumbuhan ekonomi global, peningkatan dunia teknik, dan model organisasi “jaringan”, keterampilan lintas budaya tanpa kehilangan identitas asli ‘budayanya’’ akan menjadi semakin berharga.
Manusia abad 21 memerlukan kemampuan untuk berkomunikasi efektif di dalam berbagai media dengan berbagai pendengar. Dengan memberikan sejumlah pilihan komunikasi misalnya; laporan tercetak, dokumen elektronik, majalah artikel, e-article , buku, e-book, cetakan iklan, iklan TV, iklan jaringan, telepon, telepon sel, telepon internet, surat suara, telemarketing, fax, pager, web, e-mail, selebaran, simulasi, basis data, multimedia presentasi, slides, disket, tape, video, CD, DVD, radio, TV, TV jaringan, teleconferens. Dan yang menjadi keharusan manusia abad 21 semua orang harus mampu menguasai komputer dasar sampai kepada suatu tingkat yang lebih tinggi untuk kelancaran ‘digital’ dan mampu menggunakan berbagai perangkat (softwere) berbasis komputer untuk melaksanakan tugas hidup sehari-hari. Di abad 21 banyak pekerjaan dan permasalahan hiduo menuntut keterampilan berpikir tingkat tinggi, terkait dengan hal ini menjadi hal yang mustahil hanya mengandalkan pembelajaran di sekolah, manusia abad 21 dituntut menjadi pebelajar mandiri.
B.     Kemahiran Abad Ke-21
Salah satu perubahan yang diperlukan untuk memenuhi keperluan masyarakat sekarang ialah kemahiran abad ke-21. Kemahiran abad ke-21 adalah kemahiran pembelajaran yang diperlukan oleh pelajar untuk berdaya saing pada milenium baru. Kemahiran abad ke-21 dapat dikaitkan dengan pelbagai kemahiran yang diperlukan pada zaman iniSalah satu kemahiran abad ke 21 ialah penggunaan teknologi maklumat dan komunikasi (ICT) yang sejajar dengan perkembangan pendidikan pada masa sekarang. Kebanyakan kemahiran abad ke-21 adalah berdasarkan kepada pendedahan terhadap ICT. Jika dahulu, literasi cuma merangkumi membaca, menulis, dan mengira namun literasi abad ke-21 melibatkan literasi digital. Guru memainkan peranan utama dalam membimbing pelajar untuk melayari internet, mencari laman sesawang, memilih perisian yang sesuai dan mengumpul serta mengulas maklumat. Dengan bimbingan guru juga kesedaran global pada era digital sepatutnya mudah dicapai dan seharusnya meningkat. Pembelajaran berasaskan projek (project-based learning) adalah satu pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang boleh memupuk kemahiran abad ke 21.
Kemahiran pengajaran dan pembelajaran dalam abad ke-21:
  • Kemahiran pembelajaran dan inovasi (Learning and innovation skills)
  • Kemahiran maklumat, media dan teknologi (Information, media and technology skills)
  • Kemahiran hidup dan kerjaya (Life and career skills)
Aspek dalam kemahiran abad ke-21 ialah :
a.             Cara pemikiran baru-Kreativiti, pemikiran kritis, penyelesaian masalah, keputusan membuat pembelajaran.
b.            Cara bekerja-Komunikasi dan kerjasama, alat untuk bekerja. Teknologi maklumat dan komunikasi (ICT) dan literasi maklumat literasi, Teknologi Maklmat dan Komunikasi (TMK) (ICT (Information Communications and Technology) Literacy).
c.             Kemahiran untuk hidup di dunia-Kewarganegaraan, kehidupan, tanggung jawab pribadi dan sosial. Fleksibiliti dan mempunyai keupayaan menyesuaika diri berinisiatif dan mempunyai haluan diri. Kemahiran sosial dan antara-budaya. Produktiviti dan Akauntabiliti Kepimpinan dan  Tanggung jawab.

C.    Ciri Generasi Abad ke-21
1.      Multitasking
Multitasking adalah istilah teknologi informasi dalam bahasa Inggris yang mengacu kepada sebuah metode di mana banyak pekerjaan atau dikenal juga sebagaai proses diolah dengan menggunakan sumber daya CPU yang sama. Multitasking adalah pemrosesan beberapa tugas pada waktu yang bersamaan. Multitasking memecahkan masalah ini dengan menjadwalkan pekerjaan mana yang dapat berjalan dalam satu waktu, dan kapan pekerjaan yang lain menunggu untuk diolah dapat dikerjakan. Sebagai contoh, jika seseorang sedang menyetir, bertelpon lewat ponsel, dan sambil merokok secara bersamaan, maka orang tersebut melakukan multitasking.
Tetapi dengan penyelesaian tugas secara multitasking dapat juga memengaruhi kondisi tubuh kita. Para pakar kesehatan menjelaskan bahwa kebiasaan melakukan tugas lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan bisa mempengaruhi memori dan perhatian Anda. Sebagai contoh kasus, seseorang sedang mengerjakan tugas A, kemudian datang lagi tugas tambahan yang berbeda yaitu tugas B dengan deadline yang singkat pula. Ketika tugas A akan selesai, orang tersebut melihat tugas B dan mulai mempelajarinya sejenak. Setelah itu, atasan menyuruh untuk mengerjakan tugas B terlebih dahulu. Dalam proses pengerjaan tugas B, relasi mengirim email dan orang tersebut diminta untuk membaca dan membalasnya dengan mengirimkan lampiran file penting. Karena ini mudah dilakukan maka anda mendahulukan permintaan relasi anda tersebut. Setelah selesai membaca dan membalas email tersebut, anda duduk terdiam sejenak dan mulai mengatur nafas dan berpikir kembali tentang tugas B anda. Mulai melanjutkan kembali tugas B anda hingga selesai. Setelah tugas B anda selesai kembali pada tugas A. Namun, anda tidak langsung mengerjakannya, tapi membaca dan memahaminya kembali. Apakah hal seperti ini juga terjadi pada Anda? Itu merupakan kasus sederhana yang menggambarkan bahwa multitasking dapat menyebabkan gangguan saat mengolah informasi, menurut Adam Gazzely, seorang profesor neurologi, fisiologi dan psikiatri di San Fransisco.

2.      Multimedia Learning
Multimedia pembelajaran merupakan suatu aplikasi multimedia yang digunakan dalam proses pembelajaran, dengan kata lain untuk menyalurkan pesan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan yang belajar sehingga secara sengaja proses belajar terjadi, bertujuan dan terkendali.
Selain itu setelah tahun 1980-an, multimedia didefinisikan sebagai penyampaian informasi secara interaktif dan terintegrasi yang mencakup teks, gambar, suara, video, atau animasi (Hackbarth, 1996; Philips,1997). Hackbarth (1996: 229) menekankan bahwa hypermedia dan hypertext termasuk multimedia interaktif berbasis komputer. Philips (1997: 8) menekankan pada komponen interaktivitas yang menunjuk kepada proses pemberdayaan pengguna untuk mengendalikan lingkungan melalui keteramplan.
Secara umum manfaat yang dapat diperoleh adalah proses pembelajaran lebih menarik, lebih interaktif, jumlah waktu mengajar dapat dikurangi, kualitas belajar dapat ditinggakan, dan proses belajar mengajar dapat dilakukan di mana dan kapan saja, serta sikap belajar siswa dapat ditingkatkan.
Sedangkan keunggulan multimedia pembelajaran adalah sebagai berikut.
1.      Memperbesar benda yang sangat kecil dan tidak tampak oleh mata, seperti kuman, bakteri, elektron, dan lain-lain.
2.      Memperkecil benda yang sangat besar, yang tidak mungkin dihadirkan di sekolah, seperti gajah, rumah, gunung, dan lain-lain.
3.      Menyajikan benda atau peristiwa yang kompleks, rumit dan berlangsung cepat atau lambat, seperti system tubuh manusia, bekerjanya suatu mesin, beredarnya planet Mars, berkembangnya bunga, dan lain-lain.
4.      Menyajikan benda atau peristiwa yang jauh, seperti bulan, bintang, salju, dan lain-lain.
5.      Menyajikan benda atau peristiwa yang berbahaya, seperti letusan gunung berapi, harimau, racun, dan lain-lain.
6.      Meningkatkan daya tarik dan perhatian siswa.

3.      Online Social Networking
Jejaring sosial (social network) adalah bentuk struktur sosial yang terdiri dari simpul-simpul yang saling terkait dan terikat oleh satu atau lebih tipe hubungan yang spesifik. Simpul-simpul yang dimaksudkan disini dapat berupa individu maupun organisasi.  Istilah jejaring sosial pertama kali diperkenalkan oleh Professor J.A Barnes pada tahun 1954. Jejaring sosial adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi) yang diikat dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll.
Jejaring sosial sebenarnya bentuk baru komunitas di Internet yang saling terhubung dengan cepat. Ini berbeda dengan jejaring social lima tahun yang lalu yang mungkin lebih dikenal sebagai forum diskusi , chat, messenger atau milis dimana pola komunikasinya terbatas hanya dalam forum tersebut saja.
Atau kalau mau lebih jauh, bentuk mailing list sebagai cikal bakal komunitas internet yang sudah lama digunakan.
Disebut jejaring karena kemampuannya untuk saling terhubung dengan cepat antara satu domain komunitas dengan komunitas lainnya. Misalnya, kalau kita gunakan tools status di Plurk.com, maka status kita dapat didistribusikan ke facebook, tumblr, twitter, multiply. Bahkan ada yang seolah-olah menjadi konsolidator semua domain komunitas sehingga fungsinya lebih praktis.
Manfaat jejaring sosial dalam pembelajaran:
1.      Menambah variasi dan gaya belajar
2.      Mempersempit jarak dan waktu
3.      Meringankan pekerjaan guru



4.      Online Information Searching
Istilah komunikasi dalam jaringan mengacu pada membaca, menulis dan berkomunikasi melalui/menggunakan jaringan komputer. Komunikasi dalam jaringan adalah cara berkomunikasi di mana penyampaian dan penerimaan pesan dilakukan dengan atau melalui jaringan internet. Komunikasi yang terjadi di dunia semu biasa disebut komunikasi dunia maya atau cyberspace.
Jenis Komunikasi Jaringan
1.      Komunikasi Dalam Jaringan Sinkron
Komunikasi dalam jaringan secara real time menggunakan computer sebgai media, disebut dengan komunikasi dalam jaringan serempak/sinkron. Contoh komunikasi sinkron misalkan aplikasi chat (yahoo messenger, google talk, MIRc, dan lain-lain).
2.      Komunikasi Dalam Jaringan Asinkron
Komunikasi dalam jaringan secara tunda menggunakan computer sebagai media, disebut dengan komunikasi dalam jaringan tak serempak/asinkron. Contoh komunikasi asinkron misalnya aplikasi e-mail, video streaming, dan lain-lain.
Komunikasi online lebih mengacu pada membaca, menulis, berbagi video kamera dan komunikasi melalui jaringan computer secara sinkron.
Tujuan Komunikasi Dalam Jaringan
·         Memungkinkan pengiriman data dalam jumlah besar secara efisien, ekonomis, dan tanpa kesalahan.
·         Dukungan pengendalian jarak jauh, sehingga memungkinkan pengguna mengendalikan computer dan perangkat dari jarak jauh.
·         Penggunaan computer secara terpusat ataupun tersebar, sehingga mendukung menajemen dalam hal kontol, baik desentralisasi ataupun sentralisasi.
·         Memudahkan pengelolaan, pengaturan data antara dua perangkat atau lebih.

5.      Games, Simulation and Creative Expressions
a.      Permainan (Games)
Menurut Hans Daeng (dalam Andang Ismail, 2009: 17) permainan adalah bagian mutlak dari kehidupan anak dan permainan merupakan bagian integral dari proses pembentukan kepribadian anak. Selanjutnya Andang Ismail (2009: 26) menuturkan bahwa permainan ada dua pengertian. Pertama, permainan adalah sebuah aktifitas bermain yang murni mencari kesenangan tanpa mencari menang atau kalah. Kedua, permainan diartikan sebagai aktifitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan kepuasan, namun ditandai pencarian menang-kalah.
Coleman (1967) menjabarkan beberapa manfaat belajar sambil bermain. Pertama, jika dipelajari dengan sungguh-sungguh, permainan akan memperbesar kemungkinan suksesnya proses belajar. Kedua, permainan merupakan versi sederhana dari kehidupan nyata yang kompleks dan dengan demikian melatih siswa untuk terjun ke dalamnya. Ketiga, permainan mencakup partisipasi aktif sehingga lebih efisien dibandingkan pengajaran secara pasif.
b.      Simulasi (Simulation)
Pengertian Simulasi
Menurut Pusat Bahasa Depdiknas (2005) simulasi  adalah satu metode pelatihan yang memperagakan sesuatu dalam bentuk tiruan (imakan) yang mirip dengan keadaan yang sesungguhnya; simulasi: penggambaran suatu sistem atau proses dengan peragaan memakai model statistic atau pemeran.
Udin Syaefudin Sa’ud (2005: 129) simulasi adalah sebuah replikasi atau visualisasi dari perilaku sebuah sistem, misalnya sebuah perencanaan pendidikan, yang berjalan pada kurun waktu yang tertentu. Jadi dapat dikatakan bahwa simulasi itu adalah sebuah model yang berisi seperangkat variabel yang menampilkan ciri utama dari sistem kehidupan yang sebenarnya. Simulasi memungkinkan keputusan-keputusan yang menentukan bagaimana ciri-ciri utama itu bisa dimodifikasi secara nyata.
Sri Anitah, W. DKK (2007: 5.22) metode simulasi merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran kelompok. Proses pembelajaran yang menggunakan metode simulasi cenderung objeknya bukan benda atau kegiatan yang sebenarnya, melainkan kegiatan mengajar yang bersifat pura-pura. Kegiatan simulasi dapat dilakukan oleh siswa pada kelas tinggi di sekolah dasar.
Dalam pembelajaran yang menggunakan metode simulasi, siswa dibina kemampuannya berkaitan dengan keterampilan berinteraksi dan berkomunikasi dalam kelompok. Di samping itu, dalam metode simulasi siswa diajak untuk dapat bermain peran beberapa perilaku yang dianggap sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Tujuan Simulasi
·         Melatih keterampilan tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari, 
·         Memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip,
·         Melatih memecahkan masalah,
·         Meningkatkan keaktifan belajar,
·         Memberikan motivasi belajar kepada siswa,
·         Melatih siswa untuk mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok,
·         Menumbuhkan daya kreatif siswa, dan
·         Melatih siswa untuk mengembangkan sikap toleransi.
c.       Ekspresi Kreatif (Creative Expressions)
Kreaivitas merupakan suatu ungkapan yang tidak asing lagi di dalam kehidupan sehari-hari, khususnya untuk anak usia prasekolah yang selalu berusaha untuk menciptakan segala sesuatu sesuai dengan imajinasinya. Kreatif adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang belum pernah ada sebelumnya dengan menekankan kemampuan yaitu yang berkaitan dengan kemampuan untuk mengkombinasikan, memecahkan atau menjawab masalah, dan cerminan kemampuan operasional anak kreatif. Sedangkan, Kreativitas adalah suatu proses yang menghasilkan sesuatu yang baru, dalam bentuk suatu gagasan atau suatu objek dalam suatu bentuk atau susunan yang baru (Hurlock dalam Basuki, 2010).
Ada berbagai alasan mengapa kreativitas penting untuk dimunculkan, dipupuk dan dikembangkan dalam diri anak. Pertama, dengan berkreasi anak dapat mewujudkan dirinya. Perwujudan diri merupakan salah satu kebutuhan manusia. Kedua, dengan anak selalu berpikir kreatif memungkinkan anak untuk menyelesaikan suatu masalah. Serta anak dapat mengekspresikan pikirannya tanpa ada batasan. Serta dapat melahirkan suatu gagasan baru. Ketiga, dengan menyibukkan diri secara kreatif akan memberikan kepuasan kepada anak. Hal ini karena tingkat kepuasan anak mempengaruhi perkembangan social emosional anak. Keempat, dengan kreativitas memungkinkan manusia untuk meningkatkan kualitas dirinya.
pendekatan ekspresif merupakan pendekatan yang mengkaji ekspresi perasaan atau temperamen penulis (Abrams, 1981:189).  Menurut Semi (1984), pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang menitikberatkan perhatian kepada upaya pengarang atau penyair mengekspresikan ide-idenya ke dalam karya sastra.
Jadi, creative expressions merupakan suatu kemampuan seseorang dalam menghasilkan sesuatu yang baru, baik dalam bentuk gagasan, objek atau susunan baru lainnya, yang menitikberatkan pada ekspresi perasaan atau tempramen pembuat karya tersebut.

D.    Tantangan Sistem Pendidikan Abad ke-21
1.      Guru masih terikat dengan pengajaran yang berasaskan tradisional.Penggunaan teknologi dalam pengajaran dan pembelajaran kurang diaplikasikan dalam pendidikan terutamanya di kawasan luar Bandar.
2.      Kaedah seperti mengambil nota menggunakan kertas adalah contoh satu cara yang menghalang perkembangan teknologi dalam pendidikan .Salah satu cara untuk mengintegrasi teknologi kedalam pendidikan adalah pengumpulan data dan menganalisis perlulah menggunakan perisian.
3.      Sistem pendidikan pada masa ini yang sering berubah dari segi penilaian,standard,kurikulum,pengajaran,pembangunan professional.Sistem pendidikan yang cekap dan sistematik perlulah diasaskan untuk memastikan sistem pendidikan  sepanjang hayat dapat diterapkan





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Generasi abad ke-21 adalah generasi yang berbeda dengan generasi yang sebelumnya. Manusia abad 21 harus mampu berpikir kritis dan kemauan kerja keras, mereka dituntut mampu mendefinisikan permasalahan kompleks yang tumpang tindih, tidak jelas domainnya; menggunakan keahlian dan perangkat yang tersedia baik manusia maupun elektronik untuk analisis dan riset; mendesain jenis tindakan dan solusi: mengatur implementasi solusi tersebut; menilai hasil; kemudian secara terus-menerus meningkatkan variasi solusi ketika kondisi berubah. Manusia pada abad 21 harus kreatif, mampu menciptakan solusi baru untuk permasalahan lama, menemukan prinsip baru dan penemuan baru, menciptakan cara baru untuk mengkomunikasikan gagasan baru, menemukan cara kreatif untuk mengatur proses kompleks. Berikut ini adalah ciri dari generasi abad 21, yaitu :
1.      Multitasking
2.      Multimedia Learning
3.      Online Social Network
4.      Online information Searching
5.      Games, Simulation, and Creative Expressions






DAFTAR PUSTAKA