Senin, 04 Januari 2016

MATERI ANAK AUTIS


ANAK AUTIS
Autisme adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada seseorang yang kebanyakan diakibatkan oleh faktor hereditas dan kadang-kadang telah dapat dideteksi sejak bayi berusia 6 bulan. Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang merupakan bagian dari Kelainan Spektrum Autisme atau Autism Spectrum Disorders (ASD) dan juga merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung Gangguan Perkembangan Pervasif atau Pervasive Development Disorder (PDD). Autisme bukanlah penyakit kejiwaan karena ia merupakan suatu gangguan yang terjadi pada otak sehingga menyebabkan otak tersebut tidak dapat berfungsi selayaknya otak normal dan hal ini termanifestasi pada perilaku penyandang autisme.[2] Autisme adalah yang terberat di antara PDD.
            Deteksi dan terapi sedini mungkin akan menjadikan si penderita lebih dapat menyesuaikan dirinya dengan yang normal. Kadang-kadang terapi harus dilakukan seumur hidup, walaupun demikian penderita Autisme yang cukup cerdas, setelah mendapat terapi Autisme sedini mungkin, seringkali dapat mengikuti Sekolah Umum, menjadi Sarjana dan dapat bekerja memenuhi standar yang dibutuhkan, tetapi pemahaman dari rekan selama bersekolah dan rekan sekerja seringkali dibutuhkan, misalnya tidak menyahut atau tidak memandang mata si pembicara, ketika diajak berbicara.
            Karakteristik yang menonjol pada seseorang yang mengidap kelainan ini adalah kesulitan membina hubungan sosial, berkomunikasi secara normal maupun memahami emosi serta perasaan orang lain.
            Seseorang dikatakan menderita autisme apabila mengalami satu atau lebih dari karakteristik berikut: kesulitan dalam berinteraksi sosial secara kualitatif, kesulitan dalam berkomunikasi secara kualitatif, menunjukkan perilaku yang repetitif, dan mengalami perkembangan yang terlambat atau tidak normal. Di Amerika Serikat, kelainan autisme empat kali lebih sering ditemukan pada anak lelaki dibandingkan anak perempuan dan lebih sering banyak diderita anak-anak keturunan Eropa Amerika dibandingkan yang lainnya.[5] Di Indonesia, pada tahun 2013 diperkirakan terdapat lebih dari 112.000 anak yang menderita autisme dalam usia 5-19 tahun.[6] Sedangkan prevalensi penyandang autisme di seluruh dunia menurut data UNESCO pada tahun 2011 adalah 6 di antara 1000 orang mengidap autisme.[6]mal.[
                Gejala-gejala autisme dapat dilihat apabila seorang anak memiliki kelemahan di tiga domain tertentu, yaitu sosial, komunikasi, dan tingkah laku yang berulang.[7]
                Anak dengan autisme dapat tampak normal pada tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangsangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.
            Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun.
  1. Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa.
  2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
  3. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.
  4. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali.
  5. Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu
Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi para orang tua dan para praktisi untuk lebih waspasa dan peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :
  1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan
  2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada, menggenggam) hingga usia 12 bulan
  3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan
  4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan
  5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu
Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang memahami persoalan autisme.
Dokter spesialis yang cocok untuk mendeteksi Autisme adalah Dokter Spesialis Anak (Sp.A) yang dibantu oleh Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (Sp.KJ) untuk mengetahui antara lain tingkat kecerdasan Balita, Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala leher (Sp.THT-KL) untuk mengetahui antara lain pendegaran Balita Yang tidak/kurang responsif terhadap suara atau bahkan tidak dapat berkata-kata dan dapat disangka penderita Autisme, padahal bukan.
Simtoma klinis menurut DSM IV
A. Interaksi Sosial (minimal 2):
1.      Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak mata, ekspresi muka, posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju
2.      Kesulitan bermain dengan teman sebaya
3.      Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat
4.      Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2 arah
B. Komunikasi Sosial (minimal 1):
1.      Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non verbal
2.      Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris
3.      Bahasa aneh & diulang-ulang/stereotip
4.      Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi social
C. Imaginasi, berpikir fleksibel dan bermain imaginatif (minimal 1):
1.      Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan, baik intensitas dan fokusnya
2.      Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak berguna
3.      Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian tertentu dari suatu benda
Gejala autisme dapat sangat ringan (mild), sedang (moderate) hingga parah (severe), sehingga masyarakat mungkin tidak menyadari seluruh keberadaannya. Parah atau ringannya gangguan autisme sering kemudian di-paralel-kan dengan keberfungsian. Dikatakan oleh para ahli bahwa anak-anak dengan autisme dengan tingkat intelegensi dan kognitif yang rendah, tidak berbicara (nonverbal), memiliki perilaku menyakiti diri sendiri, serta menunjukkan sangat terbatasnya minat dan rutinitas yang dilakukan maka mereka diklasifikasikan sebagai low functioning autism. Sementara mereka yang menunjukkan fungsi kognitif dan intelegensi yang tinggi, mampu menggunakan bahasa dan bicaranya secara efektif serta menunjukkan kemampuan mengikuti rutinitas yang umum diklasifikasikan sebagai high functioning autism. Dua dikotomi dari karakteristik gangguan sesungguhnya akan sangat berpengaruh pada implikasi pendidikan maupun model-model treatment yang diberikan pada para penyandang autisme. Kiranya melalui media ini penulis menghimbau kepada para ahli dan paktisi di bidang autisme untuk semakin mengembangkan strategi-strategi dan teknik-teknik pengajaran yang tepat bagi mereka. Apalagi mengingat fakta dari hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa 80% anak dengan autisme memiliki intelegensi yang rendah dan tidak berbicara atau nonverbal. Namun sekali lagi, apapun diagnosa maupun label yang diberikan prioritasnya adalah segera diberikannya intervensi yang tepat dan sungguh-sungguh sesuai dengan kebutuhan mereka.
Referensi baku yang digunakan secara universal dalam mengenali jenis-jenis gangguan perkembangan pada anak adalah ICD (International Classification of Diseases) Revisi ke-10 tahun 1993 dan DSM (Diagnostic And Statistical Manual) Revisi IV tahun 1994 yang keduanya sama isinya. Secara khusus dalam kategori Gangguan Perkembangan Perpasiv (Pervasive Developmental Disorder/PDD): Autisme ditunjukkan bila ditemukan 6 atau lebih dari 12 gejala yang mengacu pada 3 bidang utama gangguan, yaitu: Interaksi Sosial – Komunikasi – Perilaku.
Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:
  • Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler pada awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi verbal
  • The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen pada awal tahun 1990-an.
  • The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka
  • The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi.
Diagnosa yang akurat dari Autisme maupun gangguan perkembangan lain yang berhubungan membutuhkan pengamatan yang menyeluruh terhadap: perilaku anak, kemampuan komunikasi dan kemampuan perkembangan lainnya. Akan sangat sulit mendiagnosa karena adanya berbagai macam gangguan yang terlihat. Observasi dan wawancara dengan orang tua juga sangat penting dalam mendiagnosa. Evaluasi tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu memungkinkan adanya standardisasi dalam mendiagnosa. Tim dapat terdiri dari neurolog, psikolog, pediatrik, paedagog, patologis ucapan/kebahasaan, okupasi terapi, pekerja sosial dan lain sebaginya.

Penyebab

Hingga kini apa yang menyebabkan seseorang dapat menderita autisme belum diketahui secara pasti. Riset-riset yang dilakukan oleh para ahli medis menghasilkan beberapa hipotesa mengenai penyebab autisme. Dua hal yang diyakini sebagai pemicu autisme adalah faktor genetik atau keturunan dan faktor lingkungan seperti pengaruh zat kimiawi ataupun vaksin.[8]

Faktor genetik

Faktor genetik diyakini memiliki peranan yang besar bagi penyandang autisme walaupun tidak diyakini sepenuhnya bahwa autisme hanya dapat disebabkan oleh gen dari keluarga.[7] Riset yang dilakukan terhadap anak autistik menunjukkan bahwa kemungkinan dua anak kembar identik mengalami autisme adalah 60 hingga 95 persen sedangkan kemungkinan untuk dua saudara kandung mengalami autisme hanyalah 2,5 hingga 8,5 persen.[7] Hal ini diinterpretasikan sebagai peranan besar gen sebagai penyebab autisme sebab anak kembar identik memiliki gen yang 100% sama sedangkan saudara kandung hanya memiliki gen yang 50% sama.[7]

Faktor lingkungan

Ada dugaan bahwa autisme disebabkan oleh vaksin MMR yang rutin diberikan kepada anak-anak di usia dimana gejala-gejala autisme mulai terlihat.[9] Kekhawatiran ini disebabkan karena zat kimia bernama thimerosal yang digunakan untuk mengawetkan vaksin tersebut mengandung merkuri.[9] Unsur merkuri inilah yang selama ini dianggap berpotensi menyebabkan autisme pada anak. Namun, tidak ada bukti kuat yang mendukung bahwa autisme disebabkan oleh pemberian vaksin. Penggunaan thimerosal dalam pengawetan vaksin telah diberhentikan namun angka autisme pada anak semakin tinggi.[9]

Penanganan autisme

Intensitas dari treatment perilaku pada anak dengan autisme merupakan hal penting, namun persoalan-persoalan mendasar yang ditemui di Indonesia menjadi sangat krusial untuk diatasi lebih dahulu. Tanpa mengabaikan faktor-faktor lain, beberapa fakta yang dianggap relevan dengan persoalan penanganan masalah autisme di Indonesia di antaranya adalah:
  1. Kurangnya tenaga terapis yang terlatih di Indonesia. Orang tua selalu menjadi pelopor dalam proses intervensi sehingga pada awalnya pusat-pusat intervensi bagi anak dengan autisme dibangun berdasarkan kepentingan keluarga untuk menjamin kelangsungan pendidikan anak mereka sendiri.
  2. Belum adanya petunjuk treatment yang formal di Indonesia. Tidak cukup dengan hanya mengimplementasikan petunjuk teatment dari luar yang penerapannya tidak selalu sesuai dengan kultur kehidupan anak-anak Indonesia.
  3. Masih banyak kasus-kasus autisme yang tidak di deteksi secara dini sehingga ketika anak menjadi semakin besar maka semakin kompleks pula persoalan intervensi yang dihadapi orang tua. Para ahli yang mampu mendiagnosa autisme, informasi mengenai gangguan dan karakteristik autisme serta lembaga-lembaga formal yang memberikan layanan pendidikan bagi anak dengan autisme belum tersebar secara merata di seluruh wilayah di Indonesia.
  4. Belum terpadunya penyelenggaraan pendidikan bagi anak dengan autisme di sekolah. Dalam Pasal 4 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah diamanatkan pendidikan yang demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dukungan ini membuka peluang yang besar bagi para penyandang autisme untuk masuk dalam sekolah-sekolah umum (inklusi) karena hampir 500 sekolah negeri telah diarahkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan inklusi.
  5. Permasalahan akhir yang tidak kalah pentingnya adalah minimnya pengetahuan baik secara klinis maupun praktis yang didukung dengan validitas data secara empirik (Empirically Validated Treatments/EVT) dari penanganan-penanganan masalah autisme di Indonesia. Studi dan penelitian autisme selain membutuhkan dana yang besar juga harus didukung oleh validitas data empirik, namun secara etis tentunya tidak ada orang tua yang menginginkan anak mereka menjadi percobaan dari suatu metodologi tertentu. Kepastian dan jaminan bagi proses pendidikan anak merupakan pertimbangan utama bagi orang tua dalam memilih salah satu jenis treatment bagi anak mereka sehingga bila keraguan ini dapat dijawab melalui otoritas-otoritas ilmiah maka semakin terbuka informasi bagi masyarakat luas mengenai pengetahuan-pengetahuan baik yang bersifat klinis maupun praktis dalam proses penanganan masalah autisme di Indonesia.

Terapi

Beberapa jenis terapi bersifat tradisional dan telah teruji dari waktu ke waktu sementara terapi lainnya mungkin baru saja muncul. Tidak seperti gangguan perkembangan lainnya, tidak banyak petunjuk treatment yang telah dipublikasikan apalagi prosedur yang standar dalam menangani autisme. Bagaimanapun juga para ahli sependapat bahwa terapi harus dimulai sejak awal dan harus diarahkan pada hambatan maupun keterlambatan yang secara umum dimiliki oleh setiap anak autis, misalnya; komunikasi dan persoalan-persolan perilaku. Treatment yang komprehensif umumnya meliputi; Terapi Wicara (Speech Therapy), Okupasi Terapi (Occupational Therapy) dan Applied Behavior Analisis (ABA) untuk mengubah serta memodifikasi perilaku.
Berikut ini adalah suatu uraian sederhana dari berbagai literatur yang ada dan ringkasan penjelasan yang tidak menyeluruh dari beberapa treatment yang diakui saat ini. Menjadi keharusan bagi orang tua untuk mencari tahu dan mengenali treatment yang dipilihnya langsung kepada orang-orang yang profesional dibidangnya. Sebagian dari teknik ini adalah program menyeluruh, sedang yang lain dirancang menuju target tertentu yang menjadi hambatan atau kesulitan para penyandangnya.
  • Educational Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: Applied Behavior Analysis (ABA) yang prinsip-prinsipnya digunakan dalam penelitian Lovaas sehingga sering disamakan dengan Discrete Trial Training atau Intervensi Perilaku Intensif.
  • Pendekatan developmental yang dikaitkan dengan pendidikan yang dikenal sebagai Floortime.
  • TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication – Handicapped Children).
  • Biological Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: diet, pemberian vitamin dan pemberian obat-obatan untuk mengurangi perilaku-perilaku tertentu (agresivitas, hiperaktif, melukai diri sendiri, dsb.).
  • Speech – Language Therapy (Terapi Wicara), meliputi tetapi tidak terbatas pada usaha penanganan gangguan asosiasi dan gangguan proses auditory/pendengaran.
  • Komunikasi, peningkatan kemampuan komunikasi, seperti PECS (Picture Exchange Communication System), bahasa isyarat, strategi visual menggunakan gambar dalam berkomunikasi dan pendukung-pendukung komunikasi lainnya.
  • Pelayanan Autisme Intensif, meliputi kerja team dari berbagai disiplin ilmu yang memberikan intervensi baik di rumah, sekolah maupun lngkungan sosial lainnya.
  • Terapi yang bersifat Sensoris, meliputi tetapi tidak terbatas pada Occupational Therapy (OT), dan Auditory Integration Training (AIT).
Dengan adanya berbagai jenis terapi yang dapat dipilih oleh orang tua, maka sangat penting bagi mereka untuk memilih salah satu jenis terapi yang dapat meningkatkan fungsionalitas anak dan mengurangi gangguan serta hambatan autisme. Sangat disayangkan masih minim data ilmiah yang mampu mendukung berbagai jenis terapi yang dapat dipilih orang tua di Indonesia saat ini. Fakta menyebutkan bahwa sangat sulit membuat suatu penelitian mengenai autisme. Sangat banyak variabel-variabel yang dimiliki anak, dari tingkat keparahan gangguannya hingga lingkungan sekitarnya dan belum lagi etika yang ada didalamnya untuk membuat suatu penelitian itu sungguh-sungguh terkontrol. Sangat tidak mungkin mengontrol semua variabel yang ada sehingga data yang dihasilkan dari penelitian-penelitian sebelumnya mungkin secara statistik tidak akurat.
Tidak ada satupun jenis terapi yang berhasil bagi semua anak. Terapi harus disesuaikan dengan kebutuhan anak, berdasarkan pada potensinya, kekurangannya dan tentu saja sesuai dengan minat anak sendiri. Terapi harus dilakukan secara multidisiplin ilmu, misalnya menggunakan; okupasi terapi, terapi wicara dan terapi perilaku sebagai basisnya. Tenaga ahli yang menangani anak harus mampu mengarahkan pilihan-pilihan anda terhadap berbagai jenis terapi yang ada saat ini. Tidak ada jaminan apakah terapi yang dipilih oleh orang tua maupun keluarga sungguh-sungguh akan berjalan efektif. Namun, tentukan salah satu jenis terapi dan laksanakan secara konsisten, bila tidak terlihat perubahan atau kemajuan yang nyata selama 3 bulan dapat melakukan perubahan terapi. Bimbingan dan arahan yang diberikan harus dilaksanakan oleh orang tua secara konsisten. Bila terlihat kemajuan yang signifikan selama 3 bulan maka bentuk intervensi lainnya dapat ditambahkan. Tetap bersikap obyektif dan tanyakan kepada para ahli bila terjadi perubahan-perubahan perilaku lainnya.

Prognosis

Diperkirakan terdapat 400.000 individu dengan autisme di Amerika Serikat. Sejak tahun 80 – an, bayi-bayi yang lahir di California – AS, diambil darahnya dan disimpan di pusat penelitian Autisme. Penelitian dilakukan oleh Terry Phillips, seorang pakar kedokteran saraf dari Universitas George Washington. Dari 250 contoh darah yang diambil, ternyata hasilnya mencengangkan; seperempat dari anak-anak tersebut menunjukkan gejala autis. National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) memperkirakan bahwa autisme dan PDD pada tahun 2000 mendekati 50 – 100 per 10.000 kelahiran. Penelitian Frombonne (Study Frombonne: 2003) menghasilkan prevalensi dari autisme beserta spektrumnya (Autism Spectrum Disorder/ASD) adalah: 60/10.000 – best current estimate dan terdapat 425.000 penyandang ASD yang berusia dibawah 18 tahun di Amerika Serikat. Di Inggris, data terbaru adalah: 62.6/10.000 ASD. Autisme secara umum telah diketahui terjadi empat kali lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan yang terjadi pada anak perempuan. Hingga saat ini penyebabnya belum diketahui secara pasti. Saat ini para ahli terus mengembangkan penelitian mereka untuk mengetahui sebabnya sehingga mereka pun dapat menemukan ‘obat’ yang tepat untuk mengatasi fenomena ini. Bidang-bidang yang menjadi fokus utama dalam penelitian para ahli, meliputi; kerusakan secara neurologis dan ketidakseimbangan dalam otak yang bersifat biokimia. Dr. Ron Leaf saat melakukan seminar di Singapura pada tanggal 26 – 27 Maret 2004, menyebutkan beberapa faktor penyebab autisme, yaitu:
  • Genetic susceptibility – different genes may be responsible in different families
  • Chromosome 7 – speech / language chromosome
  • Variety of problems in pregnancy at birth or even after birth
Meskipun para ahli dan praktisi di bidang autisme tidak selamanya dapat menyetujui atau bahkan sependapat dengan penyebab-penyebab di atas. Hal terpenting yang perlu dicatat melalui hasil penelitian-penelitian terdahulu adalah bahwa gangguan autisme tidak disebabkan oleh faktor-faktor yang bersifat psikologis, misalnya karena orang tua tidak menginginkan anak ketika hamil.
Bagaimana di Indonesia? Belum ditemukan data yang akurat mengenai keadaan yang sesungguhnya di Indonesia, namun dalam suatu wawancara di Koran Kompas; Dr. Melly Budhiman, seorang Psikiater Anak dan Ketua dari Yayasan Autisme Indonesia menyebutkan adanya peningkatan yang luar biasa. “Bila sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang autisme diperkirakan satu per 5.000 anak, sekarang meningkat menjadi satu per 500 anak” (Kompas: 2000). Tahun 2000 yang lalu, Dr. Ika Widyawati; staf bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memperkirakan terdapat kurang lebih 6.900 anak penyandang autisme di Indonesia. Jumlah tersebut menurutnya setiap tahun terus meningkat. Hal ini sungguh patut diwaspadai karena jika penduduk di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 160 juta, kira-kira berapa orang yang terdata sungguh-sungguh menyandang austime beserta spektrumnya?

Perkembangan penelitian autisme

Penelitian mengenai autisme pertama kali diprakarsai oleh seorang psikiater asal Amerika Serikat, Leo Kanner, pada tahun 1943.[10] Melalui makalah risetnya yang berjudul "Autistic Disturbances of Affective Contact", Kanner mendiagnosa sebelas orang anak yang memiliki gangguan yang sama dan mendeskripsikannya sebagai "autisme".[10] Pada masa itu, anak-anak penderita autisme dianggap sebagai anak yang bodoh dan terbelakang bukan sebagai anak yang mengalami gangguan perkembangan.[10] Hasil penelitian yang dilakukan Kanner ini kemudian menjadi titik tolak perkembangan penelitian autisme serta perubahan pandangan masyarakat terhadap anak-anak yang menderita autisme.
Tahun 1960 penanganan anak dengan autisme secara umum didasarkan pada model psikodinamika, menawarkan harapan akan pemulihan melalui experiential manipulations (Rimland, 1964). Namun model psikodinamika dianggap tidak cukup efektif. Pada pertengahan tahun 1960-an, terdapat sejumlah laporan penelitian bahwa pelaku psikodinamik tidak dapat memberikan apa yang mereka janjikan (Lovaas, 1987). Melalui berbagai literatur, dapat disebutkan beberapa ahli yang memiliki perbedaan filosofis, variasi-variasi treatment dan target-target khusus lainnya, seperti:
  • Rimland (1964): Meneliti karakteristik orang tua yang memiliki anak dengan autisme, seperti: pekerja keras, pintar, obsesif, rutin dan detail. Ia juga meneliti penyebab autisme yang menurutnya mengarah pada faktor biologis.
  • Bettelheim (1967): Ide penyebab autisme adalah adanya penolakan dari orang tua. Infantile Autism disebabkan harapan orang tua untuk tidak memiliki anak, karena pada saat itu psikoterapi yang sangat berpengaruh, maka ia menginstitusionalkan 46 anak dengan autistime untuk keluar dari stress berat. Namun tidak dilaporkan secara detail kelanjutan dari hasil pekerjaannya tersebut.
  • Delacato (1974): Autisme disebabkan oleh Brain injured. Sebagai seorang Fisioterapi maka Delacato memberikan treatment yang bersifat sensoris. Pengaruh ini kemudian berkembang pada Doman yang dikemudian hari mengembangkan metode Gleen Doman.
  • Lovaas (1987): Mengaplikasikan teori Skinne dan menerapkan Behavior Modification kepada anak-anak berkebutuhan khusus, termasuk anak dengan autistisme di dalamnya. Ia membuat program-program intervensi bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang dilakukannya di UCLA. Dari hasil program-program Lovaas, anak-anak dengan autisme mendapatkan program modifikasi perilaku yang kemudian berkembang secara professional dalam jurnal-jurnal psikologi.

                       
                

LAPORAN HASIL WAWANCARA BAHASA INDONESIA


LAPORAN HASIL WAWANCARA
KEBAHASAAN



Dosen  : Dema Tesniyadi, M. Pd.

Nama                           : Nia Maulida
NIM                            : 2227132465
Semester/Kelas            : 3/D
Prodi                           : Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)
Fakultas                       : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Identitas Narasumber

Nama               : Hj. Aliyah, S. Pd.
Tempat Lahir   : Tangerang
Tanggal Lahir  : 1 April 1965
Jabatan                        : Guru Kelas 1 Sekolah Dasar
Nama Sekolah : SD Negeri Sudimara Timur
Alamat            : Jl. Winong Dalam No.19 Rt003/008, Sudimara Timur, Ciledug, Tangerang.
No.Hp             : 0858-8347-1723

















Panduan Wawancara
1.      Menurut Ibu, apakah pengertian dari Bahasa baku ?
Jawaban         :
Bahasa baku adalah Bahasa Indonesia yang telah disahkan, yang bersifat resmi, telah dikondifikasikan (disesuaikan), dan diakui serta dipakai oleh masyarakat  Indonesia secara luas dan sesuai dengan kaidah-kaidah Bahasa Indonesia dan ejaan yang disempurnakan (EYD).

2.      Apa saja manfaat dari penerapan Bahasa baku dalam sekolah dasar ?
Jawaban         :
·         Siswa dapat lebih mengerti dan memahami tentang Bahasa baku dan tidak baku.
·         Siswa dapat membedakan antara Bahasa baku dan tidak baku.
·         Siswa mampu dan terampil dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
·         Siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam membaca, menulis, mendengarkan (menyimak), dan berbicara.

3.      Apakah peran guru dalam penerapan Bahasa baku dalam sekolah dasar ?
Jawaban         :
Peran guru dalam penerapan Bahasa baku di sekolah dasar itu seperti membawa, mengajak, membimbing anak ke arah berbicara yang lebih baik, serta memberikan motivasi kepada anak tentang betapa pentingnya penggunaan Bahasa baku dalam kehidupan.

4.      Apakah metode yang digunakan dalam penerapan Bahasa baku ?
Jawaban         :
Metode yang biasa dipakai kalau dalam pembelajaran itu seperti ceramah, percakapan (interaksi) guru dengan siswa atau siswa dengan siswa, selain itu juga dengan cara pembiasaan diri seperti guru selalu menggunakan Bahasa baku ketika dalam kegiatan belajar mengajar atau berinteraksi maka siswanya akan terbiasa dan terlatih menggunakan Bahasa baku.

5.      Apakah ada kesulitan dalam penerapan Bahasa baku di sekolah dasar ? jika ada seperti apa contohnya?
Jawaban         :
Sejauh ini tidak ada kesulitan dalam penerapan Bahasa baku, karena rata-rata pada anak sekolah dasar mereka itu memiliki sifat peniru yang baik.

6.      Saat ini pembelajaran menggunakan sistem kurikulum 2013, yang di mana siswa dituntut untuk lebih aktif berbicara, apakah dalam penerapan Bahasa baku ini menemui hambatan dalam penerapannya ?
Jawaban         :
Ada, karena dalam pembelajaran siswa itu harus lebih aktif, dan sekarang ini sistem belajarnya itu rata-rata berkelompok, jadi anak jika berdiskusi ada saja yang masih menggunakan bahasa sebaya. Tetapi rata-rata lingkungan di sekitar sekolah itu biasanya menggunakan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa sehari-hari.

7.      Apakah ada perbedaan pada anak yang dapat menggunakan Bahasa baku dengan anak yang lebih sering menggunakan Bahasa ibu ?
Jawaban         :
Kalau dari segi nilai itu tidak ada perbedaan antara anak yang dapat menggunakan Bahasa baku dengan anak yang menggunakan Bahasa ibu. Kalau dari segi penerimaan materi mungkin anak yang dapat menggunakan Bahasa baku itu lebih mudah memahami maksud dari sebuah materi yang disampaikan dan anak yang dapat menggunakan Bahasa baku itu lebih lancar dalam berbicara.

8.      Pada anak yang sering menggunakan Bahasa ibu, bagaimana guru menyikapi anak tersebut untuk dapat terbiasa menggunakan Bahasa baku ketika berbicara ?
Jawaban         :
Pada anak yang lebih sering menggunakan Bahasa ibu biasanya menyikapinya dengan cara pendekatan terhadap siswa tersebut serta pelatihan dan pembiasaan untuk menggunakan Bahasa baku. Tetapi seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, masyarakat di daerah ini rata-rata menggunakan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa sehari-hari, jadi masalah seperti itu juga jarang ditemukan, mungkin hanya beberapa anak saja yang seperti itu.

9.      Pada saat ini banyak anak kecil yang sering menggunakan Bahasa alay dalam berinteraksi, bagaimana tanggapan Ibu sendiri sebagai guru ?
Jawaban         :
Kalau Bahasa alay itu wajar saja, tetapi jangan menggunakan Bahasa kasar atau tidak baikdan jika ingin beinteraksi menggunakan Bahasa seperti itu (alay) harus menyesuaikan dengan kondisi tempat. Dan jangan terlalu sering menggunakan Bahasa alay karena itu bisa saja menghilangkan atau mengurangi kosa kata Bahasa baku kita.



Kesimpulan
Bahasa baku adalah Bahasa Indonesia yang telah disahkan, yang bersifat resmi, telah dikondifikasikan (disesuaikan), dan diakui serta dipakai oleh masyarakat  Indonesia secara luas dan sesuai dengan kaidah-kaidah Bahasa Indonesia dan ejaan yang disempurnakan (EYD). Penggunaan Bahasa baku itu sangat bermanfaat, keterampilan berbahasa juga bisa meningkatkan kemampuan membaca, menulis, mendengarkan (menyimak), dan berbicara. Mungkin banyak yang memandang bahwa penerapan Bahasa baku di sekolah dasar itu sulit, sebenarnya tidak semua anak itu sulit untuk belajar Bahasa baku, karena pada anak sekolah dasar sifat penirunya itu masih sangat tinggi. Tetapi mungkin untuk sekolah yang terdapat di daerah pelosok atau sekolah yang berada di daerah yang penggunaan Bahasa daerahnya itu masih kental, agak sulit untuk menerapkan Bahasa baku, apalagi untuk berinteraksi sesama kaum sebaya. Pada dasarnya penerapan penggunaan Bahasa baku pada siswa sekolah dasar itu tergantung kepada peran guru dalam penyampaian pelajaran atau komunikasi dengan siswanya. Jika seorang guru selalu memakai Bahasa baku maka siswa akan terlatih dan terbiasa untuk menggunakan Bahasa baku baik secara lisan maupun tulis.















Lampiran
 

  


PSIKOLOGI PENDIDIKAN


TUGAS MERESUME
Psikologi Pendidikan Dan Perkembangan Peserta Didik


Nama : Nia Maulida
Kelas : II D-PGSD
NIM  : 2227132465



Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Tahun 2014

BUKU 1
Judul buku      : psikologi pendidikan
Penulis             : Drs. Sumadi Suryabrata, B.A., M.A., Ed.S., Ph.D.
Penerbit           : rajawali pers
Tahun terbit     : 2011
Kota terbit       : Jakarta





















Bab 1
PENDAHULUAN
A.    Perlu Dan Pentingnya Psikologi Pendidikan
Sejak anak manusia yang pertama lahir ke dunia, telah ada dilakukan usaha-usaha pendidikan. Demikian pula semenjak manusia saling bergaul, telah ada usaha-usaha dari orang-orang yang lebih mampu dalam hal-hal tertentu untuk mempengaruhi orang-orang lain teman bergaul mereka, untuk kepentingan kemajuan orang-orang bersangkutan itu.
Bagi pendidik ia harus bertanggung jawab, bahwa dia dalam melaksanakan tugasnya harus dapat disesuaikan dengan “keadaan” si anak didik. Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami sesame manusia, dengan tujuan untuk dapat memperlakukannya dengan lebih tepat. Karena itu pengetahuan psikologis mengenai anak didik dalam proses pendidikan adalah hal yang perlu dan penting bagi setiap pendidik.

B.     Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan
Samuel Smith telah mengadakan studi mengenai 18 buah buku-buku tentang psikologi pendidikan yang dipandang baik (standar textbook). Smith (Pintner dkk., 1953, p, ix) menggolong-golongkan persoalan yang dikupas oleh ahli-ahli yang diselidikinya menjadi 16 macam, yaitu:
1)      the science of educational psychology
2)      heredity
3)      physical structure
4)      growth
5)      behavior processes
6)      nature and scope of learning
7)      factors that condition learning
8)      law and theories of learning
9)      measurement: basic principles and definitions
10)  transfer of training: subject matter
11)  practical aspect of measurement
12)  element of statistics
13)  mental bygiene
14)  character education
15)  psychology of secondary school subject
16)  psychology of elementary school subject
proses pendidikan yaitu proses si pendidik dengan sengaja dan penuh tanggung jawab memberikan pengaruhnya kepada anak didik, demi kebahagiaan anak didik. Pada hakikatnya inti persoalan psikologis terletak pada anak didik, sebab pendidikan adalah perlakuan terhadap anak didik dan secara psikologis perlakuan ini harus selaras mungkin dengan keadaan anak didik.

C.    Sistematik Isi Buku
Dalam buku ini disajikan tentang studi psikologis, yaitu tentang aktivitas individu-individu (dalam arti tingkah laku yang tampak dan aktivitas serta pengalaman batin) dalam proses pendidikan dengan anak didik sebagai pusatnya. Adapun soal-soal psikologis yang berperan dalam proses pendidikan ini dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok, seperti berikut ini:
kelompok pertamayang bersumber pada peninjauan individu dalam statusnya sebagai anak didik, yaitu anak didik dalam situasi pendidikan. Dalam kelompok ini dapat tercakup hal-hal berikut:
1)      Sifat-sifat yang umum aktivitas manusia, ditinjau secara psikologis.
2)      Di samping aktivitas-aktivitas yang bersifat umum, pada para anak didik didapatkan sifat-sifat individual yang khas.
3)      Selain ditemukan perbedaan antara individu yang satu dan individu yang lain dalam hal ini kepribadian mereka masih ditemukan adanya sifat-sifat individual yang lain yang khas (inteligensi).
4)      Sifat kekhasan yang dimiliki setiap individu yang besar perananya terutama pada pendidikan, yaitu bakat.
Kelompok kedua bersumber pada peninjauan individu dalam proses pendidikan. Pendidikan berusaha merangsang dan memberi arah perubahan ini sesuai dengan cita-cita pendidikan yang menjadi pedoman usaha itu. Dalam hal ini ada dua soal pokok, yaitu:
1)      Pertama membicarakan perubahan individu ke arah kemajuan itu secara teknis kita sebut perkembangan.
2)      Soal-soal kedua membicarakan perubahan pada individu yang terjadi karena belajar.
3)      Selanjutnya masih ada satu hal lagi yang langsung bersangkutan dengan anak didik  dalam proses pendidikan, yaitu masalah evaluasi hasil-hasil pendidikan.
Kelompok ketiga akan mencakup berbagai soal yang belum dibicarakan di atas. Kelompok ketiga ini makin mendesak untuk mendapat penyorotan. Apa yang dimaksud di sini ialah seperti:
1)      Masalah psikologis dalam bimbingan dan konseling.
2)      Masalah khusus yang lain adalah tentang individu-individu yang tidak dapat mengikuti pendidikan biasa.
3)      Masalah pendidikan orang dewasa terutama dari sudut pandang psikologis.
4)      Selanjutnya masih ada satu hal lagi yang sebenarnya merupakan suatu hal yang belum tersentuh tangan ahli, yaitu soal psikologi bahan pelajaran.















Bab 2
Sifat-Sifat Umum Aktivitas Manusia

A.    Perhatian
1.      Pengertian
Definisi perhatian itu diberikan oleh para ahli psikologi menjadi dua macam, yaitu kalau diambil intinya saja dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.       Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju kepada suatu objek. (lihat Stern, 1950, p. 653, dan Bigot, 1950, hlm. 163)
b.      Perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas yang dilakukan.
Dalam tulisan ini kedua pengertian (arti) itu dipakai keduanya secara bertukar-tukar. Untuk dapat menangkap maksudnya hendaklah pengertian tersebut tidak dilepaskan dari konteksnya (kalimatnya).
2.      Macam-Macam Perhatian
Untuk memudahkan persoalan, maka perhatian digolong-golongkan menurut cara tertentu. Adapun golong-golongan atau macam-macamnya perhatian itu adalah sebagai berikut:
a.       Atas dasar intensitasnya, yaitu banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas atau pengalaman batin, maka dibedakan menjadi:
(1)   Perhatian intensif, dan
(2)   Perhatian tidak intensif
Makin banyak kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas atau pengalaman batin berarti makin intensiflah perhatiannya. Dalam hal ini para ahli telah mengadakan penyelidikan-penyelidikan yang hasilnya memberi kesimpulan: bahwa tidak mungkin melakukan dua aktivitas yang kedua-duanya disertai oleh perhatian yang intensif.
Selain itu ternyata makin intensif perhatian yang menyertai suatu aktivitas akan makin sukseslah aktivitas itu.
b.      Atas dasar cara timbulnya, perhatian dibedakan menjadi:
(1)   Perhatian spontan (perhatian tak-sekehendak, perhatian yang tak disengaja).
(2)   Perhatian sekehendak (perhatian disengaja, perhatian refleksi).
Contoh:
Pada suatu hari Sabtu jam 12.00 para mahasiswa sedang asyik mengikuti kuliah yang diberikan oleh dosen baru (dengan perhatian yang disengaja). Sekonyong-konyong terdengarlah rebut-ribut di samping ruangan kuliah, sehingga para mahasiswa menengok (dengan perhatian yang tak disengaja) untuk mengetahui apakah kiranya yang terjadi.
c.       Atas dasar luasnya objek yang dikenai perhatian, perhatian dibedakan menjadi:
(1)   Perhatian terpencar (distributif), pada suatu saat perhatiannya akan tertujud kepada bermacam-macam objek. Contoh seperti seorang sopir yang sedang mengendarai mobil, yang pada suatu saat perhatiannya akan tertuju kepada bermacam-macam objek, seperti keadaan lalu lintas, tanda-tanda yang diberikan oleh polisi lalu lintas., dan
(2)   Perhatian terpusat (konsentratif), pada suatu saat hanya dapat tertuju kepada objek yang sangat terbatas, seperti seorang tukang jam yang sedang memperbaiki jam.
3.      Hal-Hal Yang Menarik Perhatian
Di dalam hal-hal yang dapat menarik perhatian kita dapat melihatnya daridua segi, yaitu dari segi objek yang diperhatikan dan dari segi subjek yang memperhatikan.
a.       Dipandang dari segi objek, maka dapat dirumuskan bahwa “hal yang menarik perhatian adalah hal yang keluar dari konteksnya” atau kalau dikatakan secara sederhana “hal yang menarik perhatian adalah hal yang lain dari lain-lainnya. Kelainan atau perbedaan dari yang lain ini dapat bermacam-macam, misalnya:
“dalam sebuah barisan salah seorang di antara yang berbaris itu memakai baju merah, sedang lain-lainnya berbaju putih, maka si baju merah itu tentu menarik perhatian”.
b.      Dipandang dari subjek yang memperhatikan maka dapat dirumuskan bahwa:
Hal yang menarik perhatian adalah yang sangat bersangkut-paut dengan pribadi si subjek. Hal yang bersangkut-paut dengan pribadi si subjek itu juga dapat bermacam-macam, misalnya:
(1)   Hal-hal yang bersangkut-paut dengan kebutuhan itu menarik perhatian;
(2)   Hal yang bersangkut-paut dengan kegemaran;
(3)   Hal yang bersangkut-paut dengan pekerjaan atau keahlian;
(4)   Hal yang bersangkut-paut dengan sejarah hidup sendiri;
(5)   Dan lain-lainnya.
4.      Beberapa Kesimpulan Praktis
a.       Aktivitas yang disertai dengan perhatian intensif akan lebih sukses, prestasinya akan lebih tinggi.
b.      Perhatian spontan atau perhatian tak disengaja cenderung untuk berlangsung lebih lama dan lebih intensif daripada perhatian yang disengaja.
c.       Dalam kenyataannya sebagian besar pelajaran justru diterima oleh murid dengan perhatian yang disengaja; karena itu guru atau pendidik seharusnya berusaha menarik perhatian anak-anak didiknya.

B.     Pengamatan
1.      Pengertian
Manusia mengenal dunia wadag atau dunia riil, baik dirinya sendiri maupun dunia sekitar tempatnya berbeda dengan melihat, mendengar, membau atau mengecap. Cara mengenal objek yang demikian itu disebut mengamati; sedangkan melihat, mendengar, dan seterusnya itu disebut modalitas pengamatan. Dunia pengamatan biasanya dilukiskan menurut aspek pengaturannya. Adapun pengaturan tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Pengaturan menurut sudut pandang ruang, seperti atas-bawah, kiri-kanan, jau-dekat, dan sebagainya.
b.      Pengaturan menurut sudut pandang waktu, seperti masa lampau, kini dan masa yang akan datang dalam berbagai variasinya.
c.       Pengaturan menurut sudut pandang Gestalt. Suatu Gestalt adalah sesuatu yang merupakan kebulatan dan dapat berdiri sendiri lepas dari yang lain, misalnya rumah, orang, meja, kursi, dan sebagainya.
d.      Pengaturan menurut sudut pandangan arti. Objek-objek yang diamati kita beri arti atau kita amati menurut artinya.
2.      Pengelihatan
Dari kelima modalitas pengamatan seperti pengelihatan, pendengaran, rabaan, pembauan, atau penciuman, yang telah mendapatkan penilitian psikologis secara meluas dan mendalam adalah pengelihatan. Menurut objeknya masalah pengelihatan digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu (1) melihat bentuk, (2) melihat dalam, dan (3) melihat warna.
1.      Melihat Bentuk
Yang dimaksud melihat bentuk adalah melihat objek yang berdimensi dua.
(1)   Hubungan objek pokok dan latar belakang
(a)    Objek pokok lebih berbentuk, latar belakang kurang berbentuk;
(b)   Objek pokok di depan, latar belakang di belakang;
(c)    Latar belakang cenderung untuk meluas di belakang objek pokok;
(d)   Batas-batas (contour) termasuk pada daerah objek pokok, bukan pada latar belakang;
(e)    Objek pokok lebih berkesan, lebih mudah diingat, lebih cenderung untuk punya arti.
(2)   Hukum-hukum Gestalt pengelihatan
Adapun prinsip-prinsip tersebut, yang dapat kita sebut hukum-hukum Gestalt adalah sebagai berikut:
(a)    Hukum terdekat, artinya yang terdekat merupakan Gestalt.
(b)   Hukum ketertutupan, artinya yang tertutup merupakan Gestalt.
(c)    Hukum kesamaan, artinya yang sama merupakan Gestalt.
(3)   Peranan sikap batin subjek
Jika terdapat struktur hukum Gestalt yang belum jelas, maka mana yang merupakan Gestalt itu tergantung kepada kita; Gestalt itu dapat deretan menegak, deretan mendatar, deretan miring ke kiri, deretan miring ke kanan, tergantung kepada sikap batinkita (keinginan kita untuk menjadikan yang mana merupakan Gestalt itu).
Jadi makin kurang jelas struktur medan pengelihatan, maka makin pentinglah peranan sikap batin orang yang mengamati. Hal yang demikian itu tidak hanya berlaku bagi objek yang berdimensi dua saja, tetapi juga pada objek-objek yang lain.
(4)   Konstansi bentuk
Dapat diketahui sesuatu objek dari berbagai sudut, sehingga bentuk perspektifnya berlainan pula. Akan tetapi ketika dirasa (rasa, mengerti) bahwa bentuk bendanya itu tetap dan satu saja.
2.      Melihat Dalam
Maksud melihat dalam ialah melihat objek berdimensi tiga. Salah satu gejala terpenting ialah konstansi besar. Misalnya tapak tangan yang di tempatkan dalam jarak 20 cm dan 40 cm dari mata dilihat sebagai sama besarnya. Hal yang demikian itu disebabkan oleh:
(1)   Objek-objek yang dihadapi tidak dilihat sebagai fenomena-fenomena yang berdiri sendiri, melainkan selalu dalan hubungan satu sama lain dalam konteks tertentu.
(2)   Prinsip proposionalitas, yaitu bahwa proporsi atau perbandingan benda-benda satu terhadapyang lain serta terhadap tempatnya adalah sama.
3.      Melihat Warna
(1)   Nilai afektif warna
Masing-masing warna mempunyai nada yang membentuk medan tingkah laku, memberi corak kepada perbuatan atau reaksi orang. Misalnya warna-warna yang dipergunakan untuk kamar-kamar di rumah sakit itu tidak akan diberi warna gelap atau mencolok, melainkan akan diberi warna yang sejuk, tenang, lunak.
(2)   Nilai lambing warna
Warna mempunyai sifat-sifat potensial dalam abstracto yang dapat memberi kesan tertentu kepada seseorang, misalnya;
·         Warna hitam melambangkan kegelapan, kesedihan;
·         Putih melambangkan kesucian, cahaya;
·         Merah melambangkan sifat-sifat ekspansif, dominan, vital, berani;
·         Dan sebagainya.
Catatan praktis
(1)   Bersandar atas pengetahuan kita mengenai nilai afektif warna sebaiknya kita dapat mempergunakan warna sebagai salah satu perlengkapan kita dalam mendidik anak.
(2)   Dalam pendidikan keindahan dan pendidikan kepribadian, nilai lambing warna dapat merupakan salah satu alat yang sangat berguna.
3.      Pendengaran
Mendengar adalah menangkap bunyi-bunyi (suara) dengan indera pendengar. Bunyi berfungsi menjadi dua macam, yaitu:
(a)    Sebagai tanda (signal), dan
(b)   Sebagai lambing.
Pada hal yang pertama kita menghadapi ekspresi (misalnya teriakan-teriakan karena ketakutan, terkejut, kagum dan sebagainya), sedangkan pada hal yang kedua kita menghadapi Bahasa.
Bunyi atau suara dapat digolongkan atas dasar dua cara, yaitu:
(a)    Berdasarkan atas keteraturan dapat kita bedakan antara:
(1)   Gemerisik, dan
(2)   Nada
(b)   Selanjutnya nada biasa dibeda-bedakan atas dasar:
(1)   Tinggi rendahnya, yang tergantung kepada besar kecilnya frekuensi;
(2)   Intensitasnya, yang tergantung pada amplitudonya;
(3)   Timbrenya, yang tergantung kepada kombinasi bermacam-macam frekuensi dalam tinggi rendahnya suara.
Selanjutnya masalah Gestalt, kalau dilihat dapat disifatkan pertama-tama oleh sifat ruangdan pengaturan objek-objek yang dilihat di ruang itu, maka objek yang didengar ditandai oleh pengaturannya dalam waktu. Kalau dalam pengelihatan didapatkan Gestalt-Gestalt local yaitu Gestalt bersandarkan pengaturan dalam ruang, maka dalam pendengaran didapatkan Gestalt-Gestalt temporal, yaitu Gestalt berdasarkan pengaturan dalam waktu. Hal ini menggambarkan adanya retensi dari apa yang baru saja didengar dan antisipasi daripada apa yang akan segera didengar.
4.      Rabaan
Istilah rabaan mempunyai dua arti, yaitu:
(a)    Meraba, sebagai perbuatan aktif, yang meliputi juga indera keseimbangan atau kinestesi, dan
(b)   Pengalaman raba secara pasif, yang melingkup pula beberapa indera, atau kemampuan lain, yaitu:
(1)   Indera untuk sentuh dan tekanan,
(2)   Indera untuk mengamati panas,
(3)   Indera untuk mengamati dingin,
(4)   Indera untuk merasa sakit, dan
(5)   Indera untuk vibrasi
Indera-indera kinestesi, sentuh dan tekanan, panas, dingin, rasa sakit, umumnya berfungsi penting dalam kehidupan sehari-hari orang yang normal, sedangkan indera vibrasi umumnya tidak mempunyai peranan penting, akan tetapi bagi orang yang kurang normal indera vibrasi dapat mengambil alih fungsi indera yang lain.
5.      Pembauan (Penciuman)
Arti psikologis bau dan pembauan (penciuman) masih sedikit sekali diteliti oleh para ahli, walaupun dalam kehidupan sehari-hari secara popular kita telah menyaksikan pengaruh bau-bauan kepada aktivitas manusia. Swaatdeaker (Kohnstamm, dkk., 1955:103) menggolong-golongkan bau menjadi Sembilan macam bau, yaitu:
(1)   Bau etheris,
(2)   Bau aromatis,
(3)   Bau bunga,
(4)   Bau amber,
(5)   Bau bawang,
(6)   Bau sangit,
(7)   Bau kapril,
(8)   Bau tak sedap, dan
(9)   Bau memuakkan.
6.      Pencecapan
Dalam kehidupan sehari-hari variasi rasa cecapan itu dibedakan menjadi banyak sekali, akan tetapi indera pencecap terutama hanya peka terhadap empat macam rasa pokok, yaitu:
(1)   Manis,
(2)   Asam,
(3)   Asin, dan
(4)   Pahit.
7.      Beberapa Masalah Praktis
(a)    Kita mengenal dunia riil dengan pancaindera. Pengamatan merupakan pintu gerbang untuk masuknya pengaruh dari luar, baik pengaruh dunia fisis, pengalaman maupun pendidikan. Karena kedudukan fungsi pengamatan yang demikian sentral maka sudah sewajarnya apabila alat-alat pengamatan, yaitu pancaindera, mendapatkan perhatian yang secukupnya oleh para pendidik. Usaha-usaha ini pada pokoknya dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu:
(1)   Usaha-usaha yang bersifat preventif, yaitu penjagaan jangan sampai pancaindera menjadi cedera atau menjadi tidak normal berfungsinya, penyediaan alat yang memenuhi syarat, serta fasilitas-fasilitas tertentu.
(2)   Usaha-usaha yang bersifat korektif atau kuratif, yaitu usaha-usaha untuk memperbaiki atau menyembuhkan pancaindera yang kurang normal atau kurang sehat.
(b)   Para ahli psikologi menggolongkan manusia dalam menangkap dan meresapkan. Sesuai dengan modalitas pengamatan, maka ada lima tipe manusia, yaitu:
(1)   Tipe visual
(2)   Tipe auditif
(3)   Tipe taktil
(4)   Tipe gustative
(5)   Tipe olfaktoris
(c)    Selama sistem di sekolah serta pendidikan masih seperti sekarang ini, maka diantara kelima modalitas pengamatan yang paling penting peranannya adalah penglihatan dan pendengaran.

C.    Tanggapan Dan Variasinya
1.      Pengertian Tanggapan
Linschoten mengemukakan bahwa “menanggap adalah melakukan kembali sesuatu perbuatan atau melakukan sebelumnya sesuatu perbuatan tanpa hadirnya objek fungsi primer yang merupakan dasar dari modalitas tanggapan itu” (Kohn stamm, dkk., 1955: 106). Tanggapan terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
(1)   Tanggapan masa lampau tanggapan ingatan,
(2)   Tanggapan masa datang atau tanggapan mengantisipasikan,
(3)   Tanggapan masa kini atau tanggapan representative (tanggapan mengimajinasikan).
2.      Bayangan Pengiring
Mengemukakan deretan gejala dari yang paling berperaga, dengan berpangkal kepada pengamatan, sampai kepaling yang kurang berperaga, yaitu berpikir. Adapun deretan tersebut adalah, pengamatan, bayangan pengiring, bayangan eidetik, tanggapan dan pengertian.
Bayangan pengiring adalah bayangan yang timbul setelah kita melihat sesuatu warna. Bayangan pengiring terbagi menjadi dua macam, yaitu:
(1)   Bayangan pengiring positif, yaitu bayangan pengiring yang sama dengan warna objeknya.
(2)   Bayangan pengiring negatif, yaitu bayangan pengiring yang tak sama dengan warna objeknya.
3.      Bayangan Eidetik
Bayangan eidetik adalah bayangan yang sangat jelas dan hidup, sehingga menyerupai pengamatan. Bayangan eidetik ini terutama terdapat pada anak-anak dan menghilang dengan datangnya pubertas.


4.      Beberapa Catatan Praktis
Tanggapan memainkan peranan penting dalam belajarnya atau berkembangnya anak didik. Sebagai fungsi yang bahannya diasalkan dari fungsi lain, maka tanggapan juga digolongkan berdasarkan dengan indera. Karena itu dalam memberikan pendidikan hendaklah perbedaan individual itu diperhatikan.

D.    Fantasi
1.      Pengertian
Fantasi didefinisikan sebagai daya untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan yang sudah ada, dan tanggapan baru itu tidak harus sesuai dengan benda-benda yang ada. Fantasi berfungsi untuk memungkinkan manusia untuk berorientasi dalam alam imajiner, melampaui dunia riil.
2.      Klasifikasi
Secara garis besar fantasi digolongkan menjadi dua macam, yaitu:
(1)   Fantasi tak disadari, adalah fantasi yang terjadi dengan tak disengaja, jadi orang melampaui dunia riil dengan tak disengaja.
(2)   Fantasi disadari, yaitu fantasi yang disadari dengan disengaja, da nada usaha dari subjek untuk masuk ke dunia imajiner. Fantasi disadari ini juga terbagi lagi menjadi dua, yaitu secara aktif yang dikendalikan oleh pikiran dan kemauan, dan secara pasif tidak dikendalikan. Dari kedua fantasi tersebut baik yang aktif maupun pasif bersifat mengabstraksiakan, mendeteminasikan atau mengombinasikan.
Selanjutnya fantasi yang disadari secara aktif dibagi menjadi dua macam, yaitu:
(1)   Fantasi mencipta, yaitu fantasi yang mengadakan (menciptakan) tanggapan yang benar-benar baru.
(2)   Fantasi terpimpin, yaitu fantasi yang mengikuti gambaran angan-angan (buah fantasi) orang lain.
3.      Nilai Praktis Fantasi
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, fantasi itu sangat besar gunanya, antara lain:
(a)    Fantasi memungkinkan manusia untuk dapat lebih memahami sesamanya.
(b)   Fantasi memungkinkan orang menyelami sifat-sifat kemanusiaan pada umumnya.
(c)    Fantasi memungkinkan orang melepaskan diri dari ruang dan waktu, seperti memahami apa yang telah terjadi di tempat lain (belajar geografi); dan memahami apa yang terjadi di waktu lain (belajar sejarah).
(d)   Fantasi memungkinkan orang melepaskan diri dari kesukaran yang dihadapi.
(e)    Fantasi memungkinkan orang untuk menyelesaikan konflik riil secara imajiner.
(f)    Fantasi memungkinkan manusia untuk membentuk masa depan yang ideal dan berusaha merealisasinya.
4.      Beberapa Catatan Praktis
Merupakan keharusan bagi pendidik untuk menaruh perhatian besar pada masalah fantasi. Di sekolah, pada tiap pelajaran terkandung kemungkinan yang cukup luas untuk mengembangkan fantasi itu. Agar fantasi tetap sehat, tetap dalam rangka yang berguna bagi kehidupan para anak didik, serta generasi baru itu dididik untuk mengahadapi hidup yang optimism.


E.     Ingatan
1.      Pengertian
Ingatan didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan memproduksi kesan-kesan. Ingatan yang baik memiliki sifat seperti, cepat atau mudah mencamkan (menerima kesan), setia, teguh, luas dalam menyimpan, dan siap atau sedia dalam memproduksi kesan-kesan.
2.      Mencamkan
Mencamakan itu dibedakan menjadi dua, yaitu:
(1)   Mencamkan yang sekehendak (menghafal), dan
(2)   Mencamkan yang tak sekehendak (tidak dikehendaki).
penelitian dan eksperimen telah berhasil merumuskan hal-hal yang dapat membantu menghafal atau mencamkan itu. Sementara dari hasil-hasil tersebut sebagai berikut:
a.       Menyuarakan menambah pencaman.
b.      Pembagian waktu belajar yang tepat.
c.       Menggunakan metode belajar, yaitu:
(1)   Metode keseluruhan atau metode G (Ganzlern-methode), yaitu metode menghafal dengan mengulang berkali-kali dari permulaan awal sampai akhir.
(2)   Metode bagian atau metode T (teillernmethode), yaitu menghafal sebagian demi sebagian.
(3)   Metode campuran atau metode V (vermittelendelern-methode), yaitu menghafal bagian-bagian yang sukar dahulu, selanjutnya dipelajari dengan metode keseluruhan.
Factor-faktor menambah dan mempertinggi pencaman, yaitu:
(1)   Mneumotechnik atau titian ingatan, yaitu dengan akal dicari jalan supaya bahan yang diafal mudah dicamkan.
(2)   Penggolongan secara rythmis.
(3)   Penggolongan kesatuan dalam ruang (secara ruang: table, bagan, dan sebagainya).
(4)   Penggolongan menjadi kumpulan yang berarti.
3.      Mengingat Dan Lupa
Mengingat dan lupa dapat ditunjukkan dalam satu pengertian saja, yaitu retensi, karena memang sebenarnya kedua hal tersebut hanya memandang hal yang satu dan sama dari segi yang berlainan. Hal yang diingat adalah hal yang tidak dilupakan, dan hal yang dilupakan itu hal yang tidak diingat. Dari hasil uji coba dapat diambil kesimpulan, yaitu setelah kita selesai mencamkan, banyak sekali hal-hal yang kita lupakan, tetapi lebih kemudian yang kita lupakan lagi makin lama makin sedikit. Ebbinghaus mengadakan eksperimen tentang kiranya kalau selang beberapa waktu orang berusaha mencamkannya kembali. Hasilnya, maka bahan yang ingin kita ingat dengan baik, haruslah terus menerus kita ulangi; dan kita harus membagi waktu belajar dengan baik.
Selanjutnya dalam hubungan soal mencamkan perlu dikemukakan satu hal lagi yang sangat penting, yaitu interferensi. Interferensi ialah menjadi lebih sukarnya belajar yang disebabkan oleh hambatan bahan-bahan yang telah dipelajari lebih dulu.
4.      Reproduksi
Reproduksi adalah pengaktifan kembali hal-hal yang telah dicamkan. Reproduksi ada dua bentuk, yaitu mengingat kembali (recall), dan mengenal kembali (recognition). Adapun perbedaan antara keduanya, yaitu:
(a)    Mengingat kembali taka da objek yang dapat dipakai sebagai tumpuan atau pegangan dalam bentuk reproduksi itu.
(b)   Mengenal kembali ada sesuatu yang dapat dipakai sebagai tumpuan dalam melakukan reproduksi itu sebagai objek untuk mencocokan.
5.      Asosiasi
Asosiasi adalah hubungan antara tanggapan yang satu dengan tanggapan yang lainnya dalam jiwa. Adapun hukum-hukum asosiasi adalah (a) hukum sama saat, (b) hukum berturutan, (c) hukum kesamaan, (d) hukum berlawanan, dan (e) hukum sebab akibat.
6.      Beberapa Catatan Praktis
Penyelidikan psikologi tentang ingatan telah cukup banyak dilakukan oleh para ahli dan hasilnya banyak yang bersangkut paut dengan soal belajar.
a.       Pada waktu menghafal hendaklah kondisi-kondisi diatur sedemikian rupa, sehingga dapat dicapai hasil maksimal.
b.      Mereproduksi dapat diperlancar dengan memperkaya atau menyempurnakan Bahasa.
c.       Mengingat akan interferensi dapatlah diatur waktu-waktu untuk belajar sebaik-baiknya.
d.      Dengan pengaturan kondisi dan penggunaan metode yang tepat akan meningkatkan kemampuan ingatan.

F.     Berpikir
1.      Pengertian
Berpikir adalah proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya. Ada pendapat yang menekankan kepada tujuan berpikir, yaitu yang mengatakan bahwa berpikir adalah meletakkan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan kita (Bigot dkk., 1950: 103).
2.      Proses Berpikir
a.       Pembentukan Pengertian
Pengertian logis dibentuk melalui empat tingkat, sebagai berikut:
(1)   Menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis. Objek tersebut kita perhatikan unsur-unsurnya satu demi satu.
(2)   Membanding-bandingkan ciri-ciri tersebut untuk diketemukan ciri-ciri yang sama.
(3)   Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-cirinya yang tidak hakiki.
b.      Pembentukan Pendapat
Membentuk pendapat adalah meletakkan hubungan antara dua buah pengertian atau lebih. Pendapat dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
(1)   Pendapat afirmatif atau positif, yaitu pendapat yang secara tegas menyatakan keadaan sesuatu.
(2)   Pendapat negative, yaitu pendapat yang menindakkan, yang secara tegas menerangkan tentang tidak adanya sesuatu sifat pada suatu hal.
(3)   Pendapat modalitas atau kebarangkalian, yang itu pendapat yang menerangkan kemungkinan-kemungkinan suatu sifat pada suatu hal.
c.       Penarikan Kesimpulan Atau Pembentukan Keputusan
Keputusan ialah hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam keputusan, yaitu:
(1)   Keputusan induktif, yaitu keputusan yang diambil dari pendapat-pendapat khusus menuju kesatu pendapat umum.
(2)   Keputusan deduktif ditarik dari hal yang umum ke hal yang khusus.
(3)   Keputusan analogis, ialah keputusan yang diperoleh dengan jalan membandingkan atau menyesuaikan dengan pendapat-pendapat khusus yang telah ada.
3.      Psikologi Pikir
Psikologi pikir biasanya dianggap dimulai oleh O. Kulpe dengan mazhabnya, mazhab Wurzburg, yang kemudian dilanjutkan oleh mazhab Koln dan mazhab Mannhein.
a.       Intisari Pendapat Mazhab Wurzburg.
Berdasarkan penelitian teman-temannya dan penelitiannya sendiri, pada tahun 1912 Kulpe berpidato tentang masalah berpikir itu:
“ueber die Moderne Psychologie des Denkens”. Adapun pokok-pokok pikiran yang dikemukakannya dalam pidato itu adalah:
(1)   Ada isi kesadaran yang tak berperaga. Berpikir adalah aktivitas jiwa yang abstrak dan tak dapat dijabarkan dari permainan tanggapan-tanggapan.
(2)   Dalam proses berpikir aktivitas “aku” memegang peranan penting.
(3)   Proses berpikir dikuasai oleh tendens determinasi yang ditimbulkan oleh Denkaufgabe (hal yang dipikirkan). Berpikir adalah kejadian abstrak, proses kesadaran, yang menjadi kuat dan mendapat arah Karena Denkaufgabe.
b.      Intisari Pendapat Mazhab Koln.
(1)   Hasil penelitian Frohn mengenai berpikirnya anak bisu-tuli memberikan kesimpulan, bahwa anak bisu-tuli, anak terbelakang, dan anak kecil tak dapat melepaskan diri dari hal yang berperaga; tak dapat melakukan generalisasi.
(2)   Lapisan-lapisan kesadaran.
Teori lapisan-lapisan; kesadaran (Theorie der Bewustseinsschichtungen).
(a)    Isi teori tersebut: (tiga lapisan kesadaran)
1.      Tanggapan individual
2.      Tanggapan bagan (schematis)
3.      Pengertian abstrak
(b)   Peranan lapisan-lapisan kesadaran tersebut: berpikir adalah proses yang dinamis, jiwa dapat beroperasi pada ketiga tingkatan (tertinggi, berperaga, terendah). Bila menghadapi masalah yang baru misalnya, maka pikiran diturunkan ke tingkat yang konkret, untuk: (1) mendapatkan penyelesaian, atau (2) membuat verifikasi penyelesaian itu.
(c)    Nilai teori tersebut bagi praktik pendidikan. Tujuannya untuk menemukan cara berpikir yang dapat memberikan hasil yang sebaik-baiknya.
(1)   Untuk itu maka harus ada bahan konkret berperaga secukupnya, karena segala proses berpikir berpangkal pada tingkat konkret itu.
(2)   Pada perkembangan tingkat yang lebih tinggi (abstrak) harus ada, karena berpikir yang sebenarnya adalah berpikir abstrak.


c.       Intisari Pendapat Mazhab Mannheim.
Eksperimen-eksperimen mazhan Mannheim merupakan kelanjutan daripada apa yang telah diketemukan dan dirumuskan oleh mazhab Wurzburg. Tujuan utama mazhab ini ialah menyusun teori berpikir yang benar-benar lepas dari asosiasi. Selz (pemimpin mazhab Mannheim) ia mengakui adanya Bewusstheitbyang dikemukakan oleh Ach yaitubkesadaran tanpa tanggapan adanya sesuatu. Berdasarkan konsepsi Meinong, Alexius, maka pengertian ini dikembangkan menjadi ajaran tentang “mengetahi tanpa tanggapan (Wissen tanpa Vorstellung), yaitu kesadaran tentang kenyataan relasi (hubungan)”. Menurut Selz dalam keadaan potensial kita punya banyak sekali macam wissen.
Berpikir reproduktif, yaitu sebagian besar adalah terjadi dari aktualisasi dari pada wissen-wissen yang potensial itu, dan bukan hasil tendens reproduksi bersama-sama dengan Aufgabe dan tendens determinasi. Berpikir produktif, yaitu di mana dapat dihasilkan hasil pikir yang baru, tidak hanya reproduksi dari pengalaman yang lampau.
Atas dasar hasil penelitian mazhab Mannheim, Selz merumuskan pendapat pokok tentang proses berpikir itu:
(1)   Berpikir itu berarah tujuan, berpikir adalah aktivitas yang abstrak, dengan arah yang ditentukan oleh soal yang harus dipecahkan.
(2)   Proses berpikir itu adalah proses melengkapkan kompleks (komplexerganzung, complex completion).
(3)   Bagan antisipasi, yaitu metode penyelesaian yang berwujud bagan yang timbul atau ditimbulkan oleh tugas pikir.
(4)   Berpikir adalah mempergunakan metode penyelesaian soal yang umumnya berlangsung tanpa mengetahui penyelesaian itu.
4.      Beberapa Catatan Praktis
a.       Kewajiban pendidik di samping mengembangkan aspek-aspek lain daripada anak didik kita untuk memberikan bimbingan sebaik-baiknya bagi perkembangan pikir itu.
b.      Perkembangan Bahasa yang baik adalah keharusan untuk perkembangan pikir yang baik.
c.       Dalam memberikan bimbingan yang terpenting bukan memberikan pengertian sebanyak-banyaknya, melainkan memberikan pengertian terbatas yang fungsional.
d.      Pengetahuan siap adalah bekal agar orang dapat berpikir tepat dan cepat.
e.       Peranan tanggapan yaitu, sebagai bahan ilustrasi, dan sebagai bahan verifikasi.
f.       Latihan untuk mempergukan dan membuat alat-alat bantu (bagan, diagram, dan sebgainya), sebaiknya dikembangkan pada anak didik.

G.    Perasaan
1.      Pengertian
Perasaan didefinisikan sebagai gejala psikis yang bersifat subjektif yang umumnya berhubungan dengan gejala-gejala mengenal, dan dialami dalam kualitas senang atau tidak senang dalam berbagai taraf. Juga perasaan seringkali bersangkutan paut dengan gejala jasmaniah tetapi juga tetap fungsi tersendiri (Woodworth & Marquis, 1955: 365-366).
2.      Macam-Macam Perasaan
Bigot dengan kawan-kawannya (1950: 534) telah memberikan ikhtisari mengenai macam-macam perasaan, yaitu:
a.       Perasaan-perasaan jasmaniah (rendah):
(1)   Perasaan indriah, yaitu perasaan yang berhubungan dengan perangsangan terhadap pancaindera.
(2)   Perasaan vital, yaitu perasaan yang berhubungan dengan keadaan jasmani pada umumnya.
b.      Perasaan-perasaan rohaniah:
(1)   Perasaan intelektual, ialah perasaan yang bersangkuatan dengan kesanggupan intelek (pikiran) dalam menyelesaikan problem-problem yang dihadapi.
(2)   Perasaan kesusilaan atau disebut perasaan etis, ialah perasaan tentang baik-buruk.
(3)   Perasaan keindahan, yaitu perasaan yang menyertai atau yang timbul karena seseorang menghayati sesuatu yang indah atau tidak indah.
(4)   Perasaan social, ialah perasaan yang mengikatkan individu dengan sesama manusia, perasaan untuk hidup bermasyarakat.
(5)   Perasaan harga diri, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu perasaan harga diri positif (puas, senang, gembira, bangga, dan sebagainya ketika mendapatkan pujian, hadiah, dan sebaginya), dan perasaan harga diri negative (kecewa, tak senang, tak berdaya dan sebagainya ketika mendapat celaan, dimarahi dan sebgainya).
(6)   Perasaan keagamaan, yaitu perasaan yang bersangkut paut dengan kepercayaan seseorang kepada Yang Maha Kuasa.
3.      Beberapa Catatan Praktis
Ketika belajar anak sebaiknya dalam perasaan gembira. Perasaan rohaniah harus juga diperkembangkan sebaik-baiknya. Dan pada masa remaja perkembangan perasaan itu sangat jelas, pendidik harus mempergunakan masa peka ini secara baik. Serta secara ideal, perasaan harus dikembangkan secara ideal dan selaras.

H.    Motif-motif
1.      Pengertian
Motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan.
2.      Macam-Macam Motif
a.       Menurut Woodworth dan Marquis (1955: 301-333) motif dibedakan menjadi tiga, yaitu:
(1)   Kebutuhan organik: minum, makan, bernafas, seksual, berbuat dan beristirahat.
(2)   Motif darurat, yang mencakup: dorongan untuk menyelamtkan diri, membalas, berusaha, memburu.
(3)   Motif objektif: kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, manipulasi, menaruh minat.


b.      Penggolongan lain didasarkan atas terbentuknya motif itu, dibedakan menjadi dua, yaitu
(1)   Motif bawaan, yaitu motif yang dibawa sejak lahir, tanpa dipelajari, seperti makan, minum, bergerak danistirahat, seksual.
(2)   Motif yang dipelajari, seperti dorongan untuk belajar, mengejar sesuatu kedudukan, dan sebagainya.
c.       Berdasarkan atas jalarannya, maka orang membedakan adanya dua macam motif, yaitu:
(1)   Motif ekstrinsik, yaitu motif yang berfungsi karena adanya perangsangan dari luar, misalnya orang belajar giat karena diberitahu sebentar lagi aka nada ujian.
(2)   Motif intrinsik, yaitu motif yang berfungsinya tidak usah dirangsang dari luar.
d.      Ada juga ahli yang menggolongkan motif menjadi dua macam, yaitu:
(1)   Motif jasmaniah: refleks, instink, otomatisme, nafsu, hasrat, dan sebagainya.
(2)   Motif rohaniah, yaitu kemauan. Kemauan ini terbentuk melalui empat momen, yaitu momen timbulnya alasan-alasan, pilih, putusan, dan terbentuknya kemauan.
3.      Beberapa Catatan Praktis
Aktivitas yang didorong motif intrinsik ternyata lebih sukses daripada yang didorong motif ekstrinsik. Dalam memperkembangan motif dapat dilakukan dengan persaingan yang sehat, diskusi yang terbimbing mengenai aspirasi, juga self-competition(misalnya grafik presentasi).
























Bab 3
Sifat-Sifat Kepribadian Manusia

A.    Beberapa Teori Tipologi
1.      Teori Hippocrates – Galenus
Terpengaruh oleh kosmologi empedokles, yang menganggap bahwa alam semesta tersusun atas empat unsur pokok dan sifatnya, yaitu tanah bersifat kering, air bersifat basah, angin bersifat dingin, dan api bersifat panas. Hippocrates (460-370), bahwa dalam tubuh manusia juga terdapat sifat-sifat tersebut yang didukung oleh cairan yang ada dalam tubuh, yaitu:
·         Sifat kering didukung oleh chole
·         Sifat basah didukung oelh melanchole
·         Sifat dingin didukung oleh phlegma, dan
·         Sifat panas didukung oleh sangius
Galenus (129-200) menyempurnakan pendapat hippocrates, yaitu bahwa di dalam tubuh manusia itu terdapat empat macam cairan pokok, yaitu chole, melanchole, phlegma, dan sanguis. Jika adanya dominan dari salah satu cairan menyebabkan adanya sifat kejiwaan, sifat kejiwaan dibagi menjadi empat tipe, yaitu chole(choleris), melanchole(melanholis), phlegma(phlegmatic), dan sangius(sanguinis).
2.      Tipologi Mazhab Italia Dan Mazhab Perancis.
a.       Tipologi mazhab italia
Viola dalam penyelidikannya menemukan, bahwa ada tiga macam tipe manusia berdasarkan atas keadaan tubuhnya, yaitu:
(1)   Microplanchnis, ukuran-ukuran menegak relative dominan.
(2)   Macroplanchnis, ukuran-ukuran mendatarnya relative dominan.
(3)   Normosplanchnis, ukuran-ukuran menegak dan mendatar seimbang.
b.      Tipologi mazhab perancis
Mazhab perancis yang dipimpin oleh Sigaud berpendapat, bahwa keadaan serta bentuk tubuh manusia serta kelainannya pada pokoknya ditentukan oleh sekitar atau lingkungan. Ada macam-macam lingkungan yang menimbulkan reaksi, yaitu:
(1)   Ada lingkungan yang berwujud udara yang menjadi sumber reaksi respiratoris.
(2)   Ada yang berwujud makanan-makanan yang menjadi sumber reaksi digestif.
(3)   Ada yang berwujud keadaan alam yang menjadi sumber reaksi muskuler.
(4)   Ada yang berwujud keadaan social yang menimbulkan reaksi cerebral.
3.      Tipologi Kretschmer
a.       Tipe-tipe manusia menurut keadaan jasmaninya Kretschmer menggolongkan manusia atas dasar bentuk tubuhnya menjadi empat tipe, yaitu:
(1)   Tipe piknis, ukuran mendatarnya lebih daripada keadaan biasa, sehingga orangnya kelihatan pendek gemuk, sifat khasnya adalah:
ü  Badan agak pendek
ü  Dada membulat, perut besar, bahu tidak lebar,
ü  Leher pendek dan kuat
ü  Lengan dan kaki lemah
ü  Kepala agak merosot ke muka di antara kedua bahu
ü  Banyak lemak
(2)   Tipe leptosome, sifat-sifat khas tipe ini, yaitu:
·         Badan langsing/kurus
·         Rongga dada kecil, sempit, pipih, rusuknya mudah dihitung,
·         Perut kecil , bahu sempit
·         Lengan dan kaki lurus
·         Tengkorak agak kecil, tulang-tulang dibagian muka kelihatan jelas
·         Muka bulat telur
·         Berat relative kurang
(3)   Tipe atletis, sifat-sifat khas tipe ini, yaitu:
Ø  Tulang serta otot dan kulit kuat
Ø  Badan kokoh dan tegap
Ø  Tinggi cukupan
Ø  Bahu lebar dan kuat
Ø  Panggul dan kaki kuat
Ø  Tenggorokan cukup besar dan kuat, kepala dan leher tegak
Ø  Muka bulat telur
(4)   Tipe displastis, tipe ini merupakan penyimpangan dari ketiga tipe yang telah dikemukakan itu, dan tidak dapat dimasukkan, karena tidak memiliki ciri-ciri yang khas menurut tipe-tipe tersebut.
b.      Tipe-tipe manusia menurut tempramennya
(1)   Tipe schzothym: orang yang bertempramen schzothym sifat-sifat jiwanya bersesuaian dengan para penderita schizophrenia, hanya sangat tidak jelas, hidupnya lebih tertutup, cenderung seperti autism.
(2)   Tipe cyklothym: orang yang bertempramen cyklothym, sifat jiwanya bersesuaian dengan para penderita manisdepresif, hanya sangat tidak jelas, golongan ini mudah untuk mengadakan kontak dengan dunia luar, serta mudah bergaul dan sebagainya.
c.       Hubungan antara keadaan jasmani dan tempramen
(1)   Orang yang berkonstitusi piknis kebanyakan bertempramen cyklothym, atau sebaliknya.
(2)   Orang-orang yang berkonstitusi leptosome, atletis, dan displastis kebanyakan bertempramen schizothyme, atau sebaliknya.
4.      Teori Sheldon
a.       komponen-komponen kejasmanian
komponen kejasmanian terdiri dari dua macam, yaitu:
(1)   komponen –komponen jasmani primer, yang terdiri dari:
(a)    endomorphy (tipe endomorph)
(b)   mesomorphy (tipe mesomorph)
(c)    ectomorphy (tipe ectomorph)
penggunaan istilah-istilah tersebut dihubungkan dengan tiga lapisan pada terbentuknya fetus manusia, yaitu endoderm, mesoderm, dan ectoderm. Ketiga lapisan itulah yang nantinya berkembang menjadi bermacam-macam bagian tubuh dan organ pada manusia, karena ketiga itu berpangkal variasi tubuh manusia.


(2)   Komponen-komponen jasmani sekunder
(a)    Dysplasia
Sheldon menemukan bahwa dysplasia berhubungan dengan ectomorphy, dan lebih banyak pada wanita darpada laki-laki; penelitian yang lebih kemudian membuktikan bahwa dysplasia lebih banyak pada para penderita psychosis pada mahasiswa.
(b)   Gynandromorphy
Gynandromorphy itu menunjukan sejauh manakah jasmani memiliki sifat-sifat yang biasanya terdapat pada jenis kelamin lawannya, komponen ini dinyatakan dengan huruf “g”. Jadi, seseorang yang memiliki komponen “g” ini maksimal adalah banci.
(c)    Texture
Texture ialah komponen yang menunjukkan bagaimana orang itu tampaknya keluar.
b.      Komponen-komponen tempramen
Komponen-komponen tempramen yang terdapat pada inidvidu terdiri atas tiga macam, yaitu:
(1)   Viscerotonia,
(2)   Cerebrotonia, dan
(3)   Somatotonia
Terdapat juga tentang tipe-tipe tempramen, yaitu:
(1)   Tipe vescerotonis, tipe ini mencakup sifat-sifat berhubungan dengan fungsi dan anatomi alat-alat visceral/digesif. Sfat-sifatnya, yaitu tidak tegang, suka akan hiburan, gemar makan-makan, besar kebutuhannya akan resonansi orang lain, tidurnya nyenyak, dan bila menghadapi kesukaran membutuhkan orang lain.
(2)   Tipe somatotonis, mencakup sifat-sifat yang berhubungan dengan dominasi dan anatomi daripada struktur somatis. Sifat-sifat tempramennya, yaitu sikapnya gagah, perkasa, kebutuhan bergerak besar, suka berterus terang, suara lantang, nampaknya lebih dewasa dari yang sebenarnya, dan bila mengahdapi kesukaran butuh melakukan gerakan.
(3)   Tipe cerebrotonis
Orang yang cerebrotonis itu aktivitas pokoknya adalah perhatian dengan sadar, serta inhibisi terdapat gerakan-gerakan jasmaniah. Sifat-sifatnya, yaitu kurang gagah, ragu-ragu, reaksinya cepat, kurang berani bergaul, kurang berani berbicara di depan orang banyak, kebiasaannya tetap, hidup teratur, suaranya kurang bebas, tidur kurang nyenyak, tampaknya lebih muda dari sebenarnya, dan kalau menghadapi kesukaran butuh mengasingkan diri.
c.       Komponen-komponen psikiatris
Adapun komponen-komponen psikiatris itu ialah:
(a)    Affective, bentuknya yang ekstrem terdapat pada para penderita psikosis jenis manis-depresif.
(b)   Paranoid, yang bentuk ekstremnya terdapat pada penderita psikosis jenis paranoid, yaitu banyak angan-angan, pikiran, gambaran yang sangat jauh dari kenyataan .
(c)    Heboid, yaitu bentuk ekstremnya terdapat pada penderita hebephrenia, yaitu suatu bentuk daripada schzoprenia.
Saling hubungan antara berbagai komponen kepribadian
(1)   Telah dilakukan penelitian pada 200 mahasiswa laki-laki yang menunjukkan bahwa hubungan antara komponen-komponen kejasmanian dan komponen-komponen tempramen itu ada.
(2)   Saling hubungan antara komponen kejasmanian dengan komponen psikiatris yang telah dilakukan penelitian kepada 155 orang oleh Sheldon. Walaupun hubungan tersebut tidak sesederhana antara komponen kejasmanian dengan komponen temoramen.
5.      Beberapa Tipologi Yang Berdasarkan Keadaan Kejiwaan Semata-Mata
(a)    Tipologi plato
Plato membedakan adanya tiga bagian jiwa, yaitu:
(1)   Pikiran (logos) di kepala;
(2)   Kemauan (thumos) di dada;
(3)   Hasrat (epithumid) di perut.
Manusia juga digolongkan menjadi tiga tipe, yaitu orang yang terutama dikuasai oleh pikir, kemauan, dan hasrat. Dalam Negara idealnya, plato membagi fungsi rakyat dalam suatu Negara atas dasar ketiga golongan di atas, yaitu golongan pemimpin pemerintahan, tentara, dan golongan yang terutama dikuasai oleh rakyat.
(b)   Tipologi queyrat
Queyrat menyusun tipologi atas dasar dominasi daya, daya jiwa, yaitu daya, daya kognitif, afektif, dan konatif. Berikut ini adalah tipe-tpenya, yaitu:
(1)   Salah satu daya yang dominan (tipe orang sehat): tipe meditative (kognitif dominan), tipe emosional (afektif dominan), dan tipe aktif (konatif dominan).
(2)   Dua daya dominan (tipe orang sehat): tipe meditative-emosional (kognitif dan afektif dominan), tipe aktif-emosional (konatif dan afektif dominan), dan tipe aktif-meditatif (konatif dan kognitif dominan).
(3)   Ketiga daya ada dalam proporsi yang seimbang (tipe orang sehat): tipe seimbang, tipe amorph, dan tipe aphatis.
(4)   Ketiga daya itu ada atau berfungsi secara menentu (tipe setengah sakit): tipe tak stabil, tak teguh hati, dan kontradiktoris.
(5)   Ada tiga macam tipe yang tidak sehat, yaitu tipe hypochondris, melancholis, dan hysteris.
(c)    Tipologi malapert
(1)   Tipe intelektual, yaitu golongan analitis dan golongan reflektif.
(2)   Tipe afektif, yaitu golongan emosional dan golongan bernafsu.
(3)   Tipe volunteer, yaitu golongan tanpa kemauan dan golongan besar kemauan.
(4)   Tipe aktif, yaitu golongan tak aktif dan golongan aktif.
6.      Tipologi Heymans
Adapun sifat-sifat yang tercakup dalam masing-masing kualitas, yaitu:
(a)    Emosionalitas (emosionaliteit),yaitu  mudah atau tidaknya perasaan orang terpengaruh oleh sesuatu kesan.atas dasar ini manusia digolongkan menjadi dua, yaitu:
(1)   Golongan yang emosional (emosionalitasnya tinggi).
(2)   Golongan yang tidak emosional.
(b)   Proses pengiring, yaitu banyak sediktnya pengaruh kesan-kesan terhadap kesadaran , setelah kesan itu tidak lagi ada dalam kesadaran. terdapat dua golongan, yaitu golongan yang proses pengiringnya kuat, dan golongan yang proses pengirinngnya lemah.
(c)    Aktivitas (activitiet), yaitu banyak sedikitnya orang menyatakan diri, menjelmakan perasaannya dan pikirannya dalam tindakan yang spontan. Dibagi menjadi dua golongan, yaitu: golongan yang aktif dan golongan yang tidak aktif.
7.      Tipologi Spranger
Adapun pokok pikiran Spranger mengenai kepribadian manusia itu adalah sebagai berikut:
a.       Dua macam roh (geist)
(1)   Roh subjektif atau roh individual, yaitu roh yang terdapat pada masing-masing manusia (individual).
(2)   Roh objektif atau roh supra individual, yaitu roh seluruh umat manusia, merupakan kebudayaan yang telah terjelma berabad-abad, roh ini disebut kebudayaan.
b.      Hubungan antara roh subjektif dan roh objektif
Roh subjektif dan roh objektif itu berhubungan secara timbal balik. Roh subjektif atau roh individual, yang mengandung nilai-nilai yang terdapat pada masing-masing individu, dibantu dan dipupuk dengan roh objektif,  artinya roh subjektif terbentuk dan berkembang dengan memakai roh objektif sebagai norma.
c.       Lapangan-lapangan hidup
Kebudayaan sebagai struktur atau sistem nilai digolongkan menjadi enam lapangan nilai (wertegebieten). Adapun keenam lpangan nilai atau lapangan hidup sebagai berikut:
(1)   Lapangan pengetahuan (ilmu, teori)
(2)   Lapangan ekonomi
(3)   Lapangan kesenian
(4)   Lapangan keagamaan
(5)   Lapangan kemasyarakatan, dan
(6)   Lapangan politik
d.      Enam tipe manusia
No
Nilai kebudayaan yang dominan
Tipe
Tingkah laku
1
Ilmu pengetahuan
Manusia teori
Berpikir
2
Ekonomi
Manusia ekonomi
Bekerja
3
Kesenian
Manusia estetis
Menikmati keindahan
4
Keagamaan
Manusia agama
Memuja
5
Kemasyarakatan
Manusia social
Berbakti/berkorban
6
Politik kenegaran
Manusia kuasa
Ingin berkuasa/memerintah

B.     Beberapa teori kepribadian yang memakai cara pendekatan lain
1.      Psikoanalisis Teori Sigmund Freud
a.       Struktur kepribadian
Menurut Freud, kepribadian itu terdiri atas tiga sistem aspek, yaitu:
(1)   Das Es (aspek biologis), adalah aspek yang orisinal. Das Es berfungsi dengan berpegang kepada prinsip “kenikmatan” (lustprinzip pleasure principle), yaitu mencari keenakan dan menghindarkan diri dari ketidakenakan. Untuk menghilangkan ketidakenakan, Das Es memiliki dua cara, yaitu refleks dan reaksi otomatis (berkedip dan sebagainya), dan proses primer (orang lapar lalu membayangkan makanan.
(2)   Das Ich (aspek psikologis), dari kepribadian ini timbul dari kebutuhan organisme untuk dapat berhubungan dengan dunia luar secara realistis. Fungsinya berpegang kepada prinsip “realitas” (realitatsprinzip reality principle). Tujuannya masih dalam garis kepentingan organisme, tetapi dalam bentuk dan cara yang sesuai dengan kondisi dunia riil.
(3)   Das Ueber Ich (aspek sosiologis), merupakan wakil nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat. Fungsinya ialah menentukan apakah sesuatu susila atau tidak susila, pantas atau tidak pantas, benar atau salah, dan pribadi dapat bertindak dalam cara yang sesuai moral masyarakat. Berfungsinya Das Ueber Ich dalam hubungan ketiga aspek tersebut, yaitu merintangi impuls-impuls Das Es, mendorong Das Ich untuk lebih mengejar hal moralitas, dan mengejar kesempurnaan.
b.      Dinamika kepribadian
Freud beranggapan dinamika kepribadian dimungkinkan oleh adanya energy yang ada dalam kepribadian itu. Energi ini disebut energy psikis, dan energy ini disimpan di dalam insting-insting (reservoir energy psikis). Menurut Freud di dalam diri terdpat dua macam insting, yaitu:
(1)   Insting hidup, berfungsi untuk melayani maksud individu untuk tetap hidup dan memperpanjang ras.
(2)   Insting mati atau insting merusak (destruktif) .
Dinamika kepribadian terdiri dari cara bagaiman energy psikis itu dipergunakan oleh Da Es, Das Ich dan Das Ueber Ich.
(a)    Apabila Das Es menguasai sebagian besar energy psikis, maka tindakan-tindakannya akan bersifat primitive, impulsive, agresif.
(b)   Apabila Das Ich yang menguasai lebih besar energy psikis, maka pribadi akan bertindak dalam cara-cara realistis dan rasional-logis.
(c)    Apabila yang menguasai sebagian besar energy psikis itu Das Ueber Ich, maka orang akan mengejar hal-hal yang moralistis, yang sempurna, yang kadang kurang rasional.
c.       Perkembangan kepribadian
Perkembangan kepribadian adalah belajar mempergunakan cara-cara baru dalam mereduksi tegangan, yang timbul karena individu menghadapi berbagai hal yang dapat menjadi sumber tegangan (tension). Adapun sumber tegangan ialah (1) proses pertumbuhan fisologis, (2) frustasi, (3) konflik, dan (4) ancaman.
Adapun cara yang paling pokok yang digunakan individu untuk mereduksi tegangan ialah identifikasi dan pemindahan objek. Identifikasi sebagai metode atau cara yang dipergunakan oleh individu untuk menghadapi orang lain dan membuatnya menjadi bagian dari pada kepribadiannya. Sedangkan pemindahan objek, jika seseorang tidak dapat memenuhi apa yang diinginkannya maka ia harus belajar mengganti objek yang diinginkannya itu dengan objek lain, agar tegangan yang timbul dalam dirinya dapat hilang atau berkurang.
Dalam perkembangan individu sering terbentuk berbagai mekanisme pertahanan. Beberapa bentuk mekanisme pertahanan, yaitu:
(1)   Proyeksi, adalah secara begitu saja (tidak sadar, mekanis) menempatkan sifat-sifat batin sendiri pada objek di luar diri, sehingga sifat batin itu diamati atau dihayati sebagai sifat orang lain benda di luar dirinya.
(2)   Fiksasi, adalah berhenti pada suatu fase perkembangan tertentu yang seharusnya sudah ditinggalkan, karena untuk ke fase selanjutnya akan menimbulkan ketakutan atau tidak enak.
(3)   Regresi, adalah kembali lagi ke fase yang telah pernah ditinggalkannya, karenna menghadapu situasi yang bahaya baginya.
(4)   Isolasi, adalah menyisihkan (mengisolir) sesuatu dan menganggapnya sebagai hal yang tidak penting.
(5)   Rasionalisasi, adalah memberikan alasan yang rasional kepada sesuatu kejadian.
(6)   Transkulpasi, adalah mengambinghitamkan pihak lain, walaupun diri sendiri sebenarnya yang membuat kesalahan.
2.      Psikologi analitis, teori carl gustav jung
Dalam teori ini Jung membahas tentang psike, ialah segala pristiwa psikis, baik yang disadari maupun yang tidak disadari, dapat juga diartikan kepribadian. Menurut Jung kepribadian terdiri dari dua macam, yaitu:
(1)   alam sadar (kesadaran), untuk mengadakan penyesuaian terhadap dunia luar,
(2)   alam tak sadar (ketidaksadaran), untuk mengadakan penyesuaian terhadap dunia batin.
a.       Struktur kesadaran
(1)   Fungsi jiwa
Fungsi jiwa terdapat empat macam, yaitu pikiran dan perasaan (fungsi jiwa rasional), serta pendriaan dan intuisi (fungsi jiwa irrasional).
Fungsi jiwa
Sifatnya
Cara bekerjanya
Pikiran
Rasional
Dengan penilaian: benar-salah
Perasaan
Rasional
Dengan penilaian: senang tak senang
Pendriaan
Irrasional
Tanpa penilaian: sadar indriah
Intuisi
Irrasional
Tanpa penilaian: tak sadar naluriah



(2)   Sikap jiwa
Sikap jiwa ialah arah daripada energy psikis umum atau libido, yang menjelma dengan orientasi manusia terhadap dunianya. Jung membedakan manusia menjadi dua tipe, yaitu tipe ekstravers (yang utama factor objektif/luar), dan tipe introvers (yang utama factor subjektif/batin sendiri).
(3)   Persona
Persona ialah cara seseorang dengan sadar menampakkan diri keluar. Bagamana ia menunjukkan dirinya kepada sesame manusia.
b.      Struktur ketidaksadaran
Ketidaksadaran memiliki dua alam bagian, yaitu:
(1)   Ketidaksadaran pribadi, yaitu bagian dari pada alam ketidaksadaran yang diperoleh oleh individu selama sejarah hidupnya, pengalaman pribadi.
(2)   Ketidaksadaran kolektif, adalah bagian daripada ketidaksadaran itu yang diperoleh oleh individu dari warisan nenek moyangnya.
Ketidaksadaran harus dikembangkan dan dipahami.
Ketidaksadaran jika tidak disadari maka akan menuntut kompensasi, dan hal ini membawa kegoncangan batin. Sedangkan jika mengenal ketidaksadarannya sendiri, maka ia akan lebih menerima dirinya senidiri dengan sewajarnya, dan dapat lebih menerima orang lain.
3.      Individual psychologie, teori alferd adler
a.       Individualitas sebagai pokok persoalan
Adler memberi tekanan kepada pentingnya sifat khas (unik) daripada kepribadian, yaitu individualitas, kebulatan serta sifat-sifat khas pribadi manusia.
b.      Pandangan teleologis
Adler berpendapat bahwa manusia lebih didorong oleh harapan-harapannya mengenai masa depan daripada pengalaman-pengalamannya di masa lampau. Tujuan itu memberi alasan kepada segala aktivitas manusia dan tidak terletak di masa depan sebagai bagian daripada suatu rancangan teleologis, melainkan ada dalam diri orang yang bersangkuatan.
c.       Dua dorongan pokok
(1)   Dorongan kemasyarakatan, yaitu dorongan yang mendorong manusia untuk bertindak yang mengabdi pada masyarakat.
(2)   Dorongan keakuan, yang mendorong manusia untuk bertindak yang mengabdi kepada aku sendiri.
d.      Rasa rendah diri dan konpensasi
Perasaan tidak atau kurang berharga untuk mencapai sebuah tujuan atau untuk dibandingkan dengan sesamanya disebut rasa rendah diri. Orang yang mengalami rasa rendah hati tidak akan tinggal diam, ia berusaha untuk meniadakan perasaan itu dengan menebus atau mencari pemulih. Penebus atau pemulih itu disebut kompensasi. Jadi, kompensasi adalah akibat yang wajar (yang seharusnya) daripada rasa rendah diri.
Arti individual psychologie
Individual psychologie mempunyai arti penting sebagai cara untuk memahami sesama manusia.
(1)   Aliran itu menghendaki ditentukan tujuan yang susila, seperti keharusan memikul tanggung jawab, keharusan menghadapi kesukaran hidup, mengikis dorongan keakuan dan mengembangkan dorongan kemasyarakatan, menyelami diri sendiri dan membuka kecenderungan egoistisyang tersembunyi kemudian diberantas.
(2)   Optimisme dalam bidang pendidikan
4.      Bebrapa Catatan Praktis
Di dalam bab ini telah membahas teori kepribadian manusia, yang dimaksud dapatlah hendaknya menjadi bekal bagi para pendidik dalam memahami peserta didiknya. Bermacam-macam ragamnya teori serta metode di dalam lapangan psikologi kepribadian yang sebagian telah dikemukakan dalam bab ini. Dengan berbekal berbagai macam teori mengenai kepribadian dan berbagai metode penelitian mengenai kepribadian, diharapkan pendidik akan lebih memahami anak didiknya, serta dalam penggunaan metode jangan hanya satu metode yang digunakan tetapi para pendidik hendaklah mengguanakan kombinasi dari berbagai metode.


























Bab 4
Sifat-Sifat Khas Individu Yang Lain: Masalah Inteligensi

A.    Sifat Hakikat Inteligensi
1.      Konsep-Konsep Mengenai Inteligensi Yang Bersifat Spekulatif-Filsafati
Spearman mengelompokkan konsepsi-konsepsi yang bersifat spekulatif-filsafati menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.       Inteligensi umum
(1)   Ebbinghaus (1897), inteligensi sebagai kemampuan untuk membuat kombinasi.
(2)   Terman (1921), inteligensi sebagai kemampuan untuk berpikir abstrak.
(3)   Thorndike, inteligensi sebagai hal yang dapat dinilai dengan taraf ketidaklengkapan daripada kemungkinan-kemungkinan dalam perjuangan hidup individu.
b.      Inteligensi sebagai kesatuan daripada daya-daya jiwa formal
Inteligensi adalah persatuan (kumpulan yang dipersatukan) daripada daya-daya jiwa yang khusus. Misalnya daya mengamati, daya memproduksi, dan sebagainya.
c.       Inteligensi sebagai taraf umum daripada daya-daya jiwa khusus
Inteligensi adalah sebagai taraf umum yang mewakili daya-daya khusus. Karena konsepsi ini timbul dari keyakinan, bahwa yang dtes dengan inteligensi adalah inteligensi umu.
2.      Konsepsi-Konsepsi Yang Bersifat Pragmatis
Konsepsi ini cocok sekali dengan selera banyak ahli di Amerika Serikat. Kurang radikal daripada pendapat Boring itu ialah pernyataan Terman, bahwa inteligensi itu dapat diukur sesuai dengan definisinya. Pernyataan ini dianalogikan dengan pengetahuan tentang listrik.
3.      Konsepsi-Konsepsi Factor
a.       Teori Spearman
Tiap tingkah laku manusia itu disebabkan oleh dua factor, yaitu:
(1)   Factor umum, general factor yang tergantung kepada dasar  (lambang “g”), dan
(2)   Factor-faktor khusus tertentu, special factor dipengaruhi pengalaman (lambang “s”)
Berikut bebrapa contoh ilustrasi, yaitu:
Tingkah laku 1 = Tl = g + s
Tingkah lauk 2 = Tl = g + s
b.      Teori Thomson
Menurut Thomson apa yang disebutkan factor g itu tidak ada, yang ada hanyalah bermacam-macam factor khusus , factor-faktor s. factor s tidak tergantung kepada keturunan melainkan tergantung pada pendidikan.
c.       Teori Cyrill Burt
Burt sependapat dengan teori Spearman, tetapi di samping kedua factor tersebut menurut Burt ada factor ketiga yaitu kelompak (lambing “c”). factor c ini adalah factor yang berfungsi pada sejumlah tingkah laku, tetapi tidak pada semua tingkah laku. Jadi, factor c lebih luas daripada factor s, tetapi lebih sempit daripada factor g.
d.      Teori Thurstone
Thurstone sependapat dengan teori Burt, tetapi ada pembedanya. Thurstone setuju dengan factor c dan s, sedangkan menurut Ia factor g itu tidak ada. Adapun factor c menurut Thurstone, yaitu factor ingatan (M), factor verbal (V), factor bilangan (N), factor kelancaran kata-kata (W), factor penalaran atau reasoning (R), factor persepsi atau perceptual factor (P), dan factor ruang atau spatial factor (S).
e.       Pendapat Guildford
Menurut Guildford (1961, 1967), factor c tidak hanya 7 melainkan 120, yang dapat dilihat dari tiga dasar, yaitu: (keseluruhan 5 x 4 x 6 = 120)
(1)   Berdasar atas prosesnya (operations), yaitu cognition, memory, divergent production, convergent production, dan evaluation.
(2)   Berdasarkan atas isi (content), yaitu figural, symbolic, semantic, dan behavioral.
(3)   Berdasarkan atas bentuk informasi yang dihasilkan (product), yaitu unit, classes, relations, systems, transformations, dan implications.
4.      Konsepsi Yang Bersifat Operasional
Para ahli operasionisme kurang sependapat dengan konsepsi-konsepsi yang telah dijabarkan sebelumnya.
5.      Konsepsi-Konsepsi Fungsional
Konsepsi-konsepsi yang didasarkan atas analisis fungsional lebih sesuai dengan kenyataan, dan lebih sesuai untuk  kebutuhan pendidik. Salah satu teori ialah disusun oleh Binet. Binet menyatakan sifat hakikat inteligensi ada tiga macam, yaitu:
a.       Kecenderungan untuk menetapkan dan mempertahankan tujuan tertentu.
b.      Kemampuan untuk mengadakan penyesuaian dengan maksud untuk mencapai tujuan itu.
c.       Kemampuan untuk oto-kritik, yaitu kemampuan untuk mengkritik diri sendiri, kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang telah dibuatnya.
Langeveld yang mengikuti Stern, memberikan definisi inteligensi sebagai disposisi untuk bertindak, untuk menentukan tujuan baru dalam hidupnya. Stern memberikan penjelasan lebih jauh mengenai disposisi untuk bertindak, yaitu:
(a)    Disposisi itu tidak merupakan factor yang mempunyai batas tajam dengan segi-segi kepribadian yang lain.
(b)   Disposisi ditentukan oleh factor dasar dan pengaruh luar.
(c)    Disposisi ini bermakna rangkap, yaitu potensi dan berarah tujuan.
(d)   Disposisi itu gejala-gejalanya dapat muncul dalam kesadaran.

B.     Pengukuran Inteligensi
1.      Perkembangan Tes Inteligensi Pada Umumnya
Secara garis besar perkembangan tes inteligensi umum melewati beberapa fase, yaitu:
(a)    Fase persiapan, yaitu para ahli sedang mencari/berusaha mendapatkan tes inteligensi.
(b)   Fase kedua, yaitu fase naïf, yaitu orang menggunakan tes inteligensi yang telh tersusun tanpa kritik. (±1915 - ±1935)
(c)    Fase ketiga, yaitu fase mencari tes yang bebas dari pengaruh kebudayaan (culture free test) dari kira-kira tahun 1935 sampai kira-kira 1950 (gagal).
(d)   Fase kritis, yaitu mulai pada kira-kira tahun 1950 dan berlangsung terus sampai sekarang. Jadi masa kritis adalah masa kita.
Tes inteligensi mengandung kelemahan-kelemahan diantaranya sebagai berikut:
(1)   Tes inteligensi tergantung kepada kebudayaan.
(2)   Tes inteligensi hanya cocok untuk jenis tingkah laku tertentu. Max Weber seorang ahli sosiologi menggolongkan tingkah laku menjadi empat macam, yaitu:
(a)    Affective Handlung, tingkah laku afektif.
(b)   Traditional Handlung, tingkah laku tradisional.
(c)    Wertrational Handlung, tingkah laku rasional berdasarkan nilai-nilai.
(d)   zweckrational Handlung, tingkah laku rasional atas dasar tujuan.
(3)   Tes inteligensi hanya cocok untuk tipe kepribadian tertentu. Adapun sifat-sifat tersebut sebagai berikut:
(a)    Harus menurut saja, tanpa kritik, petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam tes tersebut; dan harus menjalankan tugas yang disuruhkan kepadanya.
(b)   Harus mempunyai dorongan bersaing yang besar.
(c)    Harus berpegang pada prinsip ekonomi.
(4)   Perbandingan kecerdasan/IQ merupakan hasil yang ditunjukan oleh tes inteligensi tidaklah semata-mata tergantung kepada keturunan atau dasar.
(5)   Perbandingan kecerdasan atau IQ seseorang tidak konstan.
(6)   Dalam penggolongan manusia menurut IQ biasanya diikuti suatu pedoman, yang sebenarnya harus diterima dengan hati-hati.
(7)   Tes inteligensi itu sendiri masih mengandung kekeliruan (qalaf).
Beberapa Catatan Praktis
Pada materi ini sengaja dikemukakan kelemahan inteligensi, karena hal itu bisa sebagai timbangan bagi seorang pendidik. Karena tes inteligensi ini bukanlah serba dapat menentukan, maka janganlah dipakai sebagai satu-satunya pedoman, melainkan harus dipergunakan dalam kombinasi dengan alat-alat lain. Dan tentang IQ tidak semata-mata tergantung kepada dasar dan tidak konstan, maka sekali testing jangan dianggap menentukan.
2.      Perkembangan Tes Inteligensi Model Binet
(a)    Hasil pertama dari usaha Binet itu dikeluarkan pada tahun 1905. Wujudnya masih sangat sederhana, yaitu terdiri dari 30 item (alat pembeda anak normal dan kurang normal).
(b)   Setelah tahun 1905 Binet mengadakan penyempurnaan yang mendapat bantuan Simon. Kemudian hasilnya diterbitkan tahun1908, tes ini kemudian terkenal dengan nama tes Binet-Simon. Suatu konsepsi yang orisinal, yang ternyata banyak diikuti oleh orang yaitu konsepsi tentang umur ada dua macam, yaitu umur kalender/kronologis (chronological age, disingkat CA), dan umur kecerdasan/inteligensi (mental age, disingkat MA).
(c)    Setelah itu Binet dan Simon masih berusaha untu memperbaiki tes itu. Hasilnya diterbitkan pada tahun1911, beberapa bulan setelah binet meninggal, itulah yang kemudian menjadi model tes Binet.
(d)   Pada akhir tahun 1911 dan permulaan tahun 1912 di Geneva diadakan kongres psikologi internasional, yang mendapat kunjungan dari para ahli psikologi dari berbagai negeri.
(e)    Tahun 1912 sekaligus terbitlah 4 tes model Binet itu. L.M. Terman menyempurnakan tes Binet-Simon. Pada tahun 1916 terbitlah revisi tersebut, yang terkenal dengan nama Standfor Revision Tes, atau Standford-Binet Scale, atau Binet Scale.
(f)    Pada tahun 1937 mengadakan peninjauan mengenai tes yang diterbitkan tahun 1916 dan Ia dibantu oleh M. D. Merrill. Lalu revisi keduanya ditebitkan tahun 1937 yang sampai saat ini masih terkenal.
(g)   Revisi pada tahun 1937 itu membutuhkan revisi lagi, kemudian diterbitkan hasil revisi yang lebih baru, yaitu revisi tahun 1960.
3.      Tes Wechsler
Tes Wechsler mula-mula diterbitkan pada tahun 1939 dengan nama Wechsler Bellevue Intelligence Scale (disingkat W-B) dan revisinya diterbitkan tahun 1955 dengan nama Wechsler Adult Intelligence Scale (disingkat WAIS). Pada tes inteligensi ini diarahkan untuk orang dewasa. Selain itu Wechsler juga menyusun tes inteligensi untuk anak-anak yang diberi nama Wechsler Intelligence Scale For Children (disingkat WISC) diterbitkan tahun 1949.
4.      Soal-Soal Praktis
Untuk memperoleh IQ kita harus tahu MA, dan CA. cara untuk mendapatkan CA adalah itu sangat mudah, jalan yang paling tepat adalah dengan mendasarkan diri pada kartu kelahiran. Dan MA lebih sulit, itu dapat diperoleh denga tes inteligensi. Woodworth dan Marquis, mereka moenggolongkan manusia berdasarkan IQnya. Pada perkembangan inteligensi terutama terjadi pada masa anak-anak, terutama pada anak masih sangat muda pengaruh inteligensinya sangat besar.




















Bab 5
Perbedaan-Perbedaan Dalam Bakat

Apakah Bakat Itu?
Dari beberapa definisi para ahli, seperti William B. Michael, Bingham, Woodworth dan Marquis, dan Guildford, dapat disimpulkan, bahwa bakat merupakan kemampuan individu untuk melakukan tugas setelah mendaptkan latihan atau dapat diukur dengan alat atau tes khusus yang sengaja dibuat untuk itu. Selain itu menurut Guildford bakat mencakup tiga dimensi, yaitu:
(1)   Dimensi perseptual: kepekaan indera, perhatian, orientasi ruang dan waktu, dan sebagainya.
(2)   Dimensi psikomotor: factor kekuatan, impuls, kecepatan gerak, ketelitian, koordinasi, keluwesan.
(3)   Dimensi intelektual: factor ingatan, pengenalan, evaluative, berpikir konvergen, dan divergen.

Bagaimana Caranya Kita Mengenal Bakat Seseorang?
Menurut sejarahnya usaha pengenalan bakat itu mula-mula terjadi pada bidang kerja (atau jabatan), tetapi kemudian juga dalam bidang pendidikan. Prosedur yang biasanya ditempuh adalah:
a.       Melakukan analisis jabatan (job-analysis) atau analisis lapangan studi untuk menemukan factor-faktor yang diperlukan.
b.      Dari hasil analisis dibuat pencandraan jabatan (job-description) atau pencandraan lapangan studi.
c.       Dari pencandraan jabatan atau lapangan studi itu diketahui persyaratan apa yang harus dipenuhi.
d.      Dari pesyaratan itu sebagai landasan disusun alat pengungkapnya (alat pengungkap bakat), yang biasanya berwujud tes.



















Bab 6
Perkambangan Individu

A.    Apakah Perkembangan Itu?
1.      Aliran Asosiasi
Para ahli yang mengikuti aliran asosiasi berpendapat, bahwa pada hakikatnya perkembangan itu adalah proses asosiasi. Salah seorang tokoh aliran asosiasi yaitu John Locke berpendapat bahwa permulaannya jiwa anak itu adalah semisal selembar kertas putih, yang kemudian sedikit demi sedikit terisi pengalaman atau empiri. Locke membedakan adanya dua macam pengalaman, yaitu pengalaman laur (diperoleh dari pancaindera (sensations)), dan pengalaman dalam (mengenai keadaan dan kegiatan batin (reflexions)).
2.      Psikologi Gestalt
Bagi para ahli yang mengikuti aliran Gestalt, perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi itu yang primer adalah keseluruhan sedangkan yang sebagian adalah sekunder. Selanjutnya aliran Neo-Gestalt, yang bentuk nyatanya salah satu adalah aliran psikologi Medan (yang dirintis oleh Kurt Lewin) terhadap proses diferensiasi itu masih menambahkan lagi proses stratifikasi.
3.      Aliran Sosiologis
Para ahli yang mengikuti aliran sosiologis menganggap bahwa perkembangan adalah proses sosialisasi. Salah seorang ahli yaitu James Mark Baldwin (1864-1934), karya utamanya salam psikologi perkembangan adalah: Mental Development in the Child and the Race (1895). Selanjutnya Baldwin berpendapat ada dua macam peniruan, yaitu nondeliberate imitation (anak meniru gerakan/sikap orang dewasa), dan deliberate imitation. Proses peniruan ini terjadi karena tiga taraf, yaitu taraf proyektif, taraf subjektif, dan dan taraf eyektif.

B.     Faktor-Faktor Apakah Yang Mempengaruhi Perkembangan Itu?
1.      Nativisme
Tokoh utama aliran ini ialah Schopenhauer. Para ahli yang mengikuti aliran nativisme berpendapat, bahwa perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh factor-faktor yang dibawa sejak lahir (natus artinya lahir), jadi perkembangan individu itu semata-mata tergantung kepada dasar. Tetapi konsepsi nativisme itu tidak dapat dipertahankan dan tidak dapat dipertanggung jawabkan.
2.      Empirisme
Tokoh utama daripada aliran empirisme ini ialah John Locke. Pengikut-pengikut aliran empirisme ini berpendapat bahwa perkembangan itu semata-mata tergantung kepada factor lingkungan, sedangkan dasar tidak memainkan peranan sama sekali. Tetapi aliran empirisme ini juga tidak tahan uji dan tidak dapat kita pertahankan.
3.      Konvergensi
Paham konvergensi berpendapat, bahwa di dalam perkembangan individu itu baik dasar atau pembawaan maupun lingkungan memainkan peranan penting. Saat ini, sebagian besar dari para ahli mengikuti konsepsi ini, dengan variasi yang bermacam-macam, ada yang walaupun berpegang pada konvergensi, tetapi dalam praktiknya menganggap bahwa lebih dominan itu dasar (ahli-ahli konstitusional), adapula yang mengaggap yang lebih dominan itu lingkungan. Langeveld secara fenomenologis mencoba menemukan perkembangan anak itu menjadi orang dewasa, yaitu:
a.       Karena anak mahluk hidup (mahluk biologis) maka dia berkembang.
b.      Anak itu pada masih muda ia sangat tidak berdaya, dan ia butuh berkembang.
c.       Anak membutuhkan perasaan aman.
d.      Dalam perkembangan anak tidak pasif menerima pengaruh luar, tetapi mereka aktif mencari dan menemukan.
Ada empat asas dalam perkembangan, yaitu asas biologis, asas ketidakberdayaan, asas keamanan, dan asas eksplorasi.

C.    Bagaimanakah Sifat-Sifat Anak Pada Masa-Masa Tertentu Dalam Perkembangan Tersebut.
1.      Periodisasi-Periodisasi Yang Berdasar Biologis
a.      Pendapat Aristoteles
Aristoteles menggambarkan perkembangan anak dari lahir sampai dewasa dalam tiga periode lamanya masing-masing tujuh tahun:
Fase I  : dari 0 sampai 7, masa anak kecil (bermain)
Fase II : dari 7 sampai 14, masa anak (belajar)
Fase III           : dari 14 sampai 21, masa remaja/pubertas (peralihan dari anak menjadi dewasa)
b.      Pendapat Kretschmer
Kretschmer mengemukakan empat fase, yaitu:
Fase I  : 0 sampai 3, fiillungs periode I (anak kelihatan pendek gemuk).
Fase II : 3 sampai 7, sterckungs periode I (anak kelihatan langsing).
Fase III: 7 sampai 13, fȕllungs periode II (anak kelihatan pendek gemuk).
Fase IV: 13 sampai 20, sterckungs periode II (anak kelihatan langsing).
Pada periode fȕllungs anak menunjukkan sifat, seperti jiwanya terbuka, mudah bergaul, mudah didekati, dan sebagainya. Pada periode sterckung anak bersifat, seperti jiwa tertutup, sukar bergaul, sukar didekati, dan sebagainya.
c.       Pendapat Sigmund Freud
(1)   Fase oral: 0 sampai 1, mulut sebagai daerah pokok aktivitas dinamis.
(2)   Fase anal: 1 sampai 3, dorongan dan tahanan berpusat difungsi pembuangan kotoran.
(3)   Fase falis: 3 sampai 5, alat-alat kelamin daerah crogen terpenting.
(4)   Fase latent: 5 sampai 12/13. Impuls cenderung dalam keadaan tertekan (mengendap).
(5)   Fase pubertas: 12/13 sampai 20. Impuls menonjol kembali.
(6)   Fase genital
d.      Pendapat Montessori
Mentossori mengemukakan empat periode perkembangan, yaitu:
(1)   Periode I (0-7) adalah periode penangkapan (penerimaan) dan pengaturan dunia luar dengan perantaraa alat indera.
(2)   Periode II (7-12) adalah rencana abstrak. Anak mulai memperhatikan hal kesusilaan.
(3)   Periode III (12-18) adalah periode penemuan diri dan kepekaan rasa social.
(4)   Periode IV (18- -) adalah periode pendidikan tinggi.
e.       Pendapat Ch. Bȕhler
Fase I  : (0-1), fase gerak laku ke dunia luar
Fase II : (1-4), fase makin luasnya hubungan anak dengan benda-benda di sekitarnya.
Fase III: (4-8), fase hubungan pribadi dengan lingkungan social, dan sebagainya.
Fase IV: (8-13), fase memuncaknya dunia objektif dan rasa kesadaran akunya.
Fase V : (13-19), fase penemuan diri dan kematangan.
2.      Periodisasi-Periodisasi Yang Berdasarkan Didaktis
a.      Pendapat Comenius
Konsepsi ini tentang macam-macam sekolah yang disesuaikan dengan jiwa anak, yaitu:
(1)   Scola meterna (sekolah ibu), untuk anak-anak umur 0-6.
(2)   Scola vernacular (sekolah Bahasa ibu), unuk anak-anak umur 6-12.
(3)   Scola latina (sekolah latin), untuk anak-anak umur 12-18.
(4)   Academia (akadekmi), untuk anak-anak umur 18-24.
b.      Pendapat J.J. Rousseau
(1)   I 0-2 adalah masa asuhan,
(2)   II 2-12 adalah masa pendidikan jasmani dan latihan panca indera,
(3)   III 12-15 adalah periode pendidikan akal,
(4)   15-20 adalah periode pembentukan watak dan pendidikan agama.
3.      Periodisasi-Periodisasi Yang Berdasarkan Psikologis
1.      Masa Intera-Uterin
Pemulaan kehidupan anak di kandungan di mulai saat pembuahan. Setelah itu perkembangan dalam masa kandungan ini terutama bersifat pematangan (maturation). Sel-sel tertentu karena dasarnya suatu saat (pada saat telah matang) berkembang menjadi organ-organ tertentu.
2.      Masa Vital
a.       Masa dimulainya kelahiran si anak. Ada beberapa hal yang perlu dikemukakan dalam hubungan kelahiran anak ini. (1) pertama adalah soal apakah anak itu lahir atau dilahirkan; (2) bahwa anak yang lahir itu senantiasa menangis; (3) bahwa anak manusia yang baru saja lahir itu sangat tidak berdaya.
b.      Kemajuan-kemajuan pada tahun pertama dan kedua. Freud menamakan masa tahun pertama dalam kehidupan anak sebagai masa oral, Karena mulut dipandang sebagai sumber keenakan dan tidakkeenakan. Pada tahun kedua anak telah belajar berjalan.
Beberapa Catatan Praktis
Pada masa vital ini kebutuhan vital (biologis) merupakan hal yang terpenting. Kebutuhan biologis itu harus diberikan secara layak, seperti pemberian makanan kepada anak atau bottle feeding, agar anak dapat berkembang secara normal.
3.      Masa Estetis
Pada masa ini perkembangan anak yang terutama ialah fungsi pancainderanya, dan dalam eksplorasinya dia menggunakan pancainderanya pula. Dalam masa inilah tampak munculnya gejala kenakalan (umur 3-5).

Petunjuk Praktis
Dalam menghadapi anak yang mengalami masa Trotz ini sikap yang paling baik adalah jalan tengah; artinya bukan sikap yang ekstrem, baik ekstrem menekan atau memanjakan.
4.      Masa Intelektual, Masa Keserasian Bersekolah
Freud memberi nama fase ini fase talent, yang dapat dirinci lagi menjadi dua fase, yaitu:
a.       Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar (6/7-9/10), dan
b.      Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar (9/10-13).
Beberapa sifat khas anak pada masa ini ialah:
(1)   Adanya perhatian kepada kehidupan praktis sehari-hari yang konkret.
(2)   Amat realistic, ingin tahu, ingin belajar.
(3)   Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal dan mata pelajaran khusus.
(4)   Samapi umur 11, anak membutuhkan bantuan pendidik untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya.
(5)   Masa ini anak memandang nilai (rapor) adalah ukuran yang tepat mengenai prestasi.
(6)   Anak-anak masa ini gemar membentuk kelompok-kelompok sebayanya.
Sifat-Sifat Psikologis Anak Puer
a.       Sifat khas yang pokok pada masa pueral diringkas menjadi dua, yaitu (1) ditunjukkan untuk berkuasa (si kuat, si juara, si menang, dan sebaganya), dan ekstravers.
b.      Rasa diri dan penerimaan otoritas (kekuasaan, outhorithy) orang dewasa.
c.       Sikap anak puer terhadap otoritas (kekuasaan).
d.      Permainan anak puer. Permainan masa ini biasanya banyak menggunakan tenaga.
e.       Bacaan pada anak puer, pada masa ini kegemaran akan dongeng-dongeng menurun sedangkan kegemaran akan cerita-cerita yang mengandung pengalaman meningkat.
Beberapa Catatan Praktis
Kematangan untuk masuk sekolah dasar sebenarnya primer harus tidak didasarkan kepada umur kronologis, tetapi harus didasarkan kepada kematangan jasmani atau rohani. Pada masa pueral ini murid menghendaki guru yang adil, tegas, calm, zakelijk yang nyatanya memiliki kelebihan dari murid-muridnya.
5.      Masa Remaja
Hakikat masa remaja yang utama adalah menemukan dirinya sendiri, meneliti sikap hidup yang lama dan mencoba-coba yang baru untuk menjadi yang dewasa.
1.      Masa Praremaja
Masa ini berlangsung dalam waktu singkat, ditandai oleh sifat-sifat negative pada si remaja sehingga seringkali disebut masa atau fase negative. Dari penelitian para ahli dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
(1)   Negative dalam prestasi: prestasi jasmani dan kejiwaan.
(2)   Negative dalam sikap social: menarik diri dari masyarakat, agresif terhadap masyarakat.

2.      Masa Remaja
a.       Merindu puja (mendewa-dewakan) sebagai gejala remaja. Di dalam fase negative untuk pertama kali anak sadar akan kesepian yang tidak pernah dialaminya pada masa sebelumnya
b.      Tipe-Tipe Anak Remaja
Laki-Laki
Perempuan
1.      Aktif dan memberi
2.      Cenderung untuk memberikan perlindungan
3.      Aktif meniru pribadi pujaannya
4.      Minat tertuju pada hal yang bersifat intelktual, abstrak, zakelijk
5.      Berusaha memutuskan sendiri dan ikut bicara
1.      Pasif dan menerima
2.      Cenderung untuk menerima perlindungan
3.      Pasif, mengagumi pribadi pujaannya
4.      Minat tertuju pada hal yang besifat emosional. Konkret, persoonlijk
5.      Berusaha mengikuti dan menyenangkan orang lain
Beberapa Catatan Praktis
Dari segi pendidikan masa negative adalah masa yang sukar bagi anak, pada masa ini pribadi pendidik (sebagai pendukung nilai) sangat langsung mempengaruhi perkembangan pendirian serta penentu pandangan hidup si remaja.



















Bab 7
Perubahan Individu Karena Belajar

A.    Pendahuluan
1.      Perlu Dan Pentingnya Masalah Belajar
Setiap orang itu berusaha untuk belajar dan mengajar,  karena itu adalah hal yang penting bagi kehidupan.
2.      Ahli-Ahli Psikologi Memegang Peran Utama Dalam Mengupas Masalah Belajar
Masalah dalam belajar terjadi karena dua hal, yaitu karena alasan historis dan alasan literer. Bagi seorang ahli psikologi teori belajar itu merupakan hal yang hakiki, karena bermacam-macam tingkah laku manusia itu, yang oleh si ahli psikologi hendak pahami, adalah hasil belajar.

B.     Apakah Belajar Itu?
1.      Macam-Macam Aktivitas Yang Disebut Belajar
Banyak aktivitas-aktivitas yang oleh hamper setiap orang dapat disetujui kalau disebut belajar, seperti mendapatkan perbendaharaan kata-kata baru, menghafal syair dan sebagainya.
2.      Macam-Macam Definisi
Dapat disimpulkan dari definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:
(1)   Bahwa belajar itu membawa perubahan (dalam arti behavioral changes, actual maupun potensial).
(2)   Bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru (dalam arti Kenntnis dan Fertingkeit).
(3)   Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja).

C.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
1.      Factor-faktor nonsosial dalam belajar, misalnya keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, siang atau malam), tempat (letak, pergedungannya), alat-alat pelajaran.
2.      Factor-faktor social dalam belajar, adalah factor manusia(sesama manusia), baik manusia itu ada (hadir) maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir.
3.      Factor-faktor fisiologis dalam belajar, factor Tonus jasmani pada umumnya (jasmani segar atau lelah), dan factor keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama fungsi pancaindera.
4.      Factor-faktor psikologi dalam belajar, Maslow (menurut Frandsen, 1961: 234) mengemukakan motif untuk belajar itu, ialah adanya kebutuhan fisik; rasa aman, bebas dari kekhawatiran; kecintaan dan penerimaan dalam hubungan dengan orang lain; mendapat kehormatan dari masyarakat; sesuai dengan sifat untuk mengemukakan atau mengtengahkan diri. Kebutuhan tersebut tidaklah lepas satu sama lain, melainkan sebagai suatu keseluruhan mendorong belajarnya anak.




D.    Bagaimanakah Belejar Itu Terjadi? Beberapa Konsepsi Atau Teori Belajar
Hilgard (1984 menunjukkan lima macam perbedaan antara molecural dan molar, yaitu:
(1)   Teori-teori molecular environmentalistis, teori-teori molar nativistis.
(2)   Teori molecular mementingkan bagian-bagian, teori molar mementingkan keseluruhan.
(3)   Teori molecular mementingkan reaksi, teori molar memntingkan kognisi.
(4)   Teori molecular mementingkan mekanisme, teori molar mementingkan dynamic aquilibrium.
(5)   Teori molecular bertinjau historis, teori molar bertinjau kekinian.
1.      Konsepsi-konsepsi yang disusun atas dasar pemikiran spekulatif
a.       Belajar menurut ahli-ahli golongan skolastik, belajar itu pada hakikatnya ialah mengulang-ulang bahan yang harus dipelajari (ulangan).
b.      Belajar menurut golongan kotrareformasi, mereka menganggap sebagai inti belajar itu adalah ulangan.
c.       Belajar menurut konsepsi ahli-ahli psikologi daya, pada hakikatnya itu belajar itu juga ulangan.
d.      Pendapat Herbart, menurut teori ini tanggapan adalah inti belajar, di samping pemberian tanggapan yang sejelas mungkin, ialah ulangan; ulangan untuk memasukan tanggapan sesering mungkin ke dalam tanggapan.
2.      Ebbinghaus merintis cara pendekatan  ekperimental
Dalam konsepsi ini inti daripada belajar itu tidak lain dan tidak bukan juga ulangan.
3.      Teori Thorndike: koneksionisme atau Bond-psychology
Thorndike berpendapat bahwa yang menjadi dasar belajar itu ialah asosiasi antara kesan pancaindera dengan impuls untuk bertindak. Proses belajar pada manusia berlangsung menurut tiga hukum belajar pokok, yaitu:
a.       Low of readiness, pelajar cenderung untuk mendapatkan kepuasan atau ketidakpuasan, menerima atau menolak sesuatu.
b.      Low of exercise, hukum ini mengandung dua hal, yaitu low of use (hubungan atau koneksi menjadi bertambah bila dilatih), low of disuse itu sebaliknya.
c.       Low of effect, menunjukkan kepada makin kuat atau makin lemahnya hubungan sebagai akibat daripada respons yang dilakukan.
4.      Pavlovianisme; classical conditioning
Secara psikologis refleks bersyarat itu merupakan reaksi sebagai hasil belajar. Tetapi Pavlov tidak tertarik pada masalah ini, melainkan lebih tertarik pada masalahfungsi otak.
5.      Behaviorisme
Tokoh utama aliran ini adalah J.B. Watson. Dasar-dasar pendapat Watson ialah:
a.       Masalah objek psikologi, objek adalah tingkah laku, lebih tegasnya lagi adalah tingkah laku positif, yaitu tingkah laku yang dapat diobservasi.
b.      Masalah metode, Watson tidak setuju dengan metode introspektif. Metode yang pokok ialah observasi.
c.       Bagian-bagian teori Watson yang terpenting,
(1)   Teori sarbon (stimulasus and response bond theory)
(2)   Pengamatan dan kesan (sensation and perception)
(3)   Perasaan, tingkah laku afektif
(4)   Tentang teori berpikir
(5)   Pengaruh lingkungan (pendidikan, belajar, pengalaman) dalam perkembangan individu
6.      Teori Skinner: operant conditioning
Focus teori Skinner adalah pada respons atau jenis tingkah laku yang kedua ini (respondent response dan operant response); soalnya ialah bagaimana menimbulkan, mengembangkan, dan memodifikasi tingkah laku tersebut.
7.      Teori Gestalt
Tokoh utama yang merumuskan transfer dari pengamatan ke belajar ialah Koffka. Belajar adalah asumsi bahwa hukum-hukum organisasi dalam pengamatan itu berlaku bagi belajar. Pada kenyataannya bahwa belajar pokok yang terpenting adalah mendapat respon yang tepat. Berikut adalah hukum-hukum pengamatan, yaitu: Hukum Prȁgnanz (memuat), dan hukum-hukum tambahan. Jadi inti dari belajar itu adalah mengerti dan mendapatkan insight (pencerahan/pemecahan problem).
8.      Belajar menurut teori medan
(1)   Belajar sebagai perubahan dalam struktur kognitif,
(2)   Hadiah dan hukum menurut interprestasi Kurt Lewin. Ahli-ahli yang emngikuti law of effect dan law of reinforcement menganalisis keadaan yang mendorong pelajar untuk mendekati hadiah dan menjauhi hukuman. Kurt Lwein menggambarkan situasi yang mengandung hadiah atau hukuman itu sebagai situasi yang mengandung konflik.
(3)   Masalah berhasil dan gagal
(4)   Sukses membawa mobilisasi energy cadangan, sehingga kemampuan individu untuk memecahkan problem bertambah, meningkat.
9.      Pendirian Eklektik
Berdasarkan atas pendirian eklektik hendaklah digunakan hukum-hukum belajar yang setepat mungkin supaya usaha belajar lebih berhasil.



















Bab 8
Penilaian Hasil-Hasil Pendidikan

A.    Pendahuluan
1.      Masalah penilaian hasil-hasil pendidikan bukanlah masalah baru: ujian adalah cara yang paling umum dilakukan dalam usaha tersebut
2.      Rapor sebagai perumusan terakhir sesaat daripada penilaian hasil-hasil pendidikan. Maksud penilaian hasil-hasil pendidikan itu ialah untuk mengetahui (dengan alasan yang bermacam-macam) pada waktu dilakukan penilaian itu sudah sejauh manakah kemajuan anak didik. Rapor itu merupakan perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai hasil belajar muridnya selama masa tertentu.
3.      Fungsi penilaian dalam proses pendidikan
a.       Dasar psikologis, secara psikologis orang selalu butuh mengetahui sudah sampai sejauh mana dia berjalan menuju kepada tujuan yang ingin atau yang seharusnya dicapai.  Masalah kebutuhan psikologis akan pengetahuannya mengenai hasil usaha yang telah dilakukan dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari segi anak didik dan segi pendidik.
b.      Dasar didaktis, ada dua segi, yaitu:
(a)    Dari segi anak didik, pengetahuan akan kemajuan-kemajuan  yang telah dicapai pada umumnya berpengaruh baik terhadap pekerjaan selanjutnya, dan murid juga tahu akan kekuatan serta kelemahannya.
(b)   Dari segi guru, dengan menilai hasil atau kemajuan muridnya, sebenarnya guru tidak hanya menilai hasil usaha muridnya saja, tetapi sekaligus menilai hasil usahanya sendiri.
c.       Dasar adminstratif, memberikan data untuk menentukan status anak didik di dalam kelasnya, memberi ikhtisari mengenai segala hasil usaha yang dilakukan oleh sesuatu lembaga pendidikan, dan merupakan inti laporan tentang kemajuan murid kepada orang tua atau pejabat pemerintah yang berwenang, guru dan juga murid.

B.     Teknik Penilaian
1.      Syarat-syarat penilaian yang baik
a.       Tes itu harus reliable, tes itu memiliki keajegan hasil (sama dengan dirinya sendiri).
b.      Tes itu harus valid, mengukur apa yang seharusnya diukur.
c.       Tes itu harus objektif, suatu factor yang terpenting yang mempengaruhi validitas dan reabilitas.
d.      Tes itu harus deskriminatif, disusun sedemikian rupa sehingga dapat melacak perbedaan yang sekecil apapun.
e.       Tes itu harus comprehensive, mencakup segala persoalan yang harus diselidiki.
f.       Tes itu harus mudah digunakan
2.      Bermacam-macam bentuk penilaian
Tes terbagi menjadi dua yaitu subjektif dan objektif. Menurut sejarah yang lebih dahulu adalah bentuk tes subjektif akan teteapi karena ternyata bentuk ini banyak mengandung kelemahan, maka orang lalu berusaha menyusun tes objektif.
(1)   Berikut adalah kelemahan tes subjektif:
a.       Tes subjektif itu sukar sekali (kalau tidak dapat dikatakan tidak mungkin) dinilai secara tepat.
b.      Tes subjektif sukar untuk dapat comprehensive.
c.       Terpengaruh oleh sistem essay examination, atau ada yang memang dengan kesadaran, dan kecenderungan kepada si pendidik untuk memberikan nilai seperti biasanya.
d.      Masalah reabilitas, validitas, dan objektifitas sukar dapat dijamin oleh tes subjektif itu.
(2)   Tes objektif, tes dibagi menjadi empat macam, yaitu:
a.       Tes kepribadian (personality test)
b.      Tes inteligensi atau tes inteligensi umum (intelligence test, general intelligence test)
c.       Tes bakat khusus (special ability test, aptitude test)
d.      Tes sekolah atau tes prestasi atau tes hasil belajar
Menurut bentuknya, tes sekolah ini masih bisa dibedakan lagi menjadi beberapa macam bentuk yang terpenting, yaitu:
a.       Tes benar-salah atau tes ya-tidak (true-false test, yes-no test)
b.      Tes pilihan berganda (multiple choice test)
c.       Tes membandingkan atau menyesuaikan (matching test)
d.      Tes isian
e.       Tes melengkapi
Beberapa Catatan Penutup
Bermacam-macam tes itu hanya alat-alat untuk menilai sampai sejauh mana kejauhan anak didik, sebagai alat tetaplah menjadi alat, jangan sampai alat menjadi tujuan. Bermacam-macam bentuk tes itu sebaiknya dipakai dalam kombinasi antara yang satu dengan yang lain.

C.    Statistika Sederhana
1.      Perlu dan pentingnya soal ini
Penilaian pada dasarnya adalah semacam pengukuran. Di dalma penilaian itu kita mengenakan norma-norma tertentu; norma-norma itu pada hakikatnya adalah semacam ukuran. Hal-hal yang kita nilai itu sendiri yaitu kemajuan anak didik, sebenarnya bersifat kualitatif, jadi kita lakukan kuantitatif.
2.      Bermacam-macam data kuantitatif
a.       Data nominal, yaitu data yang kita peroleh kalau kita melakukan klarifikasi.
b.      Data urutan atau data ordinal, yaitu data yang menunjukkan urutan kedudukan masing-masing hal dalam data itu.
c.       Data interval, yaitu data dimana terdapat jarak yang sama di antara hal-hal yang diselidiki atau dipersoalkan.
d.      Data nisbah atau perbandingan atau rasio, yaitu data yang mempunyai nol mutlak, harga nol seperti yang kita pergunakan dalam perhitungan matematika.
3.      Pembuatan table frekuensi
Pembuatan table ini berfungsi untuk memudahkan kita memahami dan lebih memberikan gambaran mengenai soal yang perlu kita atur. Berikut ini tahap-tahap membuat table frekuensi bergolong, yaitu:
a.       Menetapkan banyaknya dan besarnya interval.
b.      Menetapkan batas dan nilai yang akan mewakili kelompok.
c.       Menghitung dan mencatat frekuensi untuk masing-masing interval.
4.      Ukuran-ukuran sentral
Di dalam statistika ada tiga macam ukuran mengenai kecenderungan pemusatan itu, yaitu:
(1)   Rata-rata hitung = rata-rata = Mean (lengkapnya arithmetic mean).
(2)   Titik tengah (medium), diberi lambing Md, dan
(3)   Modus atau modul, diberi lambing Mo.
Penggunaan ukuran-ukuran tendensi sentral:
(1)   Kita cari mean apabila: dikehendaki rebilitas yang tersedia, dalam perhitungan selanjutnya ada perhitungan mengenai deviasi, dan distribusi dibagian pusat simetris.
(2)   Kita cari Md (medium) apabila: tak ada cukup waktu untuk mencari mean, distribusi data sangat berat sebelah, dan distribusi yang kita peroleh tidak komplit.
(3)   Kita mencari Mo (modus) apabila: kita kehendaki ukuran tendensi sentral yang paling cepat, kita ingin tahu hal yang paling khas dalam data yang kita selidiki.
5.      Ukuran-ukuran pemencaran (sebaran) atau variabilitas
a.       Deviasi rata-rata (=AD) everage deviation adalah rata-rata dari semua deviasi kalau kita mengabaikan tanda aljabarnya.
b.      Deviasi stamdard (=SD) standard deviation atau simpangan baku, adalah yang paling umum dipakai sebagai petunjuk derajat variabilitas, dan yang paling dapat dipercaya.
6.      Korelasi
Angka korelasi adalah angka yang menunjukkan sampai sejauh mana dua hal saling berhubungan; sampai sejauh mana variasi dalam satu hal bersamaan dengan variasi dalam hal yang lain.
·         Interprestasi angka korelasi
Untuk memberikan interprestasi kolerasi secara teliti sekali harus dipergunakan daftar yang memperthitungkan pula jumlah objek yang dipersoalkan.
·         Korelasi tatajenjang (rank order correlation)
Kolerasi product moment itu adalah korelasi yang paling dipercaya, Karena itu dimana mungkin hendaklah dipergunakan. Korelasi rank order itu kita pergunakan kalau kita hanya mempunyai data ordinal.
7.      Beberapa Catatan Praktis
Statistika itu sangat besar gunanya untuk memperhitungkan nilai-nilai, memperbaiki tes yang telah disusun.




Buku 2
Judul Buku      : Perkembangan Peserta Didik
Penulis             : Prof. Dr. H. Sunarto & Dra. Ny. B. Agung Hartono
Penerbit           : PT RINEKA CIPTA
Tahun Terbit    : 2008
Kota Terbit      : Jakarta





















Bab I
Karakteristik dan perbedaan individu
A.    Individu Dan Karakteristiknya
1.      Pengertian Individu
Manusia adalah mahluk yang dapat dipandang dari berbagai sudut pandang. Sebagaimana dikenal manusia sebagai mahluk berpikir “homo sapiens”, mahluk yang berbentuk “homo faber”, mahluk yang dapat dididik “homo educadum”, dan seterusnya. Manusia memiliki karakter hakiki atau sifat kodrati yang seimbang antaraberbagai segi, yaitu individu dan social, jasmani dan rohani, dan dunia dan akhirat.
Individu berarti; tidak dapat dibagi (undivided), tidak dapat dipisahkan; keberadaanya sebagai mahluk yang pilah, tunggal dank has. Seseorang yang beda dengan orang lain karena ciri-cirnya yang khusus (Webster’s : 743). Manusia merupakan psikofisis atau psikosomatis yang terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan digunakan untuk menyatakan perubahan kuantitatif mengenai fisik dan biologis dan perkembangan digunakan untuk perubahan kualitatif mengenai aspek psikis atau rohani dan aspek social.
2.      Karakteristik Individu
Setiap individu memiliki ciri dan sifat karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari lingkungan. Natur dan nurture merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristik individu dalam hal fisik, mental, dan emosional pada setiap tingkat perkembangan.

B.     Perbedaan Individu
1.      Bidang-Bidang Perbedaan
Garry 1963 (Oxendine, 1984: 317) mengategorikan perbedaan individual ke dalam bidang-bidang berikut:
(1)   Perbedaan fisik: usia, tingkat dan berat badan, jenis kelamin dan sebagainya.
(2)   Perbedaan social termasuk status ekonomi, agama, hubungan, keluarga dan suku.
(3)   Perbedaan kepribadian termasuk watak, motif, minat, dan sikap
(4)   Perbedaan inteligensi dan kemampuan dasar.
(5)   Perbedaan kecakapan atau kepandaian di sekolah.
a.      Perbedaan Kognitif, kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b.      Perbedaan individual dalam kecakapan Bahasa, kemampuan berbahasa merupakan kemampuan seseorang untuk menyatakan buah pikirannya dalam bentuk ungkapan kata dan kalimat yang penuh makna, logis, dan sistematis.
c.       Perbedaan dalam kecakapan motoric, kecakapan motoric atau kemampuan psikomotorik merupakan kemampuan untuk melakukan koordinasi kerja saraf motoric yang dilakukan oleh saraf pusat untuk melakukan kegiatan. Kemampuan motoric dipengaruhi juga oleh kematangan pertumbuhan fisik dan tingkat berpikir.
d.      Perbedaan dalam latar belakang, perbedaan latar belakang dan pengalaman mereka masing-masing dapat memperlancar atau menghambat prestasinya,  terlepas dari potensi individu untuk menguasai bahan pelajaraan.
e.       Perbedaan dalam bakat, bakat merupakan kemampuan khusus yang dibawa sejak lahir. Kemampuan tersebut dapat berkembang dengan baik jika mendapatkan rangsangan dan pemupukan secara tepat.
f.        Perbedaan dalam kesiapan belajar.

C.    Aspek-Aspek Pertumbuhan Dan Perkembangan Individu
1.      Pertumbuhan Fisik
a.      Pertumbuhan Sebelum Lahir, merupakan pertumbuhan dan perkembangan manusia yang sangat kompleks, karena pada masa itu merupakan awal terbentuknya organ-organ tubun dan tersusunya jaringan saraf yang membentuk sistem yang lengkap.
b.      Pertumbuhan Setelah Lahir, proses pertumbuhan fisik manusia berlangsung sampai masa dewasa. Seorang individu akan terus mengalami perubahan kerena pertumbuhan, sehingga masing-masing komponen tubuh akan mencapai tingkat kematangan untuk menjalankan fungsinya. Pertumbuhan fisik anak dibagi menjadi empat periode utama, dua periode ditandai dengan pertumbuhan yang cepat dan dua periode yang lainnya dicirikan oleh pertumbuhan yang lama.
2.      Intelek
Intelek atau daya pikir berkembang sejalan denga pertumbuhan saraf otak. Perkembangan kemampuan berpikir ini dikenal pula sebagai perkembangan kognitif. Menurut Piaget (Sarlito, 1991: 81) mengikuti tahap berikut ini:
(1)   Tahap pertama: masa sensori motor (0-2,5 tahun).
(2)   Tahap kedua: masa pra-operasional (2-7 tahun)
(3)   Tahap ketiga: masa konkreto prerasional (7-11 tahun)
(4)   Tahap keempat: masa operasional (11-dewasa)
3.      Emosi
Rasa dan perasaan merupakan salah satu potensi yang khusus dimiliki oleh manusia. Emosi merupakan gejala perasaan disertai dengan perubahan atau perilaku fisik. Dalamnya hidupnya atau proses pertumbuhan dan perkembangan manusia memiliki banyak kebutuhan. Kebutuhan dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu kebutuhan jasmani dan rohani.
4.      Social
Manusia itu tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Dan dalam proses pertumbuhan setiap orang tidak dapat berdiri sendiri.
5.      Bahasa
Fungsi Bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Pengertian Bahasa sebagai alat komunikasi diartikan sebagai tanda, gerak dan suara untuk menyampaikan isi pikiran kepada orang lain.
6.      Bakat Khusus
Bakat merupakan kemampuan tertentu atau khusus yang dimiliki oleh seorang individu yang hanya dengan rangsangan atau sedikit latihan, kemampuan itu dapat berkembang dengan baik. Dalam definisi bakat dikemukakan Guildford (sumadi: 1984) bakat mencakup tiga dimensi, yaitu dimensi perseptual, dimensi psikomotor, dan dimensi intelektual.
7.      Sikap, Nilai, dan Moral
Semakin tumbuh dan berkembang fisik dan psikisnya, anak mulai deikenalkan terhadap nilai-nilai , ditunjukkan hal yang boleh dan tidak boleh, yang harus dilakukan dan dilarang dengan berangsur-angsur anak mulai mengikuti berbagai ketentuan yang berlaku dalam keluarga, semakin lama semakin luas hingga ketentuan yang berlaku di masyarakat dan Negara.






































Bab II
Pertumbuhan Dan Perkembangan

A.    Pengertian Pertumbuhan Dan Perkembangan
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak sehat, dalam perjalanan waktu tertentu. Dari menurut para ahli dapat disimpulankan bahwa perkembangan adalah perubahan progresif secara terorganisasi yang berlangsung dari keadaan global. Perubahan dibagi menjadi empat kategori utama, yaitu pertumbuhan dalam ukuran (ukuran panjang, tinggi, berat), pertumbuhan dalam perbandingan (pada anak ketika bertambah umur. Kepala, anggota badan dan gerak akan semakin bertambah besar), perubahan untuk mengganti hal-hal yang lama (merangkak menjadi jalan), dan perubahan untuk mengganti hal-hal yang baru (dari belum punya gigi, lalu tumbuh gigi).

B.     Tugas-Tugas Perkembangan
Havighurst (Garrison, 1956:14-15) mengemukakan 10 jenis tugas perkembangan remaja, yaitu:
(1)   Mencapai hubungan dengan teman lawan jenisnya secara lebih memuaskan dan matang.
(2)   Mencapai perasaan seks dewasa yang diterima secara normal.
(3)   Menerima keadaan badannya dan menggunakannya secara efektif.
(4)   Mencapai kebebasan emosional dari orang dewasa.
(5)   Mencapai kebebasan ekonomi.
(6)   Memilih dan menyiapkan suatu pekerjaan.
(7)   Menyiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga.
(8)   Mengembangkan keterampilan dan konsep intelektual yang perlu bagi warga Negara yang kompeten.
(9)   Menginginkan dan mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara social, dan
(10)           Menggapai suatu perangkat nilai yang digunakan sebagai pedoman tingkah laku.

C.    Hukum-Hukum Pertumbuhan dan Perkembangan
1.      Hukum Cephalocoudal, hukum ini berlaku pada pertumbuhan fisik, bahwa pertumbuhan fisik dimulai dari kepala kea rah kaki. Bagian pada kepala tumbuh lebih dahulu dibanding bagian lain.
2.      Hukum Proximodital, adalah hukum tentang pertumbuhan fisik, bahwa pertumbuhan fisik berpusat pada sumbu dan mengarah ke tepi, seperti jantung, hati dan sebagainya.
3.      Perkembangan terjadi dari umum ke khusus, pada setiap aspek terjadi proses perkembangan yang dimulai dari hal-hal yang umum, kemudian secara sedikit demi sedikit meningkat ke hal-hal yang khusus.
4.      Perkembangan berlangsung dalam tahapan-tahapan perkembangan, contoh penahapan perkembangan manusia antara lain meliputi: masa pra-lahir, masa jabang bayi (0-2 minggu), masa bayi (2minggu-1tahun), masa anak prasekolah (1-5 tahun), masa sekolah (6-12 tahun), masa remaja (13-21 tahun), masa dewasa (21-65 tahun), dan masa tua (65 tahun ke atas).
5.      Hukum tempo dan ritme perkembangan, tahapan perkembangan berlangsung secara berurutan, terus menerus dan dalam tempo perkembangan yang relative tetap dan bisa berlaku umum. Perbedaan waktu yaitu cepat atau lambatnya suatu penahapan perkembangan menjadi pembeda antar individu. Ritme atau irama perkembangan akan semakin jelas tampak pada saat kematangan fungsi-fungsi.

D.    Remaja: Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan
1.      Remaja menurut hukum, dalam hubungan dengan hukum, tampaknya hanya undang-undang perkawinan saja yang mengenal konsep “remaja” walaupun tidak secara terbuka. Usia minimal menurut undang-undang disebutkan 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria (pasal 7 Undang-Undang No.1/1974). Waktu antara 16 dan 19 tahun sampai 22 tahun ini disejajarkan dengan pengertian “remaja” dalam ilmu-ilmu social lain.
2.      Remaja ditinjau dari sudut perkembangan fisik, remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Secara anatomis berarti alat kelamin khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuk yang sempurna, dan secara faali alat kelamin tersebut sudah dapat berfungsi secara sempurna juga.
3.      Batasan remaja menurut WHO, remaja adalah suatu masa pertumbuhan dan perkembangan di mana telah mencapai kematangan seksual, mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, terjadi peralihan dari ketergantungan social-ekonomi yang penuh keadaan relative lebih mandiri (Muangman, yang dikutip oleh Sarlito, 1991: 9).
4.      Remaja ditinjau dari factor social psikologi, salah satu ciri lain dari remaja adalah “perkembangan psikologis dan identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa”.puncak perkembangan jiwa itu ditandai dengan adanya proses perubahan dari kondisi “entropy” (keadaan manusia belum tersusun rapi) ke kondisi negentropy (kesadaran tersusun dengan baik).
5.      Definisi remaja untuk masyarakat Indonesia, sebagai pedoman umum untuk remaja Indonesia dapat digunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah. Perserikatan Bangsa-Bangsa sendiri menetapkan usia 15-24 tahun sebagai usia pemuda dalam rangka keputusan mereka untuk menetapkan tahun1985sebagai tahun pemuda internasional.

E.     Jenis-Jenis Kebutuhan dan Pemenuhnya
Kebutuhan dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer pada hakikatnya merupakan kebutuhan biologis atau organic dan umumnya merupakan kebutuhan yang didorong oleh motif asli, contoh: makan, minum, bernapas, dan kehangatan tubuh. Sedangkan kebutuhan sekunder merupakan kebutuhan yang didorong oleh mitif yang dipelajari, seperti misalnya kebutuhan untuk mengejar pengetahuan, kebutuhan untuk mengikuti pola hidup bermasyarakat, kebutuhan akan hiburan dan sebagainya.
Berikut ini adalah teori kebutuhan yang dikemukakan Maslow (Letfon, 1982:171), yaitu kebutuhan jasmaniah (fisiologis), keamanan, cinta kasih, penghargaan, kognitif, dan aktualisasi diri.

F.     Kebutuhan Remaja, Masalah dan Konsekuensinya
Berikut jenis kebutuhan remaja dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a.       Kebutuhan organic, yaitu makan, minum, bernapas, seks;
b.      Kebutuhan emosional, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan simpati dan pengakuan dari pihak lain, dikenal dengan n’Aff;
c.       Kebutuhan berprestasi atau need of achievement, berkembang karena didorong untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dan sekaligus menunjukkan kemampuan psikofisis;
d.      Kebutuhan untuk mempertahankan diri dan mengembangkan jenis.

Masalah dan konsekuensinya
Beberapa masalah yang dihadapi remaja sehubungan dengan kebutuhan-kebutuhannya dapat diuraikan sebagai berikut:
(1)   Upaya untuk dapat mengubah sikap dan prilaku kekanak-kanakan menjadi sikap dan prilaku dewasa.
(2)   Seringkali para remaja mengalami kesulitan untuk menerima perubahan-perubahan fisiknya.
(3)   Perkembangan fungsi seks pada masa ini dapat menimbulkan kebingungan remaja untuk memahaminya, sehingga sering terjadi salah tingkah dan perilaku yang menentang norma.
(4)   Dalam memasuki kehidupan bermasyarakat, remaja yang terlalu mendambakan kemandirian, dalam arti menilai cukup mampu untuk mengatasi problema kehidupan, kebanyakan akan menghadapi berbagai masalah, terutama masalah penyesuaian emosional.
(5)   Harapan-harapan untuk dapat berdiri sendiri dan untuk hidup mandiri secara social ekonomis akan berkaitan dengan berbagai masalah untuk menetapkan pilihan jenis pekerjaan dan pendidikan.
(6)   Berbagai norma dan nilai yang berlaku di dalam hidup bermasyarakat merupakan masalah tersendiri bagi remaja; sedang dipihak remaja merasa memiliki nilai dan norma kehidupan yang dirasa lebih sesuai.

Usaha-usaha pemenuhan kebutuhan remaja dan implikasinya dalam penyelenggaraan pendidikan
Pemenuhan kebutuhan fisik atau organic merupakan tugas pokok. Kebutuhan ini harus dipenuhi, karena hal ini merupakan kebutuhan untuk mempertahankan kehidupan agar tetap tegar(survival). Kebutuhan ini sangat dipengaruhi oleh factor ekonomi, terutama ekonomi keluarga. Realisasi hal ini di sekolah adalah pendidikan kesehatan, pendidikan jasmani, dan pentingnya usaha kesehatan sekolah (UKS).










Bab III
Pertumbuhan Fisik

Perubahan fisik adalah perubahan-perubahan fisik yang terjadi dan merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Penyebab perubahan pada masa remaja adalah adanya dua kelenjar yang menjadi aktif bekerja dalam sistem endokrin. Kelenjar pituitary yang terletak didasar otak mengeluarkan dua macam hormone, kedua hormon itu adalah hormone pertumbuhan yang meyebabkan terjadinya perubahan ukuran tubuh dan hormone gonadotropik. Seluruh proses produksi dikendalikan oleh perubahan yang terjadi dalam kelenjar endokrin. Kelenjar ini diaktifkan oleh rangsangan yang dilakukan kelenjar hypothalamus, yaitu kelenjar yang dikenal sebagai kelenjar untuk merangsang pertumbuhan pada saat remaja dan terletak di otak.
Adapun perubahan fisik yang penting dan yang terjadi pada masa remaja ialah:
1.      Perubahan ukuran tubuh;
2.      Perubahan proporsi tubuh;
3.      Munculnya ciri-ciri kelamin yang utama (primer); dan
4.      Ciri kelamin kedua (sekunder).
Kondisi-kondisi lain yang mempengaruhi pertumbuhan fisik anak, antara lain adalah:
(1)   Pengaruh keluarga;
(2)   Pengaruh gizi;
(3)   Gangguan emosional;
(4)   Jenis kelamin;
(5)   Status ekonomi;
(6)   Kesehatan; dan
(7)   Pengaruh bentuk tubuh.






















Bab IV
Perkembangan Intelek, Sosial, Dan Budaya

A.    Perkembangan Intelek
1.      Pengertian Intelek Dan Inteligensi
Menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa intelek adalah kekuatan dimana manusia  memiliki kemampuan kecakapan untuk berpikir, mengamati atau mengerti. Sedangkan, menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa inteligensi merupakan kemampuan dan tingkah laku seseorang yang memungkinkann memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkan ilmu tersebut untuk berpikir dan bertindak secara terarah dalam memngolah dan menguasai lingkungan secara efektif.
Rumusan-rumusan tersebut mengungkapkan bahwa rumusan inteligensi mengandung unsur-unsur yang sama dengan yang dimaksudkan dalam istilah intelek, yang menggambarkan kemampuan seseorang dalam berpikir dan atau bertindak.
2.      Hubungan Antara Intelek Dan Tingkah Laku
Bagi remaja, corak prilaku pribadinya di hari depan dan corak tingkah lakunya sekarang akan berbeda. Kemampuan abstraksi akan berperan dalam perkembangan kepribadiannya. Di samping itu pengaruh egosentris masih terlihat pada pikirannya. Egosentrisme inilah yang menyebabkan “kekakuan” para remaja dalam cara berpikir maupun beringkah laku. Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka egosentrisme makin berkurang. Sehingga berarti remaja sudah dapat berpikir abstrak dengan mengikutsertakan pendapat dan pandangan orang lain.
3.      Karakteristik Perkembangan Intelek Remaja
a.       Sifat deduktif hipotesis, seorang remaja akan mengawalinya dengan pemikiran teoretik. Pada dasarnya pengajuan hipotesis itu menggunakan cara berpikir  induktif di samping deduktif, maka ia akan dapat membuat suatu strategi penyelesaian.
b.      Berpikir operasional juga berpikir kombinatoris, dengan berpikir operasional formal memungkinkan orang untuk mempunyai tingkah laku problem solving yang betul-betul ilmiah, serta memungkinkan untuk mengadakan pengujian hipotesis dengan variable-variabel tergantung kemungkinan yang ada.
4.      Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Intelek
Pandangan pertama yang mengakui bahwa inteligensi itu adalah factor bakat, dinamakan aliran Nativisme, sedangkan pandangan keduan menyatakan bahwa inteligensi itu dapat dipengaruhi oleh ligkungan aliran Empiris. Menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa factor yang mempengaruhi perkembangan inteligensi, yaitu banyaknya pengalaman, latihan-latihan, dan adanya kebebasan berpikir.
5.      Perbedaan Individu Dalam Kemampuan Dan Perkembangan Intelek
Seperti yang diketahui, manusia itu berbeda satu sama lain dalam berbagai hal, juga inteligensinya. Inteligensi itu sendiri oleh David Wechler (1958) didefinisikan sebagai “keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif”. Sehingga inteligensi itu bersifat individual, artinya satu dan lainnya tidak sam persis kulaitas IQnya.
6.      Usaha-Usaha Dalam Membuat Mengembangkan Intelek Remaja Dalam Proses Pembelajaran
Kita dapat memberikan kesempatan untuk mengadakan diskusi secara baik dan dengan memberikan tugas penulisan makalah. Memberikan motivasi untuk belajar, untuk itu dikembangkan atau digunakan pendekatan yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk menentukan sendiri. Pendekatan semacam itu kita kenal sebagai pendekatan keterampilan proses atau metode penemuan dan inkuiri.

B.     Bakat Khusus
1.      Pengertian Bakat Khusus
Bakat dapat diartikan sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi (potential ability) yang masih perlu dikembangkan atau dilatih. Jadi, bakat adalah kemampuan alamiah untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan yang relative bersifat umum (misalnya bakat intelektual umum) atau khusus (bakat akademis khusus disebut talent. (Cony Semiawan, dkk., 1987: 2). Pengertian bakat khusus atau talent adalah seseorang yang mempunyai kemampuan bawaan untuk bidang tertentu.
2.      Jenis-Jenis Bakat Khusus
Pemberian nama terhadap jenis-jenis bakat biasanya dilakukan berdasarkan atas bidang apa bakat itu berfungsi, seperti bakat matematika, bakat Bahasa, bakat seni, dan sebagainya. Tetapi macam bakat sangat tergantung pada konteks kebudayaan.
3.      Kaitan Antara Bakat Dan Prestasi
Bakat memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu, akan tetapi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman dan dorongan atau motivasi agar bakat itu dapat terwujud.
4.      Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Bakat Khusus
Adapun sebab atau factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bakat khusus atau seseorang tidak dapat mewujudkan bakat-bakatnya secara optimal, dengan kata lain prestasinya di bawah potensinya dapat terletak pada anak itu sendiri dan lingkungan.
5.      Perbedaan Individu Dalam Bakat Khusus
Perlu ditekankan bahwa setiap anak mempunyai bakat-bakat tertentu, hanya berbeda dalam jenis dan derajatnya. Yang dimaksud dengan anak berbakat adalah mereka yang mempunyai bakat-bakat dalam derajat tinggi dan bakat-bakat yang unggul.
6.      Upaya Pengembangan Bakat Khusus Remaja Dan Implikasi-Implikasi Dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Sebelumnya kita harus mengetahui bakat apa saja yang dimiliki oleh si anak. Dengan mengenal ciri-ciri anak berbakat, orang tua dapat menyediakan lingkungan pendidikan yang sesaui dengan bakat anak. Pada akhir masa remaja, dengan pengenalan bakat yang dimilikinya dan upaya pengembangannya dapat membantu remaja untuk dapat menentukan pilihan yang tepat dan menyiapkan dirinya untuk dapat mencapai tujuan-tujuannya.




C.    Perkembangan Sosial
1.      Pengertian Perkembangan Hubungan Social
Pengertian perkembangan social adalah berkembangnya tingkat hubungan antarmanusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia.
2.      Karakteristik Perkembangan Social Remaja
Pada saat remaja anak sudah mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan. Kehidupan social pada jenjang remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. Erik Erickson (dalam Lefton, 1982:281) dinyatakan bahwa anak telah dapat mengalami krisis identitas. Erickson juga mengemukakan bahwa perkembangan anak sampai jenjang dewasa melalui 8 tahap dan perkembangan remaja ini berada pada tahap keenam dan ketujuh, yaitu masa anak  ingin menentukan jati diri dan memilih kawan akrabnya.
3.      Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Social
Perkembangan social manusia dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu: keluarga, kematangan anak, status social ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi.
4.      Pengaruh Perkembangan Social Terhadap Tingkah Laku
Pada masa remaja sering kali anak bersikap kritis terhadap situasi dan orang lain. Persoalan yang timbul pada masa remaja adalah banyak bertalian dengan perkembangan fisik yang dirasakan menganggu dirinya dalam bergaul. Di samping itu pengaruh egosentris masih sering terlihat pada pikiran remaja. Melalui banyak pengalaman dan penghayatan, maka sifat ego semakin berkurang. Sehingga remaja sudah dapat berhubungan dengan orang lain tanpa meremehkan pendapat dan pandangan orang lain.
5.      Perbedaan Individual Dalam Perkembangan Social
Dalam teori Erickson dinyatakan bahwa manusia (anak) hidup dalam kesatuan budaya yang utuh, alam dan kehidupan masyarakat menyediakan segala hal yang dibutuhkan manusia. Namun, sesuai dengan minat, kemampuan, dan latar belakang kehidupan budayanya maka berkembang kelompok-kelompok social yang beranekaragam.
6.      Upaya Pengembangan Hubungan Social Remaja Dan Implikasinya Dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Penciptaan kelompok social remaja perlu dikembangkan untuk memberikan rangsangan kepada mereka kea rah perilaku yang bermanfaat dan dapat diterima khalayak. Khusus di dalam sekolah perlu diadakan kegiatan bakti social, bakti karya, dan kelompok-kelompok belajar di bawah asuhan guru pembimbing kegiatan ini hendaknya dikembangluaskan.

D.    Perkembangan Bahasa
1.      Pengertian Perkembangan Bahasa
Perkembangan Bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik alat komunikasi dengan cara lisan, tertulis, maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat. Mampu dan menguasai alat komunikasi di sini diartikan sebagai upaya seseorang untuk dapat memahami dan dipahami orang lain.


2.      Karakteristik Perkembangan Bahasa Remaja
Bahasa remaja adalah Bahasa yang telah berkembang. Anak remaja telah banyak belajar dari lingkungan, dan dengan demikian Bahasa remaja terbentuk oleh kondisi lingkungan. Lingkungan remaja mencakup lingkungan keluarga, masyarakat, dan khususnya pergaulan teman sebaya dan lingkungan sekolah. Pola Bahasa yang dimiliki adalah Bahasa yang berkembang di dalam keluarga atau Bahasa ibu.
3.      Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Beberapa terkait erat dengan kondisi pergaulan. Oleh sebab itu perkembangannya dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu umur anak, kondisi lingkungan, kecerdasan anak, status social ekonomi keluarga dan kondisi fisik.
4.      Pengaruh Kemampuan Berbahasa Terhadap Kemampuan Berpikir
Kemampuan berbahasa dan kemampuan berpikir saling berpengaruh satu sama lain. Seorang yang rendah kemampuan berpikirnya akan mengalami kesulitan dalam menyusun kalimat yang baik, logis dan sistematis. Seseorang menyampaikan ide dan gagasan dengan berbahasa dan menangkap ide dan gagasan orang lain melalui Bahasa. Menyampaikan dan mengambil makna ide dan gagasan merupakan proses berpikir yang abstrak.
5.      Perbedaan Individual Dalam Kemampuan Dan Perkembangan Bahasa
Kemampuan berpikir anak berbeda-beda, sedang berpikir dan Bahasa mempunyai korelasi tinggi, anak dengan IQ tinggi akan berkemampuan Bahasa yang tinggi. Nilai IQ menggambarkan adanya perbedaan individual anak, dan dengan demikian kemampuan mereka dalam Bahasa juga bervariasi sesuai dengan variasi kemampuan mereka berpikir. Lingkungan juga dapat berpengaruh terhadap kemampuan dan perkembangan Bahasa.
6.      Upaya Pengembangan Kemampuan Bahasa Remaja Dan Implikasinya Dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Perkembangan Bahasa yang menggunakan model pengekspresian secara mandiri, baik lisan maupun tertulis, dengan mendasarkan pada bahan bacaan akan lebih mengembangkan kemampuan Bahasa anak dan membentuk pola Bahasa masing-masing. Guru harus banyak memberikan rangsangan dan koreksi dalam bentuk diskusi atau komunikasi bebas. Sarana perkembangan Bahasa seperti buku-buku, surat kabar, majalah dan sebaginya hendaknya disediakan di sekolah maupun di rumah.













Bab V
Perkembangan Afektif

A.    Perkembangan Emosi
1.      Pengertian Emosi
Perasaan senang atau tidak senang yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna afektif. Warna afektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah, atau kadang-kadang tidak jelas (samar-samar). Dalam hal warna afektif tersebut kuat, maka perasaan akan menjadi lebih mendalam, lebih luas, dan lebih terarah. Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi (Sarlito, 1982: 59).
2.      Karakteristik Perkembangan Emosi
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dn tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal dialami adalah cinta/kasih saying, gembira, amarah, takut dan cemas, cemburu, sedih, dan lain-lain. Perbedaannya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang mengakibatkan emosinya, dan khusunya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
3.      Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Sejumlah peneliti tentang emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung pada factor kematangan dan factor belajar (Hurlock, 1960: 266). Perkembangan intelektual, kemampuan mengingat juga dapat mempengaruhi reaksi emosional. Kegiatan belajar juga turut menunjang perkembangan emosi. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi, ialah belajar dengan coba-coba, meniru, mempersamakan diri, pengkondisian, pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi.Dengan bertambanya umur, pengetahuan dan pengalaman sangat berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional.
4.      Hubungan Antara Emosi Dan Tingkah Laku Serta Pengaruh Emosi Terhadap Tingkah Laku
Di antara emosi dan tingkah laku akan terjadi adanya rangsangan. Saat kita merasakan suatu perasaan emosional, perasaan tersebut memberikan rangsangan terhadap tingkah laku. Rangsangan yang menghasilkan perasaan yang tidak menyenangkan, akan sangat mempengaruhi hasil belajar dan demikian pula rangsangan yang menghasilkan perasaan yang menyenangkan akan mempermudah siswa belajar.
5.      Perubahan Individual Dalam Perkembangan Emosi
Meskipun pola perkembangan emosi dapat diramalkan, tetapi terdapat perbedaan dalam segi frekuensi, intensitas, serta jangka waktu dari berbagai macam emosi, dan juga saat pemunculannya. Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih lunak karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan.
6.      Upaya Pengembangan Emosi Remaja Dan Implikasinya Dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Dalam kaitannya dengan emosi remaja awal yang cenderung banyak melamun dan sulit diterka, maka satu-satunya hal yang dapat dilakukan oleh guru adalah konsisten dalam pengelolaan kelas dan memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh tanggung jawab. Salah satu cara yang mendasar adalah dengan mendorong mereka untuk bersaing dengan diri sendiri.

B.     Perkembangan Nilai, Moral, Dan Sikap
1.      Pengertian Dan Saling Keterkaitan Antara Nilai, Moral, Dan Sikap Serta Pengaruhnya Terhadap Tingkah Laku
Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya adat kebiassaan dan sopan santun (Sutikna, 1988: 5). Sedangkan moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya (Purwdarminto, 1957: 957). Dalam kaitannya dengan pengamalan nilai-nilai hidup, maka moral merupakan control dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud.
Menurut Gerung, sikap secara umum diartikan sebagai kesediaan bereaksi individu terhadap suatu hal (Mappiare, 1982: 58). Dengan demikian, nilai-nilai perlu dikenal terlebih dahulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan pada akhirnya terwujud tingkah laku sesuai dengan tingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang dimaksud.
2.      Karakteristik Nilai, Moral, Dan Sikap Remaja
Nilai-nilai kehidupan juga mencakup seperangkat nilai yang terkandung dalam Pancasila, misalnya nilai keagamaan, nilai perikemanusiaan dan perikeadilan, nilai estetik, nilai etik, dan nilai intelektual, dalam bentuk sesuai dengan perkembangan remaja. Tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah apa yang diharapkan oleh kelompok dari padanya dan kemudian bersedia membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan social/masyarakat tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak. Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya.
3.      Fakto-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, Dan Sikap
Berdasarkan sejumlah hasil penelitian, perkembangan internalisasi nilai terjadi melalui identifikasi dengan orang-orang yang dianggapnya sebagai model. Bagi para ahli psikoanalisis perkembangan moral dianggap sebagai proses internalisasi norma-norma masyarakat dan dipandang sebagai kematangan dari sudut organic biologis. Para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat mempunyai peran penting dalam pembentukan moral. Tingkah laku yang terkendali disebabkan oleh adanya control dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi tersendiri buat pelanggarnya (Sarlito, 1992: 92). Menurut Kohlberg factor kebudayaan juga mempengaruhi moral. Moral yang sifatnya menalar menurut Kohlberg, perkembangannya dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang menurut tahap-tahap perkembangan piaget, makin tinggi pula tingkat moral seseorang.
4.      Perbedaan Individual Dalam Perkembangan Nilai, Moral, Dan Sikap
Pada ank-anak terdapat anggapan bahwa aturan-aturan adalah pasti dan mutlak oleh karena diberikan oleh orang dewasa atau Tuhan yang tidak bisa diubah lagi (Kohlber, 1963). Untuk sebagaian remaja serta orang dewasa yang penalarannya terhambat, tahap perkembangan moralnya ada pada tahap prakonvensional, yaitu seseorang belum benar-benar mengenal apalagi menerima aturan dan harapan masyarakat. Menurut Kohlberg, factor kebudayaan mempengaruhi perkembangan moral, perbedaan perseorangan juga dapat dilihat pada latar belakang kebudayaan tertentu. Serta tingkat pemahamannya juga dapat berpengaruh terhadap perbedaan individual.
5.      Upaya Mengembangkan Nilai, Moral, Dan Sikap Remaja Serta Implikasinya Dalam Penyelnggaraan Pendidikan
Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral, dan sikap remaja adalah dapat menciptakan komunikasi dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral serta menciptakan iklim lingkungan yang serasi. Nilai kegamaan perlu mendapat perhatian, karena agama mengejarkan tingkah laku yang baik dan buruk. Akhirnya perlu juga diperhatikan bahwa satu lingkungan yang lebih banyak bersifat mengajak, mengundang, atau memberi kesempatan, akan lebih efektif daripada lingkungan yang ditandai dengan larangan-larangan dan peraturan-peraturan yang serba membatasi.































Bab VI
Tugas Perkembangan Kehidupan Pribadi, Pendidikan Dan Karier, Dan Kehidupan Berkeluarga

A.    Perkembangan Kehidupan Pribadi Sebagai Individu
1.      Pengertian Kehidupan Pribadi Dan Karakteristiknya
Pada hakikatnya manusia merupakan pribadi yang utuh dan memiliki sifat-sifat sebagai mahluk individu dan mahluk social. Dalam kedudukannya sebagai mahluk individu, seseorang menyadari bahwa dalam kehidupannya memiliki kebutuhan yang diperuntukkan bagi kepentingan diri pribadi, baik fisik maupun nonfisik. Berkaitan dengan aspek sosio-psikologis, setiap pribadi membutuhkan kemampuan untuk menguasai sikap dan emosinya serta sarana komunikasi untuk bersosialisasi. Hal itu semua akan tampak secara utuh dengan lengkap dalam bentuk perilaku dan perbuatan yang mantap.
2.      Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Individu
Factor pertama yang mempengaruhi perkembangan pribadi anak adalah kehidupan keluarga beserta berbagai aspeknya. Perkembangan anak menyangkut perkembangan psikofisis dipengaruhi oleh status social ekonomi, filsafat hidup keluarga, dan pola hidup keluarga. Perkembangan kehidupan seseorang ditentukan pula oleh factor keturunan dan lingkungan. Aliran Nativisme lebih kepada faktor keturunan, sedangkan Empirisme mengatakan sebalinya Ia lebih kepada prinsip faktor lingkungan. Aliran yang mengakui bahwa kedua aliran itu secara terpadu memberikan pengaruh terhadap kehidupan seseorang adalah aliran Konvergensi. Proses pendidikan Indonesia menganut aliran ini, seperti dinyatakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
3.      Perbedaan Individu Dalam Perkembangan Pribadi
Secara singkat dapat dikatakan bahwa perkembangan pribadi setiap individu berbeda –beda pula sesuai dengan lingkungan di mana mereka dibesarkan.
4.      Pengaruh Perkembangan Kehidupan Pribadi Terhadap Tingkah Laku
Tingkah laku seseorang juga dipengaruhi oleh hasil proses perkembangan kehidupan sebelumnya dan dalam perjalanannya berintegrasi dengan kejadian-kejadian saat sekarang.
5.      Upaya Pengembangan Kehidupan Pribadi
Berikut ini adalah upaya-upaya yang dapat dilakukan, yaitu hidup sehat dan teratur serta pemanfaatan waktu secara baik, mengerjakan tugas dan pekerjaan praktis sehari-hari secara mandiri dengan penuh tanggung jawab, hidup bermasyarakat dengan melakukan pergaulan dengan sesama terutama dengan teman sebaya, menunjukkan dan melatih cara merespon berbagai masalah yang dihadapi, mengikuti aturan kehidupan keluarga dengan penuh tanggung jawab dan disiplin, dan melakukan peranan dan tanggung jawab dalam kehidupan keluarga, serta memiliki sifat sportif dan kejujuran, dan berjuang keras dengan berpegang pada prinsip yang maton (dapat dipercaya).



B.     Perkembangan Kehidupan Pendidikan Dan Karier
1.      Pengertian Kehidupan Pendidikan Dan Karier
Kehidupan pendidikan merupakan pengalaman proses belajar yang dihayati sepanjang hidupnya, baik di dalam jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Sedangkan kehidupan karier merupakan pengalaman seseorang di dunia kerja. Seperti dikatakan oleh Garrison (1956) bahwa setiap tahun di dunia ini terdapat jutaan pemuda dan pemudi memasuki dunia kerja.
2.      Karakteristik Kehidupan Pendidikan Dan Karier
Remaja memiliki tiga lingkungan kehidupan, yang ketiga-tiganya mempunyai corak yang berbeda-beda serta masing-masing memikul tanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan.  Ketiga lingkungan pendidikan itu ialah:
a.       Lingkungan pendidikan keluarga, di lingkungan keluarga dikelompokkan menjadi tiga kelompok pola pendidikan, yaitu pendidikan otoriter, pendidikan demokratis dan pendidikan liberal. Di Indonesia menggunakan pola pendidikan demokratis.
b.      Masyarakat, dalam menjalankan fungsi pendidikan, masyarakat banyak membentuk/mendirikan kelompok-kelompok atau paguyuban-paguyuban atau kursus-kursus yang secara sengaja disediakan untuk anak remaja dalam upaya mempersiapkan hidupnya dikemudian hari.
c.       Sekolah, merupakan lingkungan artifisal yang sengaja diciptakan untuk membina anak-anak kea rah tujuan tertentu, khusunya untuk memberikan kemampuan dan keterampilan sebagai bekal kehidupannya di kemudian hari.
Dunia pendidikan, baik jalur sekolah maupun jalur luar sekolah, menyediakan berbagai jenis program yang diperkirakan relevan dengan kebutuhan jenis tenaga kerja di masyarakat. Untuk menetapkan pilihan jenis pendidikan dan pekerjaan yang diidamkan banyak faktor yang harus dipertimbankan, seperti faktor prediksi masa depan, faktor prestasi yang menggambarkan bakat dan minatnya, dan sebagainya.
3.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kehidupan Pendidikan Dan Karier
Dalam perkembangan kehidupan pendidikan dan karier ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangannya, yaitu faktor social ekonomi keluarga; faktor lingkungan yang terbagi menjadi tiga, ialah lingkungan kehidupan masyarakat, rumah tangga, teman sebaya; dan faktor pandangan hidup.
4.      Pengaruh Perkembangan Kehidupan Pendidikan Dan Karier Terhadap Tingkah Laku Dan Sikap
Pada jenjang pendidikan dasar yang kurikulumnya masih sangat umum, sekolah tersebut menyediakan pelajaran dasar yang belum bermakna sebagai pembekalan anak untuk siap bekerja dan belum terarah kepemberian keterampilan tertentu untuk terjun ke dunia kerja di dalam masyarakat. Sikap remaja pun terhadap pendidikan sekolah banyak diwarnai oleh karakteristik guru yang mengajarnya.
5.      Perbedaan Individu Dalam Perkembangan Pendidikan Dan Karier
Pencapaian tingkat pendidikan dipengaruhi oleh tinggkat kecerdasan atau IQ dalam kenyataannya IQ setiap individu berbeda-beda, maka hal itu akan berpengaruh terhadap pola kehidupannya di dalam bidang pendidikan. Berhubung kehidupan pendidikan merupakan bagian awal dari karier, maka dengan perbedaan kehidupan pendidikan tersebut konsekuensinya akan membawa perbedaan individual di dalam kehidupan kariernya.

6.      Upaya Pengembangan Kehidupan Pendidikan Dan Karier
Dalam sisitem pendidikan di Indonesia, remaja dapat dibantu dalam mengatasi masalah perkembangan dan pilihan karier melalui kegiatan layanan bimbingan karier di SLTP atau SLTA. Melalui kegiatan-kegiatan:
a.       Pemahaman diri: bakat, kemampuan, minat, keterampilan, dan ciri-ciri pribadi.
b.      Pemahaman lingkungan: lingkungan pendidikan dan lingkungan pekerjaan serta berbagai kondisinya.
c.       Cara-cara mengatasi masalah dan hambatan dalam perencanaan dan pemilihan karier sehubungan dengan kemungkinan keterbatasan lingkungan dan keadaan diri.
d.      Perencanaan masa depan.
e.       Usaha penyaluran, penempatan, pengaturan, dan penyesuaian.

C.    Tugas Perkembangan Remaja Berkenaan Dengan Kehidupan Berkeluarga
1.      Pengertian Kehidupan Berkeluarga
Sebagaimana telah diuraikan di depan bahwa secara biologis pertumbuhan remaja telah mencapai kematangan seksual, yang berarti bahwa secara biologis remaja telah siap melakukan fungsi produksi. Kematangan fungsi seksual tersebut berpengaruh terhadap dorongan seksual remaja dan telah mulai tertarik pada lawan jenis. Garrison (1956) menyatakan bahwa dorongan seksual pada masa remaja adalah cukup kuat, sehingga perlu dipersiapkan secara mantap tentang hal-hal yang berhubungan dengan perkawinan, karena masalah tersebut mendasari pemikiran mereka untuk mulai menetapkan pasangan hidupnya. Dengan ini sekolah perlu memberikan perhatian dalam bentuk pendidikan seksual.
2.      Timbulnya Cinta Dan Jatuh Cinta
Hamper stiap pemuda (laki-laki atau perempuan) mempunyai dua tujuan utama, pertama menemukan jenis pekerjaan yang sesuai, dan kedua menikah dan membangun sebuah rumah tangga (keluarga). Seorang remaja akan mengalami “jatuh cinta” di dalam masa kehidupannya setelah mencapai belasan tahun (Garrison, 1956: 483). Alsan atau faktor yang mempengaruhi seseorang mengalami jatuh cinta, antara lain faktor kepribadian, faktor fisik, faktor budaya, latar belakang keluarga dan faktor kemampuan.
Cinta yang ditandai dengan hubungan akrab antara laki-laki dan perempuan tercinta melalui tiga tahap, yaitu (i) tahap eksplorasi, menjajagi masalah-masalah yang berhubungan dengan pujian atau penghargaan dan keuangan, (ii) tahap penawaran, di mana pasangan itu menjalani berbagai janji. Tidak ada ketentuan formal dalam perjanjian ini, tetapi yang muncul dan dianggap penting dalam hal ini adalah saling pengertiannya tentang latar belakang hubungan mereka, dan (iii) tahap komitmen, tahap komitmen ini ditandai oleh saling ketergantungan masing-masing. Di samping itu, Backman mangajukan tahap keempat, yaitu tahap institusionalisasi yang ditandai kesepakatan-kesepakatan untuk hiudp masa depan.
3.      Masyarakat Dan Perkawinan
Perkawinan antara laki-laki dan wanita tidak dengan begitu saja dapat terjadi, walaupun masing-masing dapat berpendapat bahwa hal itu dirasakan sebagai hal yang “bebas”. Kenyataannya setiap masyarakat di dunia memiliki norma berkenaan dengan masalah perkawinan. Dengan pengertian ini berarti bahwa perkawinan antara pria dan wanita bukan saja masalah yang didorong oleh faktor biologis, melainkan diatur oleh berbagai aturan atau norma yang berlaku di dalam kehidupan social kemsyarakatan.
Eshleman dan Cashion (1983: 311) menyatakan bahwa norma yang berlaku disetiap masyarakat dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu exogamy dan indogamy. Dalam exogamy, norma yang hamper berlaku secara universal, seperti larangan kawin antara laki-laki dan wanita dari satu ibu, satu bapak, kawin antara sodara sekandung, dan semacamnya. Di samping faktor fisik (biologis) dan psikologis, faktor-faktor lain yang dijadikan pertimbangan dalam menetapkan calon pasangan hidup adalah kesamaan-kesamaan dalam hal: ras, bangsa, agama, dan status social ekonomi.

D.    Implikasi Tugas-Tugas Perkembangan Remaja Dalam Penyelenggaraan Pendidikan
a.       Pendidikan yang berlaku di Indonesia, baik pendidikan yang diselenggarakan di dalam sekolah maupun di luar sekolah, pada umumnya diselenggarakan dalam bentuk klasik. Seharusnya yang mendapatkan perhatian di dalam penyelenggaraan adalah sifat-sifat dan kebutuhan umum remaja, seperti pengakuan akan kemampuannya, dan semacamnya.
b.      Beberapa usaha yang perlu dilakukan dalam penyelenggaraan pendidikan, yaitu:
(1)   Membimbing karier dalam upaya mengarahkan siswa untuk menentukan pilihan jenis pendidikan dan jenis pekerjaan sesuai dengan kemampuannya.
(2)   Memberikan latihan-latihan praktis terhadap siswa dengan berorientasi kepada kondisi (tuntutan) lingkungan.
(3)   Penyusunan kurikulum yang komprehensif dengan mengembangkan kurikulum muatan local.
c.       Untuk mengembangkan model keluarga yang ideal maka perlu dilakukan:
(1)   Bimbingan tentang cara pergaulan dengan mengajarkan etika pergaulan.
(2)   Bimbingan siswa untuk memahami norma yang berlaku baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
d.      Pendidikan tentang nilai kehidupan untuk mengenalkan norma kehidupan social kemasyarakatan perlu dilakukan.















Bab VII
Penyesuaian Diri Remaja

A.    Konsep Dan Proses Penyesuaian Diri
1.      Pengertian Penyesuaian Diri
Dapat disimpulkan bahwa penyesuaian adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungannya.
2.      Proses Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat (lifelong process), dan manusia terus-menerus berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat. Individu dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara yang wajar atau apabila dapat diterima oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.
3.      Karakteristik Penyesuaian Diri
Karakteristik penyesuaian diri terbagi menjadi dua, yaitu:
a.       Penyeseuan diri secara positif, yang ditandai oleh tidak menunjukkan adanya ketergantungan emosional, tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis, tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi, memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri, mampu dalam belajar, menghargai pengalaman, dan bersikap realistic dan objektif. Dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukannya dalam bentuk:
(1)   Penyesuaian menghadapi masalah secara langsung
(2)   Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan)
(3)   Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba
(4)   Penyesuaian dengan subsitusi (mencari pengganti)
(5)   Penyesuaian dengan diri dengan mengenal kemampuan diri
(6)   Penyesuaian dengan belajar
(7)   Penyesuaian dengan inhibsi dan pengendalian diri
(8)   Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat
b.      Penyesuaian diri yang salah, ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah, yaitu:
(1)   Reaksi bertahan: rasionalisasi (bertahan dengan mencari alasan untuk membenarkan tindakkannya), represi (berusah untuk menekan pengalamannya yang dirasakan kurang enak kea lam tidak sadar), proyeksi (melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain untuk mencari alasan yang dapat diterima), “sour grapes” (anggur kecut, yaitu dengan memutarbalikkan kenyataan), dan sebagainya.
(2)   Reaksi menyerang, bersifat menyerang untuk menutupi kegagalannya, seperti: selalu membenarkan diri sendiri, mau berkuasa dalam setiap situasi, mau memiliki segalanya, bersikap senang mengganggu orang lain, menggertak baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan, menunjukkan sikap permusuhan secara terbuka, menunjukkan sikap menyerang dan merusak, dan semacamnya.
(3)   Reaksi melarikan diri (Escape Reaction), yaitu melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalannya, seperti berangan-angan, banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu ganja, narkotika, dan regresi, dan sebagainya.
4.      Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri
(1)   Kondisi-kondisi fisik, termasuk di dalamnya keturunan, konstitusi fisik, susunan saraf, kelenjar, dan sistem otot, kesehatan, penyakit, dan sebagainya.
(2)   Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, social moral dan emosional.
(3)   Penentu psikologis, termasuk di dalamnya pengalaman, belajarnya, pengkondisian, penentuan diri (self-determination), frustasi, dan konflik.
(4)   Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah.
(5)   Penentuan kultural, termasuk agama.
Pemahaman faktor-faktor ini dan bagaimana fungsinya dalam penyesuaian merupakan syarat untuk memahami proses penyesuaian, karena penyesuaian tumbuh dari hubungan-hubungan antara faktor-faktor ini dan tuntunan individu.

B.     Permasalahan-Permasalahan Penyesuaian Diri Remaja
Di antara persoalan terpentingnya yang dihadapi remaja dalam kehidupan sehari-hari dan yang menghambat penyesuaian diri yang sehat adalah hubungan remaja dengan orang dewasa terutama orang tua. Sikap orang tua yang otoriter, yaitu yang memaksakan kekuasaan dan otoritas kepada remaja juga akan menghambat proses penyesuaian diri remaja. Permasalahan-permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat juga berasal dari suasana psikologis keluarga.
Perbedaan perlakuan antara anak laki-laki dan perempuan akan mempengaruhi hubungan antarmereka, sehingga memungkinkan timbulnya rasa iri hati dalam jiwa anak perempuan terhadap saudaranya yang laki-laik. Permasalahan-permasalahan penyesuaian akan muncul juga bagi remaja yang sering pindah tempat tinggal. Di sekolah, masalah penyesuaian diri mungkin akan timbul ketika remaja mulai memasuki jenjang sekolah yang baru. Persoalan-persoalan umum lainnya yang seringkali dihadapi remaja antara lain memilih sekolah, dan bagi siswa yang baru masuk sekolah lanjut mungkin mengalami kesulitan dalam membagi waktu belajar dengan kegiatan eksternal.

C.    Implikasi Proses Penyesuaian Remaja Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperlancar proses penyesuaian diri remaja khusunya di sekolah adalah:
(1)   Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa “betah” (at home) bagi anak didik, baik secara sosial, fisik maupun akademis.
(2)   Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi anak.
(3)   Usaha memahami anak didik secara menyeluruh, baik prestasi belajar, sosial, maupun seluruh aspek pribadinya.
(4)   Menggunakan metode dan alat mengajar yang menimbulkan gairah belajar.
(5)   Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar.
(6)   Ruangan kelas yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
(7)   Dan sebagainya.
Karena di sekolah guru merupakan figur pendidik, maka dituntut sifat-sifat guru yang afektif, seperti memberi kesempatan (alert), antusias, ramah, optimis, mampu mengontrol diri,  tidak mudah kacau, senang kelakar, mempunyai rasa humor, jujur, objektif, dan sebagainya sehingga siswanya akan merasa senang dan aman bersamanya.