Sabtu, 20 Desember 2014

Masjid Seribu Pintu Tangerang


Masjid Seribu Pintu Tangerang

Keunikan dan misteri masjid seribu pintu tangerang sejak era Kesultanan Banten, nuansa religius sangat kental mewarnai kehidupan masyarakat Banten. Wajar memang, mengingat Banten kala itu adalah merupakan pusat penyebaran agama Islam di ujung barat Pulau Jawa. Maka tak heran, potensi wisata Banten diera modern begitu didominasi wisata religi. Salah satunya adalah Masjid Pintu Seribu nama aslinya Masjid Nurul Yakin. Lokasinya di Kampung Bayur, Priuk Jaya, Jatiuwung, Kabupaten Tangerang, Banten. Cukup mudah dijangkau dengan mobil, hanya beberapa menit dari pusat Kota Tangerang.

Masjid ini dinamakan Masjid Seribu Pintu karena tidak ada yang tahu berapa jumlah sebenarnya pintu masjid ini. Bahkan, pengelola masjid pun tidak tahu persis berapa jumlah pintu yang ada. Karena mereka tidak pernah menghitung jumlah pintu yang ada di masjid itu.

Didirikan sekitar tahun 1978. Pendirinya seorang warga keturunan Arab yang warga sekitar menyebutnya dengan Al-Faqir. Semua pembiayaan dia tanggung sendiri. Sebagai penghormatan, warga sekitar memberinya gelar Mahdi Hasan Al-Qudratillah Al-Muqoddam. Kabarnya, Al-Faqir juga sedang membangun masjid serupa di Karawang, Madiun, dan beberapa kota lain di Indonesia.

Pembangunan masjid ini bahkan tidak memakai gambar rancang. Tidak ada disain dasar yang bisa menampilkan corak arsitektur tertentu. Ada pintu-pintu gerbang yang sangat ornamental mengikuti ciri arsitektur zaman Baroque, tetapi ada juga yang bahkan sangat mirip dengan arsitektur Maya dan Aztec.

Sekarang, bangunan mesjid ini sudah mencapai luas sekitar satu hektar. Diharapkan akan semakin banyak warga kampung mewakafkan tanahnya untuk memperluas bangunan mesjid di masa datang.

Di beberapa pintu, tampak ornamen dengan angka 999. Di antara pintu-pintu masjid terdapat banyak lorong sempit dan gelap yang menyerupai labirin. Di ujung lorong ada beberapa ruang berukuran sekitar empat kali tiga meter persegi. Ruang-ruang diberi nama, antara lain, Fathulqorib, Tanbihul-Algofilin, Safinatul-Jannah, Fatimah, dan lain-lain.

Salah satu ruang bawah tanah itu ada yang agak luas. Di sini terdapat sebuah tasbih superbesar dari kayu. Garis tengah masing-masing butir tasbihnya sekitar 10 sentimeter. Atau sekitar kepalan orang dewasa. Ruang ini biasa dipakai Al Faqir untuk berzikir.

Biasanya, pemandu sengaja mematikan lampu di ruangan itu, dan mengajak yang hadir untuk membayangkan saat-saat di alam kubur yang begitu sempit, pengap, dan gelap. Kemudian ia mengajak berdoa bersama dalam keheningan dan kegelapan. Semua lorong-lorong itu akhirnya menuju sebuah ruang terbuka yang mirip stadion sepak bola. Di tempat inilah dilakukan salat berjamaah.

Masjid Nurul Yakin atau lebih dikenal dengan sebutan masjid Sewu (seribu) memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan masjid lain di Banten. Selain memiliki seribu pintu, tasbih berukuran raksasa terpajang di salah satu sudut ruangan. Tak ada keterangan tertulis, apa makna dibalik aristektur bangunan itu.

Terletak di RT 01/03, Kampung Bayur, Priuk, Kota Tangerang. Pendiri masjid adalah seorang penyebar Islam kelahiran Arab bernama Alfakir Syekh Mahdi Hasan Alqudrotillah Almuqoddam. Salah satu keunikan masjid ini adalah ruangannya yang disekat-sekat hingga membentuk ruangan seperti mushola. Setiap ruangan (mushola) diberi nama. Ada mushola Fathulqorib, Tanbihul-Alqofilin, Durojatun Annasikin, Safinatu-Jannah, Fatimah hingga mushola Ratu Ayu. Masing-masing luas area mushola sekitar 4 meter.

Selain mushola, keunikan lain adalah tasbih berukuran raksasa terpajang di dalam ruangan. Memiliki 99 butir berdiameter 10 centimeter. Setiap butir bertuliskan nama Asma’ul-Husna. Konon, tasbih itu merupakan terbesar di Indonesia. Awalnya, masjid ini kurang begitu populer karena digerus zaman. Akan tetapi, setelah mulai dipublikasikan media, masjid itu kemudian banyak dikunjungi masyarakat dari berbagai penjuru, bukan saja nasional tapi masyarakat internasional.

Supandi S, seorang pengurus masjid bagian publikasi menuturkan, hingga sekarang belum diketahui makna yang terkandung di balik arsitektur masjid yang memiliki seribu pintu itu. Tak ada keterangan tertulis dari pendiri masjid. Kini, mushola di dalam masjid digunakan untuk aktifitas pesantren, seperti Tawasul, Dzikir hingga pengajian rutin.

Masjid seribu pintu diyakini sebagai salah satu tempat penyebaran Islam oleh pendirinya. Konon, penyebaran dilakukan dengan cara pembagian sembako untuk fakir miskin dan anak yatim piatu, “Sejarah di dalam masjid ini karena mempunyai pintu sebanyak seribu, selain itu cara penyebaran Islamnya dari beberapa generasi dengan cara pembagian sembako rutin setiap Jum’at,” ujar Supandi.

Menurutnya, masjid seribu ini menjadi salah satu tempat paling menarik bagi wisatawan. Tak hanya local tapi wisatawan asing. Seperti wisatawan dari negeri jiran (Malaysia), Brunai Darusalam, Tokyo hingga Singapura. Umumnya, mereka ingin mengetahui tasbih yang berukuran besar yang tertulis ayat-ayat Al Qur’an. “Mereka sangat kagum dengan tasbih itu,” katanya. Hanya saja, belum diketahui siapa pembuat dan sejak kapan tasbih itu dibuat. “Semuanya masih misteri,” pungkasnya.

SUMBER

http://www.unikbaca.com/2012/11/masjid-seribu-pintu-tangerang.html/


Selembar Kertas Beribu Kisah


Selembar Kertas Beribu Kisah
Dalam kehidupan, kertas adalah sebuah benda sederhana tetapi memiliki begitu banyak filosofi yang bisa didapatkan dari benda tersebut. Berikut ini adalah sedikit filosofi dari begitu banyaknya filosofi dari selembar kertas.

Pada dasarnya kertas itu berwarna putih, bersih, halus, tanpa ada sebuah titik atau noda sedikitpun. Ketika sebuah kertas ditemukan dengan sebuah pena, maka akan muncul berbagai macam ukiran-ukiran pada kertas putih tersebut. Dengan pena kita dapat menuliskan apapun yang diinginkan ke dalam kertas tersebut. Jika kita menuliskan sebuah kata-kata yang baik, indah, dan menulisnya penuh dengan rasa kebahagiaan, maka kertas itupun terlihat indah pula dan menarik bagi orang lain untuk melihat, membaca, serta memahami setiap kata yang terdapat di dalam sebuah kertas tersebut.

Tetapi jika kita mengisi kertas tersebut dengan kata-kata yang tidak baik, buruk, kasar dan menulisnyapun penuh dengan rasa amarah, maka kertas itu akan terlihat buruk, dan orang lainpun tidak akan tertarik, suka, dan bahkan untuk melihat, membacanya saja tidak ingin apalagi untuk memahami tulisan tersebut. Pada sebuah kertas yang sudah terisi jika kita ingin menghapus tulisan tersebut dengan berbagai cara apapun pasti akan meninggalkan sebuah bekas di dalamnya. Terakhir yang ada kertasnya malah semakin kusam dan kotor.

Atau jika kita menusukkan sebuah pena ke kertas, kemudian kita tarik pena kita. Apa yang masih tertinggal di sana? Ya, sebuah lubang besar dan terobeknya kertas tersebut. Ketika kita mulai merekatkan kembali sobekan-sobekan kertas tersebut dengan lem, yang kita dapatkan bukanlah kertas yang kembali utuh seperti semula. Masih ada sobekkan kertas yang tak dapat kita rekatkan kembali.

kertas terkadang dapat melambangkan kurang lebihnya sebuah karakter yang ada pada diri manusia. Kita dilahirkan ke dunia ini seperti selembar kertas putih, bersih tanpa ada sebuah noda. Dengan menjalani sebuah kehidupan ini dapat digambarkan seperti kita sedang menulis sebuah untaian kata, kalimat bahkan sebuah kisah cerita sekalipun. Jika kita mengisi kehidupan kita dengan perilaku yang baik, sopan, santun, lemah-lembut, berahlak mulia, dan penuh kasih sayang, maka semua orangpun dapat berperilaku yang sama kepada kita, bahkan orang lain dapat memahami setiap kehidupan yang kita jalani walaupun tidak 100% mereka dapat mengerti kita.

Tetapi jika kita memiliki perilaku senonoh, kasar, tidak baik, dan sebagainya, maka orang lainpun enggan untuk mendekati dan menjadi teman kita. Begitu pula dengan ucapan kita, jika kita mengucapkan kata-kata yang tidak baik, atau tidak enak untuk didengar akan meninggalkan kesan yang tidak baik pula bagi diri sendiri dan orang lain. Dan setiap ucapan yang telah keluar tidak akan bisa diulangi kembali atau dihapus kembali, seperti kita menuliskan sebuah kata-kata di atas selembar kertas jika dihapus pasti akan meninggalkan bekas.

Bahkan dengan ucapan kita juga dapat melukai hati seseorang dengan perkataan yang tidak baik atau tidak pantas untuk diucapkan. Terkadang sakit hati akibat perkataan sulit untuk disembuhkan, seperti kertas putih yang sudah terobek atau teremas oleh pena atau tangan kita. Seperti kata pepatah “mulutmu harimaumu”, maka dari itu kita sebagai manusia selayaknya menjaga setiap perbuatan dan tutur kata kita. Karena kita hidup di dunia ini tidak sendiri melainkan hidup dengan begitu banyak orang. Walaupun dihidup kita, kita adalah pemeran utamanya tetapi jika tidak ada orang lain hidup kita bagaikan kertas kosong yang tak berkisah. Jadi, bagaimanapun dan seperti apapun arti dari sebuah kehidupan itu, kita sendiri yang memulai dan membuat sebuah kisah dalam hidup kita.

Kutipan        :



Pemikiran Ronggo Warsito

Biografi Ronggo Warsito

Ronggo Warsito lahir di Surakarta, 10 Dulhijah 1728 H (15 Maret 1802 M) tepat 12.00 WIB (siang) dan wafat 24 Desember 1873 M. Nama aslinya Raden Bagus Burhan. Beliau adalah putra dari Raden Mas Ngabehi (RM. Ng.). Raden Ngabehi Ronggo Warsito merupakan julukan atau gelar sebagai pujangga keraton yang hebat. Tidak hanya itu, ia juga sebagai ahli agama dan ahli kebatinan.

Guru-gurunya di antaranya ialah Kiai Kasan Basri (pengasuh pesantren Gebang Tinatar, Tegal Sari, Ponorogo, melacak pemikiran tasawuf), Ki Tanujoyo (emban sekaligus guru mistik Ronggo Warsito). Buku yang sangat ia senangi yaitu Naskah Hindu koleksi Ki Ajar Sidalaku, Insan Kamil al Jili. Saat remaja ia bisa digolongkan sebagai pemuda yang nakal. Ia sangat suka nyabung ayam dan berjudi, sampai-sampai diusir dari pondoknya.

Pemikiran Ronggo Warsito

Amenangi zaman edan,
Ewuh aya ing pambudi,
Milu edan nora tahan,
Yen tan milu anglakoni,
Boya kadumen melik,
Kaliren wekasanipun,
Ndilalah kersa Allah,
Begja begjane kang lali,
Luwih begja kang eling klawan waspada,

Maknanya:
Menyaksikan zaman gila,
Serba susah dalam bertindak,
Ikut gila tidak akan tahan,
Tapi kalau tidak mengikuti (gila),
Tidak akan mendapat bagian,
Kelaparan pada akhirnya,
Namun telah menjadi kehendak Alloh,
Sebahagia-bahagianya orang yang lalai (lupa),
Akan lebih bahagia orang yang tetap ingat dan waspada.


SUMBER       :






Krisis Pendidikan


Krisis Pendidikan

Di zaman modern ini, banyak bermunculan berbagai macam krisis kehidupan  manusia, terutama pada bidang pendidikan. Dan sebagai manusia yang mempunyai akal pikiran kita dituntut untuk mampu memecahkan berbagai macam problematika yang terjadi baik di masa kini maupun  problematika untuk menjawab tantangan di masa mendatang. Berbagai macam teoripun bermunculan, seperti teori yang diungkapkan oleh para penganut filsafat perenialisme, yang mana menurut mereka perenialisme memberikan jalan keluar dan dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya.
Perenialisme diambil dari kata perennial, yang diartikan sebagai continuing throughout the whole year atau lasting for a very long time, yang bermakna abadi atau kekal. Dari makna tersebut mempunyai maksud bahwa perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal dan abadi.
Seperti yang telah dibahas, bahwa pada masa ini begitu banyak terjadinya krisis kehidupan terutama pada bidang pendidikan, salah satunya seperti kurangnya kemampuan peserta didik untuk menguasai beberapa mata pelajaran. Hasil-hasil riset internasional yang penting seperti PISA dan TIMNSS menunjukkan indonesia konsisten di bawah dalam kemampuan siswa di bidang matematika, sains, dan membaca. Hampir rata-rata banyak siswa yang tidak menyukai bidang matematika, sains dan membaca karena menurut pandangan mereka bidang tersebut begitu sulit dan membosankan untuk dipelajaran, terutama membaca. Padahal membaca itu sangat bermanfaat bagi seseorang untuk menambahkan wawasan pengetahuan mereka. Tetapi rata-rata siswa lebih suka membaca sesuatu yang menurut mereka menarik seperti komik, cerita pendek (cerpen), novel, bahkan terkadang membaca itu kalah menariknya dengan acara-acara stasiun televisi.
Padahal dalam proses belajar mengajar siswa belum tentu dapat menyimak seluruh pelajaran yang Ia terima dan belum tentu juga yang mereka simak dapat tertanam dipikiran mereka. Maka dari itu para peserta didik diharapkan untuk terus membaca agar dapat mengasah pengetahuan mereka serta sekaligus menambah wawasan pengetahuan mereka. Apalagi sekarang teknologi sudah lebih maju dari zaman sebelumnya, siswa dapat mencari semua hal pengetahuan dengan mudah dan cepat. Tetapi pada kenyataannya rata-rata teknologi digunakan untuk hal-hal yang menyimpang atau untuk hal-hal yang tidak berguna bagi kehidupan, yang biasanya dapat mengubah karakter siswa menjadi kurang baik.
Sebenernya semua ini bukan sepenuhnya kesalahan para peserta didik, mereka hanya kurang mendapatkan pengarahan dari orang dewasa karena minimnya pengetahuan yang mereka miliki. Di sinilah proses pendidikan sangat dibutuhkan untuk siswa sebagai pengembang kemampuan serta pembentukan karakter dalam diri mereka. Tetapi terkadang terjadi penghambatan dalam proses pendidikan, baik dari segi fasilitas, biaya dan sebagainya.
Guru adalah salah satu fasilitator pada saat proses kegiatan belajar mengajar. Tetapi terkadang pada kenyataannya sangat jarang ditemui guru yang benar-benar menjalankan profesinya. Rata-rata mereka hanya memberi materi dengan ceramah sedangkan siswa hanya sebagai pendengar yang belum tentu mendengarkan seluruh rangkaian materi yang sedang dijelaskan tersebut. Guru pun belum tentu menanyakan atau memberi evaluasi langsung kepada siswanya, setelah penyampaian materi. Sehingga siswa belum tentu dapat memahami serta menguasai materi yang telah disampaikan. Padahal pada dasarnya yang dinamakan proses belajar mengajar bukanlah seperti itu, tetapi kenyataannya pada pendidikan banyak dijumpai hal-hal yang seperti itu.
Semua krisis-krisis kehidupan yang muncul mungkin karena terjadinya perkembangan zaman dan teknologi. Pada aliran perenialisme menurut Zuhairini sebgaimana dikutip Abdul Khodir dalam bukunya filsafat pendidikan islam, menganggap bahwa zaman modern adalah zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan sehingga banyak menimbulkan krisis di segala bidang kehidupan manusia. Untuk menghadapi krisis tersebut, perenialisme memberikan pemecahan dengan jalan regressive road to culture, yaitu jalan kembali atau mundur kepada kebudayaan yang lama (masa lampau), kebudayaan yang dianggap ideal dan telah teruji ketangguhannya. Di sinilah pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam rangka mengembalikan keadaan manusia modern kepada kebudayaan masa lampau yang ideal. Dengan proses belajar mengajar siswa diberi tahu tentang nilai-nilai serta norma-norma yang ideal, serta mengajarkan siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan intelektual, dan pemikiran rasio mereka. Pendidikanpun harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiaanya pada kebudayaan yang telah teruji dan tangguh.
Tuntunan tertinggi dalam pembelajaran menurut perenialisme, adalah adalah latihan dan disiplin mental. Ketika proses belajar perlunya pembiasaan  pada diri anak sejak dini dengan kecakapan membaca, menulis, dan berhitung. Dari sini, siswa dilatih dan dibina cara pemikirannya, sehingga hal ini membuat manusia menjadi dirinya sendiri yang membedakannya dari mahluk yang lain.
Banyak yang berfikir bahwa tugas guru dalam proses pembelajaran adalah sebagai prantara dalam penyampaian materi. Tetapi menurut pandangan perenialisme, guru bukanlah sebuah prantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses belajar mengajar. Jadi, dalam proses pembelajaran bukan hanya murid yang belar, tetapi guru juga belajar untuk mengasah pengetahuaanya kembali, dan menambah wawasannya kembali.
Pada kenyataannya yang telah dibahas pada pembahasan sebelumnya. Pada saat ini, belum atau jarang dijumpainya guru yang benar-benar menjalankan profesinya sebagai guru. Sebenarnya begitu banyak pelatihan yang diadakan oleh kementrian pendidikan dengan tujuan untuk memberikan wawasan lebih kepada setiap guru. Tetapi pada kenyataannya begitu minim guru atau peserta yang mengikuti pelatihan-pelatihan tersebut. Padahal jika guru mengikuti pelatihan tersebut, guru dapat lebih mengetahui kurikulum apa yang sedang berjalan dan digunakan, guru juga dapat lebih memahami posisinya atau profesinya sebagai guru yang lebih berkualitas.
Bila guru tidak mengikuti sebuah pelatihan pun berdampak juga kepada siswanya atau proses belajar mengajarnya. Karena minimnya pengetahuan serta kurangnya penguasaan guru pada kurikulum yang sedang berjalan atau digunakan. Sehingga pemberian atau penyampaian materi menjadi terhambat atau menjadi tidak sesuai dengan yang direncanakan oleh pemerintah.
Selain masalah tersebut, terdapat juga masalah pada siswa seperti kurangnya nilai-nilai dan norma-norma pada diri mereka. Banyak terjadinya masalah pada pelajar seperti tauran antar siswa/sekolah, pergaulan bebas, beredarnya narkotika dalam kalangan pelajar. Bahkan kenyataannya siswa sekolah dasar juga sudah ada yang merokok. Semua itu karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman yang tertanam dalam diri siswa.
Begitu banyaknya krisis kehidupan di Indonesia, terutama dalam bidang pendidikan. Bagi para penganut perenialisme, aliran ini sangat tepat untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan. Karena perenialisme mengajak kita untuk kembali atau mundur kebudayaan lama (masa lampau). Selain itu aliran ini berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal dan abadi.
Menurut Plato, manusia secara kodrat memiliki tiga potensi: nafsu, kemauan, dan pikiran. Maka pendidikan hendaknya berorientasi pada ketiga potensi tersebut dan pada masyarakat, agar kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi. Dengan demikian keadaan pendidikan disesuaikan pada potensi manusia yang memiliki nafsu, kemauan dan pikiran. Sehingga pendidikan dapat terpenuhi dengan baik.

Daftar Pustaka