BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam
tutorial. Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku, yaitu guru dan
siswa. Perilaku guru adalah mengajar dan perilaku siswa adalah belajar.
Perilaku mengajar dan perilaku mengajar tersebut terkait dengan bahan
pembelajaran. Bahan pembelajaran dapat berupa pengetahuan, nilai-nilai
kesusilaan, seni, agama, sikap, dan keterampilan.
Seorang
guru sebelum melakukan kegiatan pembelajaran terlebih dahulu membuat
desain/perencanaan pembelajaran. Dalam mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), seorang guru harus menggunakan model desain yang dianggap cocok untuk
dikembangkan.
Model
desain pembelajaran pada dasarnya merupakan pengelolaan dan pengembangan yang
dilakukan terhadap komponen-komponen pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dalam
implementasinya mengenal banyak istilah untuk menggambarkan cara mengajar yang
akan dilakukan oleh guru. Saat ini, begitu banyak macam strategi ataupun metode
pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran menjadi
lebih baik. Istilah model, pendekatan, strategi, metode, teknik, dan taktik
sangat terkenal dalam dunia pembelajaran kita. Namun, terkadang istilah-istilah
tersebut membuat bingung para pendidik.
Demikian
pula dengan para ahli, mereka memiliki pemaknaan sendiri-sendiri tentang
istilah-istilah tersebut. Dengan begitu, dalam makalah ini kami hanya membahas
salah satu pokok pembahasan yaitu Model-model Pembelajaran.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan model pembelajaran?
2. Apa
ciri-ciri model pembelajaran?
3. Apa
karakteristik model pembelajaran?
4. Pola
seperti apa yang ada dalam model pembelajaran?
5. Apa
macam-macam model pembelajaran?
6. Bagaimana
memilih model pembelajan yang baik?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
yang dimaksud dengan model pembelajaran.
2. Mengetahui
ciri-ciri model pembelajaran
3. Mengetahui
karakteristik model pembelajaran.
4. Memahami
pola model pembelajaran.
5. Mengetahui
macam-macam model pembelajaran.
6. Memahami
cara memilih model pembelajan yang baik.
BAB II
KAJIAN TEORI
Model
pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk
di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran,
lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas (Arends, 1997:7). Hal ini sesuai
dengan pendapat Joyce (1992:4) dalam (Trianto, 2010:51) bahwa “Each model guides us as we design
instruction to help students achieve various objectives”. Maksud kutipan
tersebut adalah bahwa setiap model mengarahkan kita dalam merancang pembelajar
untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.
Joyce
dan weil (1992:1) menyatakan bahwa “models
of teaching are really models of learning. as we help student acquire
information, ideas, skills, value, ways of thinking and means of expressing
themselves, we are also teaching them how to learn”. Hal ini berarti bahwa model mengajar merupakan
model belajar dengan model tersebut guru dapat membantu siswa untuk mendapatkan
atau memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berpikir dan mengekspresikan
ide diri sendiri. Selain itu, mereka juga mengajarkan bagaimana mereka
mengajar.
Model
pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan di gunakan,
termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas (Kardi, S. dan
Nur, 2000:8) hal ini sesuai dengan pendapat joyce (1992:4) bahwa “each model guides us as we design
instruction to help students achieve various objectives”. Maksud dari
kutipan tersebut adalah bahwa setiap model mengarahkan kita merancang
pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan
pembelajaran tercapai.
Model
pembelajaran adalah suatu perencanan atau pola yang dapat kita gunakan untuk
mendesain pola-pola mengajar secara tatap muka di dalam kelas atau mengatur
tutorial, dan untuk menentukan material/perangkat pembelajaran termasuk di
dalam buku-buku, film-film, tipe-tipe, program-program media computer, dan
kurikulum (sebagai kursus untuk belajar) setiap model mengarahkan kita untuk
mendesain pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai berbagai
tujuan. Sebagai pendapat Joice, dkk (1992:1)
Arends
(1997) dalam (Trianto, 2010:54) menyatakan bahwa istilah model pengajaran
mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya,
sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.
Arends
(2001) menyeleksi enam macam model pengajaran yang sering dan praktis di
gunakan guru dalam mengajar, masing-masing adalah prestasi pengajar langsung (direct instruction), pengajaran konsep,
pembelajaran koopratif, pembelajaran berdasarkan masalah (problem base instruction), dan diskusi kelas dalam mengajar suatu
konsep atau materi tertentu tidak ada satu model pembelajaran yang lebih baik
dari pada model pembelajaran lainnya berarti untuk setiap model pembelajaran
harus memiliki pertimbangan-pertimbangan, seperti materi pelajaran, jam pelajaran,
tingkat perkembangan kognitif siswa, lingkungan belajar, dan fasilitas
penunjang yang tersedia, sehingga tujuan pembelajaran yang telah di tetapkan
dapat tercapai.
Joyce
dan weil (1992:4) bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanan atau suatu
pola yang dipergunakan sebagai dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran
seperti buku-buku, film-film, komputer, kurikulum dan lain-lain. Hal ini
menunjukan bahwa setiap model yang akan digunakan dalam pembelajaran menentukan
perangkat yang dipakai dalam pembelajaran tersebut.
Arends
(1997) memilih istilah model pelajaran berdasarkan alasan penting. Pertama, istilah model mempunyai makna
yang lebih luas dari pada strategi, metode, atau prosedur. Kedua, model dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi yang
penting, apakah yang dibicarakan tentang mengajar di kelas atau praktik
mengawasi anak-anak. model pembelajaran diklasifikasikan berdasarkan tujuan
pembelajaran, sistaksisnya, dan sifat lingkungan belajarnya.
Arends
(1997:7) mengemukakan bahwa model pembelajaran mengacu pada pendekatan
pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan
pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajran, lingkungan pembelajaran,
dan pengelolaan kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Joyce dan Weil (1992: 4).
Bahwa setiap model mengarahkan kita dalam mendesain pembelajaran untuk peserta
didik dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian
hingga tujuan pembelajaran tercapai.
Menurut
Johnson (dalam Samani, 2000) dalam (Trianto, 2010:55), untuk mengetahui
kualitas model pembelajaran harus dilihat dari dua aspek, yaitu proses dan
produk. Aspek proses mengacu apakah pembelajaran mampu menciptakan situasi
belajar yang menyenangkan (joyful learning) serta mendorong siswa untuk aktif
belajar dan berpikir kreatif. Aspek produk mengacu apakah pembelajaran mampu
mencapai tujuan, yaitu meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan standar kemampuan
atau kompetensi yang ditentukan. Dalam hal ini sebelum melihat hasilnya,
terlebih dahulu aspek proses sudah dapat dipastikan berlangsung baik.
Akhirnya,
setiap model memerlukan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang berbeda.
Setiap pendekatan memberikan peran yang berbeda kepada siswa, pada ruang fisik,
dan pada sistem sosial kelas. Sifat materi dari sistem saraf banyak konsep dan
informasi–informasi dari teks buku bacaan materi ajar siswa, di samping itu
banyak kegiatan pengamatan gambar-gambar. Tujuan yang akan dicapai meliputi
aspek kognitif (produk dan proses) dari kegiatan pemahaman bacaan dan lembar
kegiatan siswa (LKS).
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Model Pembelajaran
Model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancangan pengajaran
dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran
sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, tujuan yang akan
dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat kemampuan peserta didik.
Model-model pembelajaran
biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli
menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran,
teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem atau teori-teori lain yang
mendukung (Joyce dan Weil, 1980). Joyce dan Weil mempelajari model-model
pembelajaran berdasarkan teori belajar yang dikelompokkan menjadi empat model
pembelajaran. Model tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Joyce dan Weil berpendapat bahwa
model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain
(Joyce dan Weil, 1980:1). Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan,
artinya guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk
mencapai tujuan pendidikannya.
B.
Ciri-ciri
Model Pembelajaran
Model pembelajaran
memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Berdasarkan
teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli. Sebagai contoh, model
penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori John
Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara
demokratis.
2. Mempunyai
misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif yang dirancang
untuk mengembangkan proses berpikir induktif.
3. Dapat
dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya
model synectic dirancang untuk
memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang.
4. Memiliki
bagian-bagian model yang dinamakan: (a) urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax); (b) adanya prinsip-prinsip
reaksi; (c) sistem sosial; dan (d) system pendukung. Keempat bagian tersebut
merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu pembelajaran.
5. Memiliki
dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: (a)
dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; (b) dampak
pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
6. Membuat
persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran
yang dipilihnya.
C.
Karakteristik
Model pembelajaran
Model Pembelajaran Berdasarkan Teori
1. Model
Interaksi Sosial
Model ini didasari oleh
teori belajar Gestalt (field theory).
Model interaksi sosial menitikberatkan hubungan yang harmonis antara individu
dengan masyarakat (learning to life
together). Aplikasi Teori Gestalt dalam pembelajaran adalah:
a. Pengalaman
(insight/tilikan). Dalam proses
pembelaran siswa hendaknya memiliki kemampuan insight, yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam
suatu objek.
b. Pembelajarn
yang bermakna. Content yang
dipelajari siswa hendaknya memiliki makna yang jelas baik bagi dirinya maupun
bagi kehidupannya di masa yang akan datang.
c. Perilaku
bertujuan. Perilaku terarah pada suatu tujuan. Perilaku di samping adanya
kaitan dengan SR-bond, juga terkait
erat degan tujuan yang hendak dicapai. Pembelajaran terjadi karena siswa
memiliki harapan tertentu. Sebab itu pembelajaran akan berhasil bila siswa
mengetahui tujuan yang akan dicapai.
d. Prinsip
ruang hidup (life space).
Dikembangkan oleh Kurt Lewin (teori medan/field
theory). Perilaku siswa terkait dengan lingkungan/medan di mana ia berada.
Materi yang disampaikan hendaknya memiliki kaitan dengan situasi lingkungan di
mana siswa berada (kontekstual).
Model Interaksi Sosial
ini mencakup strategi pembelajaran sebagai berikut.
a. Kerja
Kelompok, bertujuan mengembangkan keterampilan berperan serta dalam proses
bermasyarakat dengan cara mengembangkan hubungan interpersonal dan discovery skills dalam bidang akademik.
b. Pertemuan
Kelas, bertujuan mengembangkan pemahaman mengenai diri sendiri dan rasa
tanggung jawab, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap kelompok.
c. Pemecahan
Masalah Sosial atau Social Inquiry,
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah-masalah sosial
dengan cara berpikir logis.
d. Bermain
Peran, sebagai suatu
model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati
diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Artinya,
melalui bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya
peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang
lain. Proses bermain peran ini dapat memberikan contoh kehidupan perilaku
manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa untuk: (1) menggali perasaannya,
(2) memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai,
dan persepsinya, (3) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan
masalah, dan (4) mendalami mata pelajaran dengan berbagai macam cara. Hal ini
akan bermanfaat bagi siswa pada saat terjun ke masyarakat kelak karena ia akan
mendapatkan situasi di mana begitu banyak peran terjadi, seperti dalam
lingkungan keluarga, bertetangga, lingkungan kerja, dan lain-lain.
e.
Simulasi Sosial, simulasi
telah diterapkan dalam pendidikan lebih dari tiga puluh tahun. Pelopornya
antara lain Sarene Boocock dan Harold Guetzkow. Walaupun model simulasi bukan
berasal dan disiplin ilmu pendidikan, tetapi merupakan penerapan dan prinsip
sibernetik, suatu cabang dari psikologi sibernetik yaitu suatu studi
perbandingan antara mekanisme kontrol manusia (biologis) dengan sistem
elektromekanik. Aplikasi prinsip sibernetik dalam pendidikan
terlihat dengan semakin banyaknya simulator yang dikembangkan untuk berbagai
kebutuhan. Simulator adalah suatu alat yang merepresentasikan realitas, di mana
kerumitan aktivitasnya dapat dikendalikan. Contoh simulator pilot pesawat
terbang, simulator pengendara mobil, dan lain-lain. Simulator
memiliki beberapa kelebihan, di antaranya ialah (1) siswa dapat mempelajari
sesuatu yang dalam situasi nyata tidak dapat dilakukan karena kerumitannya atau
karena faktor lain seperti risiko kecelakaan, bahaya, dan lain-lain, dan (2)
memungkinkan siswa belajar dan umpan balik yang datang dari dirinya sendiri.
f.
Yurisprudensi, model
pembelajaran yang dipelopori oleh Donal Oliver dan James P. Shaver ini
didasarkan atas pemahaman masyarakat di mana setiap orang berbeda pandangan
dan prioritas satu sama lain, dan nilai-nilai sosialnya saling berkonfrontasi
satu sama lain. Model Pembelajaran Telaah Jurisprudensial melatih siswa untuk
peka terhadap permasalahan sosial, mengambil posisi (sikap) terhadap
permasalahan tersebut, serta mempertahankan sikap tersebut dengan argumentasi
yang relevan dan valid. Model ini juga dapat mengajarkan siswa untuk dapat
menerima atau menghargai sikap orang lain terhadap suatu masalah yang mungkin
bertentangan dengan sikap yang ada pada dirinya. Atau sebaliknya, ia bahkan
menerima dan mengakui kebenaran sikap yang diambil orang lain terhadap suatu
isu sosial tertentu.
2.
Model Pemerosesan Informasi
Model ini berdasarkan teori belajar kognitif (Piaget) dan
berorientasi pada kemampuan siswa memeroses informasi yang dapat memperbaiki
kemampuannya. Pemerosesan informasi merujuk pada cara mengumpulkan/menerima
stimuli dari lingkungan mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan
konsep dan menggunakan simbol verbal dan visual. Teori pemerosesan
informasi/kognitif dipelopori oleh Robert Gagne (1985). Asumsinya adalah
pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan.
Dalam pemerosesan informasi terjadi interaksi antara kondisi
internal (keadaan individu, proses kognitif) dan kondisi-kondisi eksternal
(rangsangan dari lingkungan) dan interaksi antar keduanya akan menghasilkan hasil
belajar. Pembelajaran merupakan keluaran dari pemerosesan informasi yang berupa
kecakapan manusia (human capitalities)
yang terdiri dari: (a) informasi verbal; (b) kecakapan intelektual; (c) strategi
kognitif; (d) sikap; dan (e) kecakapan motorik.
Delapan
fase proses pembelajaran menurut Robert M. Gagne adalah:
a.
Motivasi, fase awal memulai
pembelajaran dengan adanya dorongan untuk melakukan suatu tindakan dalam
mencapai tujuan tertentu (motivasi intrinsik dan ekstrinsik).
b.
Pemahaman, individu menerima
dan memahami informasi yang diperoleh dari pembelajaran.
c.
Pemerolehan, individu
memberikan makna/mempersepsi segala informasi yang sampai pada dirinya sehingga
terjadi proses penyimpanan dalam memori siswa.
d.
Penahanan, menahan
informasi/hasil belajar agar dapat digunakan untuk jangka panjang.
e.
Ingatan Kembali,
mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan, bila ada rangsangan.
f.
Generalisasi, menggunakan
hasil pembelajaran untuk keperluan tertentu,
g.
Perlakuan, perwujudan
perubahan perilaku individu sebagai hasil pembelajaran.
h.
Umpan Balik, individu
memperoleh feedback dari perilaku
yang dilakukannya.
Model
proses informasi ini meliputi beberapa strategi pembelajaran, diantaranya:
a.
Model Berpikir Induktif, model
pembelajaran berpikir induktif merupakan karya besar Hilda Taba. Suatu strategi
mengajar yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengolah
informasi. Secara singkat model ini merupakan strategi mengajar untuk
mengembangkan keterampilan berpikir siswa. Model ini dikembangkan atas dasar
beberapa postulat sebagai berikut: (1) kemampuan berpikir dapat diajarkan; (2)
Berpikir merupakan suatu transaksi aktif antara individu dengan data; (3)
Proses berpikir merupakan suatu urutan tahapan yang beraturan (lawful).
b.
Model Latihan Inkuiri, model pembelajaran ini
dikembangkan oleh seorang tokoh yang bernama Suchman. Suchman meyakinih bahwa
anak-anak merupakan individu yang penuh rasa ingin tahu akan segala sesuatu.
Oleh karena itu, prosedur ilmiah dapat diajarkan secara langsung kepada mereka.
Secara singkat, model ini bertujuan untuk melatih kemampuan siswa dalam
meneliti, menjelaskan fenomena, dan memecahkan masalah secara ilmiah.
c.
Inkuiri Ilmiah, dipelopori oleh
Joseph. J. Schwab. Model ini bertujuan untuk mengajar sistem penelitian dari
suatu disiplin tetapi juga diharapkan untuk mempunyai efek dalam kawawasan lain
(metode-metode sosial mungkin diajarkan dalam upaya meningkatkan pemahaman
sosial dari pemecahan masalah).
d.
Penemuan Konsep, adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami suatu
konsep tertentu. Pada umumnya manusia mengkategorikan suatu konsep berdasarkan
ciri-ciri (atribut) yang dimilikinya. Atas dasar pandangan tersebut, maka
kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep menjadi bagian fundamental dan
sistem persekolahan.
e.
Pertumbuhan Kognitif, dipelopori oleh Jean
Piaget, Irving sigel, Edmund Sulllvan, dan Lawrence Kohlberg yang bertujuan
untuk memengaruhi siswa agar menemukan nilai-nilai pribadi dan sosial. Perilaku
dan nilai-nilainya diharapkan anak menjadi sumber bagi penemuan berikutnya.
f.
Model Penata Lanjutan, model ini dipelopori
oleh David Ausubel yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi kemampuan
pemerosesan informasi untuk menyerap dan mengaitkan bidang-bidang pengetahuan.
g.
Memori, dipelopori oleh
Harry Lorayne dan Jerry Lucas. Model ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
mengingat.
3.
Model Personal (Personal Models)
Model ini bertitik tolak dari teori Humanistik, yaitu berorientasi
terhadap pengembangan diri individu. Perhatian utamanya pada emosional siswa
untuk mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Menurut teori
ini guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar siswa
merasa bebas dalam belajar dan mengembangkan dirinya, baik emosional maupun
intelektual. Model pembelajaran personal ini meliputi strategi pembeljaran
sebagai berikut:
a.
Pengajaran non-direktif,
dipelopori oleh Carl Rogers. Model ini menekanan pada pembentukan kemampuan
untuk perkembangan pribadi dalam arti kesadaran diri, pemahaman diri,
kemandirian dan konsep diri.
b.
Latihan kesadaran, model ini
dipelopori oleh Frits Peris dan Willian Schultz yang bertujuan meningkatkan
kemampuan seseorang untuk ekplorasi diri dan kesadaran diri. Model ini lebih banyak
menekankan pada perkembangan kesadaran dan pemahaman antarpribadi.
c.
Sinektik, dipelopori oleh
William Gordon yang bertujuan untuk perkembangan pribadi dalam kreativitas dan
pemecahan masalah kreatif.
d.
Sistem-sistem konseptual,
dipelopori oleh David Hunt yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kekompleksan
dan keluwesan pribadi.
e.
Pertemuan kelas, yang
dipelopori oleh William Glasser. Bertujuan sebagai perkembangan pemahaman diri
dan tanggung jawab kepada diri sendiri dan kelompok sosial.
4.
Model Modifikasi Tingkah
Laku (Behavior)
Model ini bertitik tolak dari teori belajar behavioristic, yaitu
bertujuan mengembangkan sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas
belajar membentuk tingkah laku dengan cara memanipulasi penguatan (reinforcement). Model ini lebih
menekankan anak pada aspek perubahan perilaku psikologis dan perilaku yang
tidak dapat diamati. Berikut ini adalah rumpunan model modifikasi tingkah laku,
yaitu:
No.
|
Model
|
Tokoh
|
Tujuan
|
1.
|
Manjemen kontingensi
|
B.F. Skinner
|
Fakta-fakta, konsep, keterampilan.
|
2.
|
Kontrol diri
|
B.F. Skinner
|
Perilaku/keterampilan sosial.
|
3.
|
Relaksi (santai)
|
Rimm & Masters Wolpe
|
Tujuan-tujuan pribadi (mengurangi
ketergantungandan kecemasan).
|
4.
|
Pengurangan ketegangan
|
Rimm & Masters Wolpe
|
Mengalihkan kesantaian kepada
kecemasan dalam situasi sosial.
|
5.
|
Latihan asertif desensitas
|
Wolpe, Lazarus, Salter
|
Ekspresi perasaan secara langsung dan
spontan dalam situasi sosial.
|
6.
|
Latihan langsung
|
Gagne, Smith & Smith
|
Pola-pola perilaku, keterampilan.
|
D.
Pola-Pola Pembelajaran
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi
antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap
muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media
pembelajaran. Didasari oleh adanya perbedaan interaksi tersebut, maka kegiatan
pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai pola pembelajaran.
Barry Morris (1963:11) mengklasifikasikan empat pola pembelajaran
yang digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut.
1.
Pola Pembelajaran
Tradisional 1
TUJUAN
|
PENETAPAN
ISI DAN METODE
|
SISWA
|
GURU
|
- GURU DENGAN MEDIAPENETAPAN ISI DAN METODE
SISWA
|
- SISWAGURUPENETAPAN ISI DAN METODE
MEDIA
|
4.
Pola
Pembelajaran Bermedia
SISWA
|
MEDIA
|
PENETAPAN
ISI DAN METODE
|
TUJUAN
|
E.
Model-model
Pembelajaran
1. Model-model
Desain Pembelajaran
Model PPSI (Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional)
Konsep dari PPSI ini adalah bahwa sistem
instruksional yang menggunakan pendekatan sistem, yaitu satu kesatuan yang
terorganisasi, yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling berhubungan satu
sama lainnya dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan fungsi
PPSI adalah untuk mengefektifan perencanaan dan pelaksanaan program pengajaran
secara sistemik dan sistemis, untuk dijadikan sebagai pedoman bagi pendidik
dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
PPSI digunakan sebagai pendekatan penyampaian pada
kurikulum 1975 untuk tingkat SD, SMP, SMA, dan kurikulum 1976 untuk sekolah kejuruan. PPSI menggunakan
pendekatan sistem yang mengutamakan adanya tujuan yang jelas, sehingga dapat
dikatakan bahwa PPSI merujuk pada
pengertian sebagai suatu sistem, yaitu sebagai kesatuan yang terorganisasi,
yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling berhubungan satu dengan yang
lainnya dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Sebagai suatu sistem,
pembelajaran mengandung sejumlah komponen, seperti tujuan, materi, metode, alat,
dan evaluasi yang kesemuanya berinteraksi satu dengan yang lainnya untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. PPSI merupakan model pembelajaran
yang menerapkan suatu sistem untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Adapun
langkah-langkah dari pengembangan model PPSI ini yaitu:
a. Merumuskan
tujuan pembelajaran, yaitu rumusan yang jelas dan operasional tentang kemampuan
atau kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa setelah mengikuti suatu program
pembelajaran, kemampuan-kemampuan atau kompetensi tersebut harus dirumuskan secara
spesifik dan terukur sehingga dapat diamati dan dievaluasi.
b. Mengembangkan
alat evaluasi, dalam mengembangkan alat evaluasi perlu ditentukan terlebih
dahulu jenis-jenis tes dan bentuk-bentuk tes yang akan digunakan. Apakah jenis
tes tertulis, lisan atau tes perbuatan. Kemudian bentuk tes yang digunakan
apakah pilihan ganda (multiple choice), essai,
benar-salah, atau menjodohkan. Untuk menilai sejumlah tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan, dapat digunakan satu jenis tes atau satu bentuk tes. Hal ini
sangat bergantung pada hakikat tujuan yang akan dicapai.
c. Menentukan
kegiatan belajar-mengajar
1) Merumuskan
semua kemungkinan belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan,
2) Menetapkan
mana dari setiap kegiatan belajar tersebut yang perlu ditempuh dan tidak perlu
ditempuh oleh siswa, dan
3) Menetapkan
kegiatan belajar yang masih perlu dilaksanakan oleh siswa.
Pada langkah ini sesudah kegiatan
belajar siswa ditetapkan, perlu dirumuskan pokok-pokok materi pembalajaran yang
akan diberikan kepada siswa sesuai dengan jenis kegiatan belajar yang telah
ditetapkan.
d. Merencanakan
program KBM, pada langkah ini perlu disusun strategi proses pembelajaran dengan
cara merumuskan kegiatan mengajar dan kegiatan mengajar yang dirancang secara
sistematis sesuai dengan situasi kelas.
e. Pelaksanaan
1) Mengadakan
Pretest (tes awal), fungsi tes awal ini adalah untuk memperoleh informasi
tentang kemampuan awal siswa, sebelum mereka mengikuti program pembelajaran
yang telah disiapkan.
2) Menyampaikan
materi pelajaran, sebelum menyampaikan materi pelajaran, hendaknya guru
menjelaskan kepada siswa tujuan/kompetensi yang akan dicapai, sehingga mereka
mengetahui kemampuan-kemampuan yang diharapkan setelah selesai pelajaran.
3) Mengadakan
posttest, post test diberikan setelah selesai mengikuti program pembelajaran.
Tes yang diberikan identik dengan yang diberikan pada tes awal, jadi bedanya
terletak pada waktu dan fungsinya.
2. Model
Pembelajaran Berbasis Komputer
Program pembelajaran berbasis komputer merupakan
program pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan
menggunakan software komputer berupa
program komputer yang berisi materi pelajaran dalam bentuk latiahan-latihan.
Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Robert Heinich, Molenda
dan James D. Russel (1985:226) yang menyatakan bahwa sistem komputer dapat
menyampaikan pembelajaran secara individual dan langsung kepada siswa dengan
cara berinteraksi dengan mata pelajaran yang diprogramkan kedalam sistem komputer,
inilah yang disebut dengan pembelajaran berbasis komputer.
ü Model
Drills
Model
Drills adalah suatu model dalam pembelajaran dengan jalan melatih siswa
terhadap bahan pelajaran yang sudah diberikan. Melalui model Drills akan
ditanamkan kebiasaan tertentu dalam bentuk latihan. Melalui model ini, akan
memperkuat tanggapan pelajaran pada siswa. Pelaksanaannya secara mekanis untuk
mengajarkan berbagai mata pelajaran dan kecakapan.
Model
Drills dalam pembelajaran berbasis komputer pada dasarnya merupakan salah satu
model pembelajaran yang bertujuan memberiakan pengalaman belajar yang konkret
melalui penciptaan tiruan-tiruan bentuk bentuk pengalaman yang mendekati bentuk
suasana yang sebenarnya dengan menyediakan latihan-latihan soal yang bertujuan
untuk menguji performance dan kemampuan siswa melalui kecepatan penyelesaian
soal-soal latihan yang diberikan.
3. Model
Pembelajaran PAKEM (Partisipatif, Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan)
PAKEM merupakan model pembelajaran dan menjadi
pedoman dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan
pelaksanaan pembelajaran PAKEM, diharapkan berkembangnya berbagai macam inovasi
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang partisipatif,
aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Pembelajaran merupakan implementasi kurikulum di
sekolah dari kurikulum yang sudah dirancang dan menuntut aktivitas dan
kreativitas guru dan siswa sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan secara
efektif dan menyenangkan. Ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Brooks bahwa.
“pembaruan dalam pendidikan harus dimulai dari ‘bagaimana anak belajar’ dan
‘bagaimana guru mengajar’, bukan dari ketentuan-ketentuan hasil”. Untuk itu,
guru harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai jenis-jenis belajar
(multimetode dan multimedia) dan suasana belajar yang kondusif, baik eksternal
maupun internal.
a.
Pembelajaran
Partisipatif
Pembelajaran
partisipatif yaitu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran
secara optimal. Pembelajaran ini menitikberatkan pada keterlibatan siswa pada
kegiatan pembelajaran (child
center/student center) bukan pada dominasi guru dalam penyampaian materi
pelajaran (techer center).
b.
Pembelajaran
Afektif
Pembelajaran aktif
merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan aktivitas siswa
dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji
dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan berbagai
pengalaman yang dapat meningkatan pemahaman dan kompetensinya. Lebih dari itu, pembelajaran
aktif memungkinkan siswa mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi,
seperti menganalisis dan mensintesis, serta melakukan penilaian terhadap
berbagai peristiwa belajar dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
c.
Pembelajaran
Kreatif
Pembelajaran kreatif
merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan
memunculkan kreativitas siswa saat pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan
beberapa metode dan strategi yang bervariasi, misalnya kerja kelompok, bermain
peran, dan pemecahan masalah. Siswa dikatakan kreatif apabila mampu melakukan sesuatu
yang menghasilkan sebuah kegiatan baru yang diperoleh dari hasil berpikir
kreatif dengan mewujudkan dalam bentuk sebuah hasil karya baru.
d.
Pembelajaran
Efektif
Pembelajaran mampu
dikatakan efektif jika mmpu memberikan pengalaman baru kepada siswa membentuk
kompetensi siswa, serta mengantarkan mereka ketujuan yang ingin dicapai secara
optimal. Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan serta mendidik mereka dalam
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Proses pelaksanaan
pembelajaran efektif dilakukan melalui prosedur sebagai berikut: (1) melakukan appersepsi, (2) melakukan eksplorasi,
yaitu memperkenalkan materi pokok dan
kompetensi dasar yang akan dicapai, serta menggunakan variasi metode, (3)
melakukan konsolidasi pembelajaran, yaitu mengaktifkan siswa dalam membentuk
kompetensi dan mengaitkan dengan kehidupan siswa, (4) melakukan penilaian,
yaitu mengumpulkan fakta-fakta dan data/dokumen belajar siswa yang valid untuk
melakukan perbaikan program pembelajaran.
e.
Pembelajaran
Menyenangkan
Pembelajaran
menyenangkan (joyfull instruction)
merupakan suatu proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat suatu kohesi yang
kuat antara guru dan siswa, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan (not under pressure) (Mulyasa, 2006:
194). Dengan kata lain, pembelajaran menyenangkan adalah adanya pola hubungan
yang baik antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran.
Untuk mewujudkan proses
pembelajaran yang menyenangkan, guru harus mampu merancang pembelajaran dengan
baik, memilih materi yang tepat, serta memilih dan mengembangkan strategi yang
dapat melibatkan siswa secara optimal.
4. Model
Pembelajaran Berbasis Masalah
a.
Konsep
Dasar dan Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model Pembelajaran
Berbasis Masalah sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan
kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat tiga
ciri utama dari model pembelajaran ini. Pertama,
Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran,
artinya dalam implementasi Pembelajaran Berbasis Masalah ada sejumlah kegiatan
yang harus dilakukan siswa. Kedua, aktivitas
pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berpikit secara ilmiah.
Untuk
mengimplementasikan Model Pembelajaan Berbasis Masalah, guru perlu memilih
bahan pelajaran yang memiliki permasalahan yang dapat dipecahkan. Permasalahan
tersebut bisa diambil dari buku teks atau dari sumber-sumber lain misalnya dari
peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar, dari peristiwa dalam keluarga
atau dari peristiwa kemasyarakatan.
b.
Tahapan-tahapan
Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Sesuai dengan tujuan Model Pembelajaran Berbasis
Masalah adalah untuk menumbuhkan sikap ilmiah, dari beberapa bentuk model ini
yang dikemukakan para ahli, maka secara umum Model Pembelajaran Berbasis
Masalah bisa dilakukan dengan langkah-langkah:
1)
Menyadari Masalah
Implementasi Model Pembelajaran Berbasis
Masalah harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan.
Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa pada tahapan ini adalah siswa dapat
menentukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang
ada.
2)
Merumuskan Masalah
Bahan pelajaran dalam bentuk topik yang dapat dicari dari
kesenjangan selanjutnya difokuskan pada
masalah apa yang pantas untuk dikaji. Rumusan masalah sangat penting, sebab
selanjutnya akan berhubungan dengan kejelasan dan kesamaan persepsi tentang
masalah dan berkaitan dengan data-data yang harus dikumpulkan untuk
menyelesaikannya. Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam langkah ini adalah
siswa dapat menentukan prioritas masalah.
3)
Merumuskan Hipotesis
Sebagai proses berpikir ilmiah yang merupakan perpaduan dari
berpikir deduktif dan induktif, maka merumuskan hipotesis merupakan langkah
penting yang tidak boleh ditinggalkan. Kemampuan yang diharapkan dari siswa
dalam tahapan ini adalah siswa dapat menentukan sebab akibat dari masalah yang
ingin diselesaikan.
4)
Mengumpulkan Data
Sebagai proses berpikir empiris, keberadaan data dalam proses
berpikir ilmiah merupakan hal yang sangat penting. Sebab, menentukan cara
penyelesaian masalah sesuai dengan hipotesis yang diajukan harus sesuai dengan
data yang ada. Kemampuan yang diharapkan pada tahap ini adalah kecakapan siswa
untuk mengumpulkan dan memilah data, kemudian memetakan dan menyajikannya dalam
berbagai tampilan sehingga mudah dipahami.
5)
Menguji Hipotesis
Berdasarkan data yang dikumpulkan, akhirnya siswa menentukan
hipotesis mana yang diterima dan mana yang ditolak. Kemampuan yang diharapkan
dari siswa dalam tahapan ini adalah kecakapan menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk
melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji. Di samping itu, diharapkan
siswa dapat mengambil keputusan dan kesimpulan.
6)
Menentukan Pilihan Penyelesaian
Kemampuan yang diharapkan dari tahapan ini
adalah kecakapan memilih alternatif penyelesaian yang memungkinkan dapat
dilakukan serta memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan
alternatif yang dipilihnya, termasuk memperhitungkan akibat yang akan terjadi
pada setiap pilihan.
5. Model
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem
pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai
latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda
(heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan
memperoleh penghargaan (reward), jika
kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Hal yang menarik dari
Model Pembelajaran Kooperatif adalah adanya harapan selain memiliki dampak
pembelajaran, yaitu berupa peningkatan prestasi belajar peserta didik (student achievement) juga mempunyai
dampak pengiring seperti relasi sosial, penerimaan terhadap peserta didik yang
dianggap lemah, harga diri, norma akademik, penghargaan terhadap waktu, dan
suka memberi pertolongan pada yang lain.
Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Prosedur pembelajaran
kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu: (1) penjelasan
materi; (2) belajar dalam kelompok; (3) penilaian; dan (4) pengakuan tim.
a.
Penjelasan Materi
Tahap penjelasan diartikan sebagai proses
penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok.
Tujuan utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi
pelajaran.
b.
Belajar dalam Kelompok
Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-pokok
materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya
masing-masing yang telah dibentuk sebelumnya. Pengelompokan dalam Model
Pembelajaran Kooperatif bersifat heterogen, artinya kelompok dibentuk
berdasarkan perbedaan-perbedaan setiap anggotanya, baik perbedaan gender, latar
belakang agama, sosial-ekonomi, dan etnik, serta perbedaan kemampuan akademik.
c.
Penilaian
Penilaian dalam Model Pembelajaran Kooperatif bisa dilakukan
dengan tes atau kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun
secara kelompok. Tes individual nantinya akan memberikan informasi kemampuan
setiap siswa; dan tes kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap
kelompok. Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi
dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini
disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan
hasil kerja sama setiap anggota kelompok.
d.
Pengakuan Tim
Pengakuan tim (team
recognition) adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim
paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah. Pengakuan
dan pemberian penghargaan tersebut diharapkan dapat memotivasi tim untuk terus
berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim lain untuk lebih mampu
meningkatkan prestasi mereka.
6. Model
Pembelajaran Kontekstual (contextual
Teaching and Learning)
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu
strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara
penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan mereka. Berikut ini adalah karakteristik dari CTL, yaitu:
a. Pembelajaran merupakan
proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak
terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan
yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki
keterkaitan satu sama lain.
b. Pembelajaran yang
kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan
baru (acquiring knowledge). Pengetahuan
baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan
mempelajari secara keseluruhan, kemudian memerhatikan detailnya.
c. Pemahaman
pengetahuan (understanding knowledge), artinya
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan
diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang
pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru
pengetahuan itu dikembangkan.
d. Mempraktikkan
pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus
dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku
siswa.
Dari penjelasan di atas
maka seorang guru dalam menerapkan model pembelajaran CTL harus dapat
memperhatikan keadaan siswa dalam kelas. Selain itu, seorang guru juga harus
mampu membagi kelompok secara heterogen, agar siswa yang pandai dapat membantu
siswa yang kurang pandai.
7.
Model Pembelajaran Terpadu
Ditinjau
dari cara memadukan konsep, keterampilan, topik, dan unit tematisnya, menurut
Robin Fogarty (1991) terdapat sepuluh cara atau model dalam merencanakan
pembelajaran terpadu. Kesepuluh cara atau model tersebut adalah: 1) fragmented; 2) connected; 3) nested; 4) sequenced; 5) shared; 6) webbed; 7) threaded; 8) integrated; 9) immersed; 10)
networked.
Berdasarkan
sifat keterpaduannya, dari kesepuluhan model pembelajaran terpadu tersebut
dapat dibedakan menjadi tiga (Fogarty 1991:4), yaitu:
a.
Model dalam satu desain ilmu yang
meliputi model connected (keterhubungan)
dan nested (terangkai)
b.
Model antar bidang studi yang meliputi
model sequenced (keterurutan), model shared (berbagi), model webbed (jaring laba-laba), model threaded (bergalur), dan model integrated (keterpaduan).
c.
Model lintas siswa yang meliputi model immersed dan model network.
Pada
program pendidikan guru sekolah, terdapat tiga pembelajaran terpadu yang dipilih
dan dikembangkan, yaitu model keterhubungan, model jarring laba-laba, dan model
keterpaduan.
a.
Model keterhubungan (connected) adalah model pembelajaran
yang sengaja diusahakan untuk menghubungkan satu konsep dengan konsep lain,
satu topik dengan topik lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain,
tugas-tugas yang dilakukan dalam satu hari dengan tugas-tugas yang dilakukan
pada hari berikutnya, bahkan ide-ide yang dipelajari pada semester dengan
ide-ide yang akan dipelajari pada semester berikutnya didalam satu bidang
studi. Tokoh yang mengembangkan model ini adalah Robert Maynard hutchins.
b.
Model jaring laba-laba (webbed) merupakan model pembelajaran
terpadu dengan menggunakan pendekatan tematik. Pengembangan pendekatan ini
dimulai dengan menentukan tema. Tema bisa ditetapkan dengan negosiasi antara
guru dan siswa, tetapi dapat pula dengan cara diskusi sesama guru. Setelah tema
disepakati dan subtemanya dikembangkan dengan memerhatikan kaitannya dengan
bidang-bidang studi, selanjutnya dari subtema dikembangkan aktivitas belajar
yang harus dilakukan siswa. Tokoh yang mengembangkan model ini adalah Lyndon B.
Jahnson.
c.
Model keterpaduan (integrated) merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan
pendekatan antar bidang studi. Model ini diusahakan dengan cara menggabungkan
bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan
keterampilan, konsep, dan sikap yang saling tumpang tindih dalam beberapa
bidang studi. Berbeda dengan model jaring laba-laba yang menuntut pemilihan
tema dan pengembangannya sebagai langkah awal, dalam model keterpaduan ini yang
berkaitan dan bertumpang tindih merupakan hal yang terakhir yang ingin dicari
dan dipilih oleh guru dalam tahap perencanaan program. Pertama kali guru
menyeleksi konsep-konsep, keterampilan, dan sikap yang diajarkan dalam satu
semester dari beberapa bidang studi. Selanjutnya dipilih beberapa konsep
keterampilan dan sikap yang memiliki keterhubungan yang erat dan tumpang tindih
diantara berbagai bidang studi. Tokoh yang mengembangkan model ini adalah John
Milton.
F.
Memilih
Model Pembelajan Yang Baik
Dasar
Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran
Sebelum
menentukan model pembelajaran apa yang akan digunakan dalam kegiatan
pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan guru dalam
memilihnya, yaitu:
1.
Pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai.
2.
Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi
pembelajaran.
3.
Pertimbangan dari sudut peserta didik atau siswa.
4.
Pertimbangan lainnya yang bersifat nonteknis.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pembahasan yang telah kami ulas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Fungsi
model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancangan pengajaran para guru
dalam melaksanakan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran sangat
dipengaruhi oleh sifat
dari materi yang akan
diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut, serta tingkat
kemampuan peserta didik.
Model-model
dalam pembelajaran dapat digolongkan menjadi beberapa, yaitu: Model Interaksi
Sosial, model ini didasari oleh teori belajar Gestalt (field theory). Model interaksi sosial menitikberatkan hubungan yang
harmonis antara individu dengan masyarakat (learning
to life together). Model Pemerosesan Informasi, model ini berdasarkan teori belajar kognitif (Piaget) dan
berorientasi pada kemampuan siswa memeroses informasi yang dapat memperbaiki
kemampuannya. Pemerosesan informasi merujuk pada cara mengumpulkan/menerima
stimuli dari lingkungan mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan
konsep dan menggunakan simbol verbal dan visual. Teori pemerosesn
informasi/kognitif dipelopori oleh Robert Gagne (1985). Model Personal (Personal Models) model ini bertitik
tolak dari teori Humanistik, yaitu berorientasi terhadap pengembangan diri
individu. Perhatian utamanya pada emosional siswa untuk mengembangkan hubungan
yang produktif dengan lingkungannya. Dan Model Modifikasi Tingkah Laku (behavior) yang bertujuan mengembangkan
sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas belajar membentuk tingkah
laku dengan cara memanipulasi penguatan (reinforcement).
Model ini lebih menekankan anak pada aspek perubahan perilaku psikologis dan
perilaku yang tidak dapat diamati.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan
ketika memilih model pembelajaran, yaitu: pertimbangan terhadap tujuan yang hendak
dicapai, pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran,
pertimbangan dari sudut peserta didik atau siswa, dan pertimbangan lainnya yang
bersifat nonteknis.
B.
Saran
Agar setiap
pembelajaran dapat mencapai tujuan yang diinginkan, sebagai pendidik harus
dapat mempersiapkan apa yang akan menjadi kebutuhan ketika mengajar, baik
ketersediaan atau motivasi belajar dan mengajar, proses pembelajaran akan
dikatakan sukses atau berjalan dengan lancar manakala peserta didik selalu
mengingat pembelajaran apa yang telah ia dapat dari pendidik tersebut, dan
biasanya pembelajaran tersebut akan selalu diingat karena pendidik menggunakan
strategi maupun model pembelajaran yang menarik. Maka ketika hendak mengajar sebagai
pendidik yang profesional harus dapat menyesuaikan model apa yang sesuai dengan
peserta didiknya.
Daftar Pustaka
Trianto.
2010. Model Pembelajaran Terpadu.
Jakarta: PT Bumi Aksara (halaman 51-55).
Majid
abdul.2014.Strategi Pembelajaran. Bandung:
PT Remaja Rosda karya (halaman 120-129).
B. Uno,
Hamzah. 2012. Model Pembelajaran.
Jakarta: PT Bumi Aksara
Sanjaya, Wina. 2010. Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media
Group (halaman 211-215 / 219 /241-245
/ 247 / 249/255-257 / 262-263 / 272).
Rusman.
2012. Model-Model Pembelajaran.
Jakarta: Rajawali Pers. (halaman 131-146/ 147-166/ 285-290/ 321-322).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar